
Terpuruk di November, Rupiah Lebih Baik dari Ringgit Malaysia

Jay Powell ternyata bersikap lebih hawkish dan membuat pasar cukup terkejut.
"Semua orang terkejut dengan sikap Powell yang menjadi hawkish. The Fed kini kemungkinan akan menaikkan suku bunga dengan lebih agresif," kata Edward Moya, analis pasar senior di OANDA, sebagaimana dilansir CNBC International, Selasa (30/12).
Pasca pernyataan Powell tersebut, spekulasi kenaikan suku bunga di bulan Juni 2022 semakin menguat. Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, pelaku pasar kini melihat probabilitas sebesar 44% The Fed akan menaikkan suku bunga 25 basis poin (0,25% menjadi 0,25% - 0,5% pada bulan Juni tahun depan.
![]() |
Probabilitas tersebut menjadi yang tertinggi dibandingkan yang lainnya.
Powell juga mengatakan akan membahas mengenai percepatan tapering di bulan ini.
"Saya mengharapkan The Fed akan mendiskusikan percepatan tapering pada rapat bulan Desember," tambah Powell.
Artinya, hingga pengumuman kebijakan moneter The Fed bulan ini, rupiah akan sulit menguat. Apalagi jika nanti The Fed benar mempercepat laju tapering, dan memberikan sinyal suku bunga naik lebih awal.
Selain The Fed, perkembangan virus corona Omicron juga menjadi perhatian.
Stephane Bancel, CEO Moderna yang membuat vaksin virus corona, mengatakan kepada Financial Times jika dia memperkirakan vaksin yang ada saat ini kurang efektif melawan Omicron.
Senin lalu, Bancel juga mengatakan akan memerlukan waktu beberapa bulan jika harus mengembangkan vaksin baru.
Hal tersebut membuat sentimen pelaku pasar memburuk. Kala sentimen memburuk, rupiah sebagai mata uang emerging market menjadi kurang diuntungkan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
