
Terpuruk di November, Rupiah Lebih Baik dari Ringgit Malaysia

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terpuruk melawan dolar Amerika Serikat (AS) sepanjang bulan November. Meski demikian, pelemahan rupiah tidak sebesar beberapa mata uang ASEAN lainnya, termasuk ringgit Malaysia yang mencatat kinerja terburuk.
Melansir data Refinitiv, rupiah merosot 1,09% ke Rp 14.320/US$ di bulan November. Sementara ringgit jeblok 1,47%. Ringgit menjadi mata uang Asia terburuk di bulan November, disusul baht Thailand dan dolar Singapura.
Rupiah berada di urutan ke-empat. Mata uang terburuk semuanya berasal dari kawasan ASEAN, sementara beberapa mata uang Asia lainnya mampu menguat melawan dolar AS.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia sepanjang bulan November.
Mata Uang | Kurs 30 November | Perubahan |
USD/CNY | 6,3640 | -0,64% |
USD/IDR | 14.320 | 1,09% |
USD/INR | 75,090 | 0,23% |
USD/JPY | 113,13 | -0,76% |
USD/KRW | 1.182,71 | 0,70% |
USD/MYR | 4,2000 | 1,47% |
USD/PHP | 50,410 | -0,22% |
USD/SGD | 1,3641 | 1,13% |
USD/THB | 33,71 | 1,26% |
USD/TWD | 27,628 | -0,70% |
Awal dan akhirnya November menjadi waktu yang berat bagi rupiah dan beberapa mata uang Asia lainnya. Di awal bulan, bank sentral AS (The Fed) mengumumkan tapering, sementara di akhir November virus corona Omicron yang memberikan tekanan.
The Fed resmi mengumumkan tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) pada 4 November lalu. Tidak seperti tahun 2013, tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) kali ini tidak menimbulkan gejolak di pasar finansial global, yang dikenal dengan istilah taper tantrum.
Sehari setelah pengumuman tersebut rupiah justru menguat dan berlanjut beberapa hari setelahnya. Tetapi situasi berubah ketika pejabat elit The Fed yang menyatakan perlunya untuk mempercepat laju tapering guna meredam inflasi yang tinggi.
Terbaru, ketua The Fed, Jerome Powell juga mendukung hal tersebut, dan bisa memberikan tekanan bagi rupiah di penghujung tahun ini.
"Saat ini perekonomian sangat kuat dan inflasi juga sangat tinggi, oleh karena itu menurut pandangan saya akan tepat jika mempertimbangkan menyelesaikan tapering lebih cepat, mungkin beberapa bulan lebih awal," kata Powell di hadapan Senat AS, sebagaimana diwartakan CNBC International, Selasa (30/11).
The Fed mulai mulai melakukan tapering sebesar US$ 15 miliar setiap bulannya mulai November lalu. Dengan nilai QE sebesar US$ 120 miliar, butuh waktu 8 bulan untuk menyelesaikannya. Artinya, tapering akan berakhir pada bulan Juni tahun depan.
Beberapa pejabat elit The Fed memang banyak mendorong untuk mempercepat laju tapering. Tetapi, Powell diperkirakan tidak akan se-hawkish itu.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Spekulasi Suku Bunga & Omicron Akan Tekan Rupiah di Desember
