
Rupiah Hari Ini Kalem, Awas Besok "Meledak"!

Jakarta, CNBC Indonesia - Membuka perdagangan di zona hijau, rupiah justru gagal menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (15/12). Meski demikian, rupiah juga tidak melemah, rentang pergerakan juga sangat sempit.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat tipis 0,03% ke Rp 14.325/US$. Tetapi tidak lama rupiah langsung berbalik melemah 0,07% di Rp 14.340/US$.
Rupiah hanya bergerak di kisaran tersebut, dan mengakhiri perdagangan di Rp 14.330/US$ stagnan alias sama persis dengan penutupan perdagangan Selasa kemarin.
Pergerakan tersebut menjadi indikasi pelaku pasar menanti pengumuman kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed) pada Kamis dini hari waktu Indonesia, dan bisa memicu "ledakan" artinya entah itu merosot tajam atau pun terbang tinggi.
Selain The Fed, ada bank sentral Jepang (BoJ), bank sentral Eropa (ECB), Bank Sentral Inggris (BoE), bank sentral Swiss (SNB) termasuk Bank Indonesia (BI) yang akan mengumumkan kebijakan moneter di hari Kamis nanti, sehingga menjadi "Super Thursday"
The Fed diperkirakan akan mengumumkan mempercepat tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (Quantitative Easing/QE), dan memberikan proyeksi suku bunga di tahun depan.
Pelaku pasar akan melihat seberapa agresif The Fed akan menormalisasi kebijakan moneternya.
The Fed sudah mulai melakukan tapering pada bulan November lalu dengan nilai US$ 15 miliar setiap bulannya. Nilai QE bank sentral paling powerful di dunia ini sebesar US$ 120 miliar, artinya, hingga QE menjadi nol diperlukan waktu selama 8 bulan.
Tetapi kini The Fed diperkirakan akan meningkatkan tapering hingga menjadi US$ 30 miliar per bulan, sehingga QE akan menjadi nol dalam waktu 4 sampai 5 bulan.
Setelah QE selesai, maka langkah selanjutnya adanya menaikkan suku bunga.
Survei yang dilakukan Reuters menunjukkan mayoritas ekonom memperkirakan suku bunga akan dinaikkan pada kuartal III-2022, tetapi ada beberapa yang melihat kenaikan di kuartal I-2022 yang artinya dalam 3 bulan ke depan.
Survei tersebut dilakukan pada 3 sampai 8 Desember, dan menunjukkan The Fed diperkirakan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 0,25% - 0,5% di kuartal III-2022. Kemudian, akan ada 3 kali kenaikan lagi, yakni di kuartal IV-2022, serta kuartal I dan II-2023.
Suku bunga The Fed (Fed Funds Rate/FFR) akan berada di 1,25% - 1,5% pada akhir 2023.
Skenario kenaikan suku bunga dua hingga tiga kali di tahun depan sebenarnya sudah diantisipasi oleh pelaku pasar, sehingga kemungkinan terjadi gejolak di pasar finansial global akan kecil.
Tetapi, ceritanya tentu akan berbeda jika The Fed menaikkan suku bunga dalam waktu dekat. Hasil survei Reuters menunjukkan sebanyak 16 orang ekonom melihat kenaikan suku bunga pertama akan dilakukan pada kuartal II-2022, sementara 5 ekonom memperkirakan kenaikan di kuartal I-2022.
Sebagai perbandingan, survei yang sama dilakukan satu bulan sebelumnya menunjukkan hanya 5 ekonom yang melihat suku bunga dinaikkan di kuartal II-2022, dan satu orang saja yang melihat kenaikan sekitar Januari - Maret 2022.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> BI Diperkirakan Tahan Suku Bunga, Neraca Dagang RI Surplus 19 Bulan Beruntun
