Rupiah Anjlok? Tenang, Temannya Banyak! Ada yang Lebih Buruk

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
17 June 2022 10:41
Warga melintas di depan toko penukaran uang di Kawasan Blok M, Jakarta, Jumat (20/7). di tempat penukaran uang ini dollar ditransaksikan di Rp 14.550. Rupiah melemah 0,31% dibandingkan penutupan perdagangan kemarin. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) semakin melemah. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terpuruk melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (17/6/2022) hingga tembus ke atas Rp 14.800/US$. Jika tidak mampu bangkit hingga penutupan perdagangan nanti, rupiah akan mencatat pelemahan 5 hari beruntun.

Melansir data Refinitiv begitu perdagangan dibuka rupiah langsung jeblok 0,37% ke Rp 14.820/US$. Rupiah kemudian bergerak volatil, depresiasi rupiah bertambah menjadi 0,44% ke Rp 14.830/US$ yang merupakan level terlemah sejak Oktober 2020. Rupiah sempat berbalik menguat 0,3% ke Rp 14.720/US$, sebelum kembali melemah 0,41% ke Rp 14.825/US$ pada pukul 9:56 WIB.

Meski jeblok, tetapi kinerja rupiah masih lebih baik dari yen Jepang yang merosot hingga 1,55%, dan baht Thailand sebesar 0,54%.

Mayoritas mata uang utama Asia memang mengalami pelemahan, tetapi ringgit Malaysia pagi ini mampu menguat tipis 0,02%.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.

Memburuknya sentimen pelaku pasar membuat mata uang Asia rontok. Hal ini tidak lepas dari kebijakan bank sentral AS (The Fed) yang menaikkan suku bunga 75 basis poin menjadi 1,5% - 1,75%.

Bank sentral paling powerful di dunia ini semakin agresif dalam menaikkan suku bunga.

The Fed di bulan depan juga akan menaikkan suku bunga 50 - 75 basis poin, dan di akhir tahun akan berada di kisaran 3,25% - 3,5%.

Banyak analis kini menyangsikan langkah yang diambil The Fed tepat. Pernyataan dari ketua The Fed Jerome Powell juga dikatakan berbeda dengan kenyataan di lapangan.

"Apa yang dikhawatirkan pasar, bahkan sebelum terjadi resesi adalah kebijakan yang salah, bahwa The Fed merusak sesuatu. Pasar mempertanyakan pernyataan perekonomian yang dikatakan kuat," kata Quincy Krosby, kepala ahli strategi ekuitas di LPL Financial, sebagaimana dilansir CNBC International, Kamis (16/5/2022).

Powell sebelumnya menyatakan tidak melihat tanda-tanda pelambatan ekonomi yang luas. Namun, data berkata lain. Dari sektor perumahan pada Mei terjadi penurunan pembangunan rumah hingga 14,4%, padahal saat ini di Amerika Serikat sedang terjadi kelangkaan rumah bahkan dikatakan pada level kronis.

Kemudian sektor manufaktur di wilayah Philadelpiha kembali mengalami kontraksi, pengajuan klaim tunjangan pengangguran mingguan juga lebih tinggi dari perkiraan.

Kemudian dengan inflasi yang mencapai level tertinggi 41 tahun, tingkat keyakinan konsumen menjadi merosot, dan penjualan ritel turun 0,3% pada Mei dari bulan sebelumnya.

Ketika tingkat keyakinan konsumen merosot, maka belanja rumah tangga yang merupakan tulang punggung perekonomian juga akan menurun. Hal ini berdampak buruk pada perekonomian Amerika Serikat.

Powell juga dikatakan "mencla-mencle" dalam beberapa kesempatan, yang membuat pasar semakin khawatir kebijakan yang diambil salah.

Ketua The Fed dua periode ini sebelumnya mengatakan tidak banyak yang bisa dilakukan untuk mengendalikan inflasi energi dan harga makanan, tetapi menyarankan akan terus menaikkan suku bunga hingga harga gas turun.

Kemudian ekspektasi inflasi yang sebelumnya masih cukup bagus. Tetapi kenaikan suku bunga sebesar 75 basis poin dikatakan sebagai akibat naiknya ekspektasi inflasi.

"Pernyataan Powell membingungkan, kurang percaya diri, dan menaikkan risiko makroekonomi dan stabilitas finansial," tulis Bespoke Invevestment Group dalam sebuah catatan ke nasabahnya yang dikutip CNBC Indonesia.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Tembus Rp 15.700/US$, Ringgit Malaysia Menguat Tajam!

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular