
Rupiah Siaga Satu! Jay Powell Tebar "Benih" Taper Tantrum

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sempat menguat cukup tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan Selasa kemarin, hingga ke bawah Rp 14.300/US$. Tetapi, sentimen negatif dari dalam negeri, serta kabar terbaru dari virus corona Omicron membuat rupiah berbalik melemah, dan berisiko berlanjut pada hari ini, Rabu (1/12), sebab ketua bank sentral AS (The Fed) Jerome 'Jay' Powell mulai menebar "benih-benih" taper tantrum.
Sentimen negatif datang dari dalam negeri dimana DKI Jakarta dan beberapa wilayah Jawa Bali mengalami kenaikan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) menjadi level 2 dari sebelumnya level 1.
Selain itu, sentimen pelaku pasar global yang cukup bagus seketika berubah setelah CEO Moderna, Stephane Bancel mengatakan kepada Financial Times jika dia memperkirakan vaksin yang ada saat ini kurang efektif melawan Omicron.
Kabar buruk lainnya bagi rupiah datang dari Jay Powell yang mengatakan bisa mempercepat laju tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE).
"Saat ini perekonomian sangat kuat dan inflasi juga sangat tinggi, oleh karena itu menurut pandangan saya akan tepat jika mempertimbangkan menyelesaikan tapering lebih cepat, mungkin beberapa bulan lebih awal," kata Powell di hadapan Senat AS, sebagaimana diwartakan CNBC International, Selasa (30/11).
The Fed mulai mulai melakukan tapering sebesar US$ 15 miliar setiap bulannya mulai November lalu. Dengan nilai QE sebesar US$ 120 miliar, butuh waktu 8 bulan untuk menyelesaikannya. Artinya, tapering akan berakhir pada bulan Juni tahun depan.
Pasar masih kalem merespon tapering tersebut, tidak terjadi gejolak di pasar finansial seperti pada tahun 2013, yang disebut taper tantrum. Sebabnya, Powell sudah memberikan indikasi akan melakukan tapering sejak awal tahun ini, sehingga pasar lebih siap. Rupiah pun masih sempat menguat saat tapering dimulai bulan lalu.
Tetapi, percepatan tapering menjadi kejutan bagi pasar yang berisiko menimbulkan gejolak. Apalagi ketika tapering dipercepat, ada peluang The Fed juga menaikkan suku bunga lebih awal.
Bursa saham Eropa dan AS (Wall Street) yang merosot akibat Omicron makin rontok merespon pernyataan Powell.
"Saya mengharapkan The Fed akan mendiskusikan percepatan tapering pada rapat bulan Desember," tambah Powell.
Secara teknikal, belum ada perubahan level-level yang harus diperhatikan mengingat rupiah kemarin berakhir stagnan. Rupiah yang disimbolkan USD/IDR masih tertahan di bawah rerata pergerakan 200 hari (moving average 200/MA 200) di kisaran Rp 14.340/US$. Artinya sudah 3 hari beruntun MA 200 menahan pelemahan rupiah.
Kemarin, level tersebut memang sempat ditembus, tetapi rupiah masih mengakhiri perdagangan di bawahnya.
![]() Foto: Refinitiv |
Jika level tersebut ditembus, rupiah berisiko melemah ke Rp 14.365/US$. Penembusan ke atas level tersebut akan membawa rupiah merosot ke Rp 14.400/US$. Jika rupiah mengakhiri perdagangan hari ini di atas MA 200, maka tidak menutup kemungkinan akan merosot ke Rp 14.500/US$ di pekan ini.
Tekanan bagi rupiah juga cukup besar melihat indikator Stochastic pada grafik harian bergerak naik tetapi belum mencapai wilayah jenuh beli (overbought).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Ketika USD/IDR mencapai overbought, maka kemungkinan akan berbalik turun. Artinya, selama belum mencapai wilayah overbought tekanan rupiah masih cukup besar.
Sementara itu MA 100 di kisaran Rp 14.300/US$ hingga Rp 14.290/US$ menjadi support terdekat yang harus dilewati rupiah agar bisa menguat lebih lanjut.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
