Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia pada perdagangan Kamis (16/12/2021) kemarin, mencatatkan kinerja kurang baik. Ini diperberat oleh kabar negatif dari kasus virus corona (Covid-19) varian Omicron pertama di RI.
Dari pasar saham, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 0,47% ke level 6.594,798. Pada awal perdagangan sesi I kemarin, IHSG sempat dibuka dan diperdagangkan di zona hijau, merespons positif dari rebound-nya bursa saham Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (15/12/2021) waktu AS.
Tetapi selang dua jam setelah dibuka, IHSG langsung berbalik arah ke zona merah hingga akhir perdagangan akibat ditemukannya kasus perdana varian Omicron di RI. IHSG pun kembali ke level psikologis 6.500 pada perdagangan kemarin.
Data perdagangan mencatat nilai transaksi indeks pada kemarin cenderung tak berubah dari perdagangan sehari sebelumnya, yakni sebesar Rp 12,8 triliun. Sebanyak 172 saham naik, 372 saham turun, dan 133 lainnya stagnan.
Dikala IHSG yang berbalik arah ke zona koreksi, investor asing tercatat melakukan penjualan bersih (net sell) sebesar Rp 533 miliar di pasar reguler. Parahnya, di Asia, hanya IHSG saja yang ditutup terkoreksi pada perdagangan kemarin.
Selain IHSG, seluruh bursa saham Asia terpantau menguat, di mana indeks Nikkei memimpin penguatan bursa Asia kemarin. Berikut pergerakan IHSG dan bursa Asia pada perdagangan Kamis kemarin:
Sedangkan untuk rupiah pada perdagangan Kamis kemarin ditutup cenderung melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Di penutupan perdagangan, rupiah di pasar spot melemah tipis 0,07% ke level Rp 14.340/US$.
Sementara itu di kurs tengah Bank Indonesia (BI) atau Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) rupiah melemah 0,04% ke Rp 14.343/US$. Sementara di Asia, mata uangnya cenderung beragam, dengan dolar Hong Kong, rupee India, ringgit Malaysia, peso Filipina, dan dolar Singapura terpantau menguat dihadapan sang greenback.
Sedangkan yen Jepang, won Korea Selatan, baht Thailand, dan dolar Taiwan serta rupiah ditutup melemah dihadapan greenback. Sementara untuk yuan China cenderung stagnan atau sama seperti perdagangan sebelumnya.
Berikut pergerakan rupiah dan mata uang utama Asia melawan dolar AS kemarin:
Adapun untuk pergerakan harga mayoritas SBN pada perdagangan kemarin kembali ditutup melemah, ditandai dengan kembali menguatnya imbal hasil (yield) di mayoritas SBN acuan. Investor pun kembali melepas kepemilikannya kemarin.
Hanya SBN bertenor 3 dan 15 tahun yang ramai diburu oleh investor, ditandai dengan melemahnya yield pada perdagangan kemarin. Melansir data dari Refinitiv, yield SBN bertenor 3 tahun kembali turun sebesar 3,5 basis poin (bp) ke level 3,592% sedangkan yield SBN berjatuh tempo 15 tahun melemah 0,2 bp ke level 6,29%.
Sementara untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan yield acuan obligasi negara kembali naik sebesar 2,2 bp ke level 6,422%. Yield berlawanan arah dari harga, sehingga kenaikan yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya.
Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%. Berikut pergerakan yield SBN acuan pada perdagangan Kamis:
Kurang bergairahnya kembali pasar keuangan RI terjadi menyusul kabar tak sedap masuknya varian Omicron ke Tanah Air sebagaimana disampaikan oleh Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin (BGS) dalam konferensi persnya. Dalam kesempatan itu, BGS, sapaan akrab Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan bahwa Kemenkes sudah mendeteksi Covid-19 varian omicron di Tanah Air.
"Kemenkes tadi malam mendeteksi ada seorang pasien berinisial N terkonfirmasi Omicron pada tanggal 15 Desember," ujarnya.
Menurut BGS, data-data itu juga sudah dikonfirmasikan ke GISAID. Kemudian GIASID juga sudah mengonfirmasi data sequencing benar adalah Omicron. Omicron merupakan varian Covid-19 yang dianggap paling mudah menular dibandingkan varian lainnya, termasuk varian Delta.
Meski dikatakan hanya menimbulkan gejala ringan, tetapi jika penyebarannya semakin meluas dikhawatirkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) akan kembali diperketat, dan membuat perekonomian kembali melambat.
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) telah menyelesaikan Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode Desember 2021. Hasilnya, seperti dugaan, suku bunga acuan dipertahankan.
"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 15-16 Desember 2021 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 3,5%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%," sebut Gubernur Perry Warjiyo saat membacakan hasil keputusan rapat, Kamis (16/12/2021).
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan MH Thamrin tetap mempertahankan suku bunga acuan 3,5%. Dari 10 institusi yang terlibat, semuanya sepakat bulat.
BI-7 Day Reverse Repo Rate sudah berada di 3,5% sejak Februari 2021. Artinya sudah 10 bulan berturut-turut BI tidak menaikkan suku bunga acuannya. Suku bunga acuan di level 3,5% juga menjadi suku bunga terendah sepanjang sejarah Indonesia merdeka.
Beralih ke pasar saham Amerika Serikat (AS), bursa Wall Street kembali terkoreksi pada perdagangan Kamis (16/12/2021). Karena terkoreksinya kembali saham-saham teknologi besar di AS pada perdagangan kemarin.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup turun tipis 0,08% ke level 35.897,64, S&P 500 merosot 0,88% ke posisi 4.668,60, dan Nasdaq Composite ambruk 2,47% menjadi 15.180,43.
Saham-saham teknologi besar di AS kembali berjatuhan pada perdagangan kemarin. Saham Apple terjatuh 3,9% dan saham semikonduktor utama seperti AMD dan Nvidia masing-masing ambles nyaris 5,4% dan 6,8% sedangkan saham software Adobe anjlok lebih dari 10%, setelah proyeksi perusahaan ke depan lebih rendah dari perkiraan analis.
Nasdaq turun nyaris 3% sepanjang pekan ini. Frank Gretz, analis teknikal di Wellington Shields mengatakan bahwa pasar tampaknya berada sedang merotasi investasinya dari saham teknologi dengan pertumbuhan tinggi ke sektor lainnya, seperti sektor konsumer kebutuhan pokok.
"Saya pikir hal utama yang saya fokuskan adalah perubahan pola investasi by sektor. Saya pikir ini lebih dari sekadar sementara," kata Gretz, dikutip dari CNBC International.
Saham perbankan membantu Dow Jones bertahan lebih baik dari dua indeks utama lainnya. Saham Goldman Sachs melesat 1,9% dan JPMorgan menguat nyaris 1,6%. Sedangkan saham Verizon melonjak lebih dari 4%, menjadi salah satu yang berkinerja terbaik di Dow Jones kemarin.
Pergerakan perdagangan kemarin secara otomatis menghentikan rebound-nya pasar saham AS di perdagangan Rabu (15/12/2021) lalu, setelah pasar dapat bernafas lega karena mereka sudah mengetahui sikap dan keputusan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) kedepannya.
"Saya pikir apa yang dicari pasar lebih dari segalanya adalah kepastian ... Itu didapat kemarin. Masih ada banyak sentimen bearish yang terbentuk di pasar," kata Don Calcagni dari Mercer Advisors.
The Fed mengumumkan bahwa mereka akan tetap mengurangi pembelian asetnya (quantitative easing/QE) atau tapering pada kecepatan yang lebih cepat di tengah kenaikan inflasi yang berkelanjutan. The Fed hanya akan membeli obligasi sebesar US$ 60 miliar per bulan mulai Januari 2022, turun dari tingkat Desember sebesar US$ 90 juta dan mengatakan bahwa kemungkinan akan melanjutkan skema tersebut di bulan-bulan mendatang.
Di lain sisi, investor kembali mengamati perkembangan seputaran virus corona (Covid-19) varian Omicron, karena tingkat positif untuk tes Covid-19 di New York telah melonjak dalam beberapa hari terakhir. Calcagni mengatakan bahwa munculnya varian Omicron dapat berfungsi sebagai "kartu bebas penjara" bagi Powell untuk kembali ke sikap yang lebih dovish jika pemulihan ekonomi kembali tersendat.
Dari data ekonomi, data klaim pengangguran mingguan datang sedikit lebih tinggi dari yang diharapkan. Sementara data perumahan pada November jauh lebih kuat dari yang diproyeksikan ekonom setelah menurun di bulan sebelumnya.
Dari kabar bank sentral negara maju lainnya, bank sentral Inggris (Bank of England) menaikkan suku bunga acuannya dari 0,1% menjadi 0,25%, menjadi kenaikan yang pertama di antara bank sentral dunia sejak era pandemi menyusul lonjakan inflasi negara tersebut.
Pada hari ini, pelaku pasar di dalam negeri perlu mencermati beberapa sentimen, di mana sentimen pertama yakni kembali terkoreksinya pasar saham Negeri Paman Sam kemarin. Bursa saham AS yang berhasil rebound pada Rabu lalu ternyata tak berlangsung lama dan kembali mencatatkan koreksi pada esok harinya, yakni Kamis (16/12/2021).
Hanya indeks Dow Jones saja yang koreksinya cenderung tipis. Sedangkan S&P 500 terkoreksi nyaris 1% dan Nasdaq ambruk lebih dari 2%.
Investor cenderung merotasi pilihan investasinya dari saham teknologi dengan pertumbuhan yang tinggi ke sektor lainnya, seperti sektor konsumer kebutuhan pokok.
Pada Rabu lalu, bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) memberi sinyal bahwa kebijakan moneternya bisa menjadi agresif dengan tiga kenaikan suku bunga acuan di tahun 2022. CME FedWatch memperkirakan ada peluang sebesar 63% bahwa The Fed akan mendongkrak suku bunga acuannya pada Mei 2022, dan 44% peluang bahwa kenaikan bisa terjadi lebih dini yakni pada Maret.
The Fed sebelumnya telah mengumumkan bahwa mereka akan tetap mengurangi pembelian asetnya (quantitative easing/QE) atau tapering pada kecepatan yang lebih cepat di tengah kenaikan inflasi yang berkelanjutan. The Fed hanya akan membeli obligasi sebesar US$ 60 miliar per bulan mulai Januari 2022, turun dari tingkat Desember sebesar US$ 90 juta dan mengatakan bahwa kemungkinan akan melanjutkan skema tersebut di bulan-bulan mendatang.
Langkah itu dilakukan ketika bank sentral paling powerful di dunia tersebut sedang bergulat dengan tingkat inflasi tertinggi dalam hampir empat dekade terakhir. Dengan ini, maka The Fed diperkirakan akan mempercepat tapering-nya pada bulan ini.
Sementara itu dari Inggris, bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) resmi menaikkan suku bunga acuannya dari 0,1% menjadi 0,25%. Hali ini juga menjadi kenaikan yang pertama di antara bank sentral negara maju sejak era pandemi di tengah lonjakan inflasi negara tersebut.
Pemicu perubahan kebijakan moneter menjadi ketat tersebut terjadi setelah inflasi Inggris per November menyentuh level tertinggi 10 tahun pada 5,1% atau lebih tinggi dari target BoE yang memperkirakan angka 2%. Ini juga lebih tinggi dari posisi Oktober sebesar 4,2%.
Di sisi lain, ekonomi diperkirakan masih aman, dengan angka tenaga kerja di mana sebanyak 257.000 pekerja terserap di perekonomian Inggris per November. Padahal sebelumnya, pasar (dalam polling Reuters) menduga bahwa suku bunga acuan akan ditahan di level 0,1% menyusul merebaknya kasus Omicron.
Dalam pertemuan November lalu, dewan gubernur BoE menyatakan jika data tenaga kerja sesuai ekspektasi, maka kenaikan suku bunga akan dilakukan untuk mengendalikan inflasi.
"Perkembangan ekonomi akhir-akhir ini menunjukkan bahwa kondisi-kondisi tersebut bakal terpenuhi," tutur BoE dalam pernyataan resminya kemarin malam waktu Indonesia.
Dari sembilan anggota dewan gubernur BoE, atau disebut Komite Kebijakan Moneter (Monetary Policy Committee/MPC), delapan di antaranya mendukung kenaikan suku bunga acuan sebesar 15 basis poin tersebut, dan hanya satu menolak.
Namun, mereka sepakat mempertahankan kebijakan pembelian obligasi dari pasar (kebijakan kuantitatif) sesuai target yakni senilai US$ 1,16 triliun. BoE kini memperkirakan inflasi akan berkisar 5%, dan meningkat ke kisaran 6% pada tahun depan.
Meskipun BoE menaikan suku bunga acuannya, tetapi di bank sentral Eropa (Europe Central Bank/ECB) mengumumkan tetap mempertahankan suku bunga acuannya di level 0%.
Tetapi, ECB sejalan dengan The Fed, di mana mereka akan memangkas pembelian obligasi dan mereka juga tetap berjanji untuk melanjutkan dukungan kebijakan moneter yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk ekonomi Zona Euro hingga tahun 2022.
Pembelian obligasi di bawah Program Pembelian Darurat Pandemi (PEPP) senilai 1,85 triliun euro (US$ 2,19 triliun) yang akan berakhir pada Maret 2022, akan dipotong pada kuartal berikutnya saat skema tersebut berakhir.
Namun, pembelian obligasi di bawah Program Pembelian Aset (APP), akan ditingkatkan untuk berfungsi sebagai jembatan pelonggaran kuantitatif hingga akhir PEPP, setelah berlanjut dengan kecepatan bulanan sebesar 20 miliar euro.
"Dewan Pengatur menilai bahwa kemajuan pemulihan ekonomi dan menuju target inflasi jangka menengah memungkinkan pengurangan langkah demi langkah dalam laju pembelian asetnya selama kuartal mendatang," kata ECB dalam sebuah pernyataan Kamis kemarin.
Sebelumnya, inflasi di Zona Euro mencapai 4,9% pada bulan lalu, menjadi rekor tertingginya. Sementara varian Omicron yang telah menyebar di hampir seluruh Benua Eropa dan masih adanya ketegangan dari varian Delta telah memaksa beberapa ekonomi Eropa kembali ke penguncian sebagian.
ECB sejauh ini telah memberikan nada yang lebih dovish, tidak seperti BoE, setelah mengadopsi kebijakan moneter longgar yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk memulihkan kembali perekonomian Zona Euro akibat pandemi Covid-19.
Di lain sisi dari data ekonomi penting yang akan dirilis pada hari ini, yakni data final Indeks Harga Konsumen (IHK) Zona Euro periode November 2021.
Setelah bank sentral Inggris, Eropa, dan Amerika Serikat (AS), pada hari ini giliran bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ) yang akan mengumumkan kebijakan moneter terbarunya.
BoJ diperkirakan akan kembali mempertahankan suku bunga acuanya di level rendah yakni -0,1%, mengingat masih rendahnya tingkat inflasi di Negeri Matahari Terbit pada bulan lalu.
Adapun dari dalam negeri, sentimen dari kasus pertama varian Omicron di RI perlu kembali diamati oleh pelaku pasar pada hari ini.
Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin memberikan keterangan pers perihal perkembangan pandemi Covid-19 secara virtual, Kamis (16/12/2021). BGS, sapaan akrab Budi Gunadi Sadikin, siang kemarin mengungkapkan Kemenkes sudah mendeteksi virus corona varian Omicron di tanah air.
"Kemenkes tadi malam mendeteksi ada seorang pasien N terkonfirmasi omicron pada tanggal 15 Desember," ujarnya kemarin.
Menurut BGS, data-data itu juga sudah dikonfirmasikan ke GISAID. Kemudian GIASID juga sudah mengonfirmasi data sequencing benar adalah Omicron.
Menkes mengungkapkan awal ditemukannya kasus pertama Covid-19 varian omicron ini berdasarkan hasil tes PCR petugas pembersih Wisma Atlet pada 8 Desember 2021.
Ketika itu ada tiga petugas pembersih Wisma Atlet yang positif Covid-19. Sampel ketiganya dikirimkan ke Litbangkes untuk dilakukan genome sequencing pada 10 Desember 2021.
"Tanggal 15 keluar hasil genome sequencing-nya, dari tiga orang ini satu adalah Omicron, duanya bukan omicron. Dan yang satu ini sudah kita double cek ke Gisaid (lembaga khusus meneliti virus influenza) dan memang terkonfirmasi Omicron," ujar Budi Gunadi dalam konferensi pers digital di Jakarta, Kamis (16/12/2021) kemarin.
Menteri Budi Gunadi menambahkan pasien pertama pasien Covid-19 varian omicron tidak memiliki gejala dan masih sehat. Pasien itu tidak demam atau batuk seperti gejala umum pasien Covid-19.
Pasien ini menjalani karantina di asrama Wisma Atlet Jakarta. "Mereka bertiga sudah lakukan tes PCR kedua dan hasilnya sudah negatif," terang Budi Gunadi Sadikin.
Pasien pertama ini diduga terinfeksi Covid-19 varian Omicron di Wisma Atlet dan tidak memiliki rekam jejak perjalanan ke luar negeri.
"Kasus Omicron yang sudah dikonfirmasi satu kasus dan lima kasus probable-nya itu terjadi di karantina. Petugas kebersihan ini tidak memiliki history perjalanan ke luar negeri," ujar Budi Gunadi Sadikin.
"Tetapi kita belajar dari Hong Kong memang terjadi juga seperti itu. Jadi karena dia melayani pasien sehingga akibatnya dia tertular," terangnya.
Budi menambahkan hingga kini pemerintah belum menemukan adanya transmisi atau peluaran komunitas varian Omicron di Indonesia.
"Sampai sekarang transmisi komunitas belum kita temui, walaupun terus melakukan sampling genome sequencing yang lebih ketat," kata Budi Gunadi Sadikin.
Omicron merupakan varian virus corona yang paling mudah menular dibandingkan varian lainnya. Meski dikatakan hanya menimbulkan gejala ringan, tetapi jika penyebarannya semakin meluas dikhawatirkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) akan kembali diperketat, dan membuat perekonomian kembali melambat.
Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 pun bergerak cepat merespons temuan virus corona varian Omicron. Salah satu langkah adalah melakukan tanggap darurat.
"Pemerintah mengoptimalkan upaya tanggap darurat untuk mencegah meluasnya penularan varian Covid-19 di dalam negeri, kemudian menyusun kebijakan yang disesuaikan dengan masukan pakar dan petugas di lapangan," ujar Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito dalam keterangan pers, Kamis (16/12/2021).
Selain itu, lanjut dia, Satgas Penanganan Covid-19 berkomitmen memperketat karantina 10-14 hari. Hal itu cukup untuk memonitor perkembangan gejala serta tes usap ulang sebanyak dua kali untuk benar-benar mengonfirmasi seseorang positif atau tidak.
"Pemerintah mengimbau masyarakat untuk menunda perjalanan ke luar negeri apabila tidak ada kepentingan. Apabila perjalanan harus dilakukan karena keadaan yang sangat mendesak seperti untuk alasan kesehatan kedukaan atau tugas kedinasan maka perlu adanya pelaksanaan mekanisme kedatangan pelaku perjalanan internasional sesuai prosedur yang berlaku dan terkini," ujar Wiku.
Semua itu, kata dia, tertuang dalam Surat Edaran Satgas Nomor 25 Tahun 2021.
"Kami harapkan seluruh masyarakat yang terpaksa melakukan perjalanan ke luar negeri untuk terlebih dahulu memahami isi dari kebijakan tersebut," kata Wiku.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Waskita Beton Precast Tbk (09:00 WIB),
- Keputusan tingkat suku bunga bank sentral Jepang (10:00 WIB),
- Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Maha Properti Indonesia Tbk (10:00 WIB),
- Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Bank JTrust Indonesia Tbk (13:30 WIB),
- Rilis data penjualan ritel Inggris periode November 2021 (14:00 WIB),
- Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Bank CIMB Niaga Tbk (14:00 WIB),
- Rilis data output konstruksi Zona Euro periode Oktober 2021 (17:00 WIB),
- Rilis data final indeks harga konsumen (IHK) Zona Euro periode November 2021 (17:00 WIB).
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan Ekonomi (Q3-2021 YoY) | 3,51% |
Inflasi (November 2021, YoY) | 1,75% |
BI-7 Day Reverse Repo Rate (Desember 2021) | 3,50% |
Surplus/Defisit Anggaran (APBN 2021) | 5,82% PDB |
Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (Q3-2021) | 1,5% PDB |
Cadangan Devisa (November 2021) | US$ 145,9 miliar |
TIM RISET CNBC INDONESIA