Terpuruk di November, Rupiah Lebih Baik dari Ringgit Malaysia

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
01 December 2021 11:55
ilustrasi uang
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terpuruk melawan dolar Amerika Serikat (AS) sepanjang bulan November. Meski demikian, pelemahan rupiah tidak sebesar beberapa mata uang ASEAN lainnya, termasuk ringgit Malaysia yang mencatat kinerja terburuk.

Melansir data Refinitiv, rupiah merosot 1,09% ke Rp 14.320/US$ di bulan November. Sementara ringgit jeblok 1,47%. Ringgit menjadi mata uang Asia terburuk di bulan November, disusul baht Thailand dan dolar Singapura.

Rupiah berada di urutan ke-empat. Mata uang terburuk semuanya berasal dari kawasan ASEAN, sementara beberapa mata uang Asia lainnya mampu menguat melawan dolar AS.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia sepanjang bulan November.

Mata UangKurs 30 NovemberPerubahan
USD/CNY6,3640-0,64%
USD/IDR14.3201,09%
USD/INR75,0900,23%
USD/JPY113,13-0,76%
USD/KRW1.182,710,70%
USD/MYR4,20001,47%
USD/PHP50,410-0,22%
USD/SGD1,36411,13%
USD/THB33,711,26%
USD/TWD27,628-0,70%

Awal dan akhirnya November menjadi waktu yang berat bagi rupiah dan beberapa mata uang Asia lainnya. Di awal bulan, bank sentral AS (The Fed) mengumumkan tapering, sementara di akhir November virus corona Omicron yang memberikan tekanan.

The Fed resmi mengumumkan tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) pada 4 November lalu. Tidak seperti tahun 2013, tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) kali ini tidak menimbulkan gejolak di pasar finansial global, yang dikenal dengan istilah taper tantrum.

Sehari setelah pengumuman tersebut rupiah justru menguat dan berlanjut beberapa hari setelahnya. Tetapi situasi berubah ketika pejabat elit The Fed yang menyatakan perlunya untuk mempercepat laju tapering guna meredam inflasi yang tinggi.

Terbaru, ketua The Fed, Jerome Powell juga mendukung hal tersebut, dan bisa memberikan tekanan bagi rupiah di penghujung tahun ini.

"Saat ini perekonomian sangat kuat dan inflasi juga sangat tinggi, oleh karena itu menurut pandangan saya akan tepat jika mempertimbangkan menyelesaikan tapering lebih cepat, mungkin beberapa bulan lebih awal," kata Powell di hadapan Senat AS, sebagaimana diwartakan CNBC International, Selasa (30/11).

The Fed mulai mulai melakukan tapering sebesar US$ 15 miliar setiap bulannya mulai November lalu. Dengan nilai QE sebesar US$ 120 miliar, butuh waktu 8 bulan untuk menyelesaikannya. Artinya, tapering akan berakhir pada bulan Juni tahun depan.

Beberapa pejabat elit The Fed memang banyak mendorong untuk mempercepat laju tapering. Tetapi, Powell diperkirakan tidak akan se-hawkish itu.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Spekulasi Suku Bunga & Omicron Akan Tekan Rupiah di Desember

Jay Powell ternyata bersikap lebih hawkish dan membuat pasar cukup terkejut.

"Semua orang terkejut dengan sikap Powell yang menjadi hawkish. The Fed kini kemungkinan akan menaikkan suku bunga dengan lebih agresif," kata Edward Moya, analis pasar senior di OANDA, sebagaimana dilansir CNBC International, Selasa (30/12).

Pasca pernyataan Powell tersebut, spekulasi kenaikan suku bunga di bulan Juni 2022 semakin menguat. Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, pelaku pasar kini melihat probabilitas sebesar 44% The Fed akan menaikkan suku bunga 25 basis poin (0,25% menjadi 0,25% - 0,5% pada bulan Juni tahun depan.

cmeFoto: CME Group

Probabilitas tersebut menjadi yang tertinggi dibandingkan yang lainnya.

Powell juga mengatakan akan membahas mengenai percepatan tapering di bulan ini.

"Saya mengharapkan The Fed akan mendiskusikan percepatan tapering pada rapat bulan Desember," tambah Powell.

Artinya, hingga pengumuman kebijakan moneter The Fed bulan ini, rupiah akan sulit menguat. Apalagi jika nanti The Fed benar mempercepat laju tapering, dan memberikan sinyal suku bunga naik lebih awal.

Selain The Fed, perkembangan virus corona Omicron juga menjadi perhatian.

Stephane Bancel, CEO Moderna yang membuat vaksin virus corona, mengatakan kepada Financial Times jika dia memperkirakan vaksin yang ada saat ini kurang efektif melawan Omicron.

Senin lalu, Bancel juga mengatakan akan memerlukan waktu beberapa bulan jika harus mengembangkan vaksin baru.

Hal tersebut membuat sentimen pelaku pasar memburuk. Kala sentimen memburuk, rupiah sebagai mata uang emerging market menjadi kurang diuntungkan.

TIM RISET CNBC INDONESIA

 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular