Internasional

Tok! Didi Delisting, Kisah Cinta China-Wall Street "The End"?

Feri Sandria, CNBC Indonesia
Selasa, 07/12/2021 07:25 WIB
Foto: REUTERS/Carlos Jasso

Jakarta, CNBC Indonesia - Cabutnya perusahaan ride hiling Didi dari bursa saham terbesar dunia, Wall Street, memberikan sinyal tak baik. Bahwa hubungan bisnis triliunan dolar selama beberapa dekade antara China dan bursa Amerika Serikat (AS) itu akan segera berakhir.

Didi Chuxing mengatakan pada hari Jumat lalu bahwa mereka akan menghapuskan sahamnya dari New York Stock Exchange. Padahal mana enam bulan sebelumnya, Didi terlihat 'mesra' dengan Wall Street dan berhasil mengumpulkan miliaran dolar dari dana pensiun Amerika serta investor internasional dalam penawaran umum perdana (IPO).


Kesepakatan semacam itu tentu memicu guncangan hubungan baik yang terjalin tiga dekade, yang telah membantu membentuk kembali lanskap politik dan keuangan global. China menghasilkan banyak uang untuk Wall Street dengan mempekerjakan bank untuk mengelola kesepakatan seperti IPO.

Sebagai imbalannya, Wall Street memberi China akses ke pasar keuangan global dan kekuatan politik, terutama hubungan baik dengan Washington. Keputusan mendadak Didi "pulang kampung" merupakan pil pahit yang harus ditelan Wall Street bahwa China tidak membutuhkan mereka lagi.

Negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut memiliki banyak uang milik sendiri dan tidak memiliki masalah signifikan untuk menarik lebih banyak uang dari investor di tempat lain. Apa lagi setelah Wall Street kehilangan pengaruh di Washington ketika ketidakpercayaan terhadap niat Beijing semakin tinggi.

Selain itu, para pemimpin China tampaknya lebih suka menjaga kontrol ketat terhadap perusahaannya daripada membukanya untuk investor di pasar Amerika. Sekarang Wall Street telah menjadi arena baru di mana para pemimpin di kedua belah pihak berusaha melemahkan hubungan yang luas dan rumit antara dua ekonomi terbesar dunia.

Beijing telah menegaskan kontrol yang lebih besar atas perusahaan swastanya, terutama perusahaan seperti Didi, yang memiliki data ekstensif tentang ratusan juta penduduk yang menjadi tukang ojek dan pengendara taksi China. Pemerintah Xi Jinping mencari sektor swasta yang memiliki visi lebih sejalan dengan fokus Partai Komunis untuk menyebarkan kekayaan (common prosperity) dan memenuhi tujuan kebijakannya -tujuan yang kemungkinan besar tidak dapat dibantu oleh investor Wall Street.

Pemerintah Amerika, yang melihat China sebagai saingan ekonomi, politik dan militer terbesar, telah memberikan tekanannya sendiri pada hubungan China. Kondisi tersebut telah memaksa beberapa perusahaan China yang dikendalikan negara untuk menghapuskan saham AS mereka.

Pada bulan Mei, China Telecom, bersama China Mobile Ltd. dan China Unicom (Hong Kong) Ltd., gagal dalam banding setelah dihapus dari Bursa Efek New York, yang bergerak untuk mematuhi daftar hitam investasi yang diperkenalkan di bawah mantan Presiden Donald Trump. Komisi Sekuritas dan Bursa AS baru-baru ini juga telah mengadopsi aturan yang akan mengharuskan perusahaan China untuk lebih membuka pembukuan mereka ke perusahaan akuntansi Amerika atau dikeluarkan dari bursa sahamnya.

HALAMAN 2>>


(fsd)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Cuan Perang Dagang, Produsen Kemasan Kertas RI Tembus Pasar AS

Pages