Presiden Jokowi Ngeri Sama Tapering, Sehoror Itukah?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
18 November 2021 15:45
Gubernur bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve, Jerome Powell  (AP Photo/Jacquelyn Martin)
Foto: Gubernur bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve, Jerome Powell (AP Photo/Jacquelyn Martin)

Normalisasi kebijakan The Fed kali ini sebenarnya bisa lebih agresif ketimbang di 2013. The Fed yang kala itu dipimpin Ben Bernanke mengumumkan tapering pada Juni 2013, tetapi baru resmi dilakukan pada Januari 2014, dan QE resmi berakhir pada Oktober 2014.

Setelah itu, The Fed baru menaikkan suku bunga pertama kali pada Desember 2015 sebesar 25 basis poin menjadi 0,25% - 0,5%. Artinya, rentang waktu lebih dari satu tahun suku bunga baru dinaikkan setelah QE selesai di Oktober 2014.

Sementara kali ini, pasar memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga hanya satu bulan setelah QE selesai pada bulan Juni nanti. Sebabnya, inflasi yang sangat tinggi di AS.

Pada Rabu pekan lalu, Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) bulan Oktober melesat 6,2% year-on-year (YoY), menjadi kenaikan terbesar sejak Desember 1990.

Sementara inflasi CPI inti yang tidak memasukkan sektor makanan dan energi dalam perhitungan tumbuh 4,6%, lebih tinggi dari ekspektasi 4% dan tertinggi sejak Agustus 1991.

Ketika inflasi di AS terus tinggi dan meninggi, maka The Fed bukan tidak mungkin prediksi pasar menjadi kenyataan. Tidak hanya sekali, The Fed bahkan diperkirakan bisa menaikkan suku bunga hingga 3 kali di semester II-2022, artinya sangat agresif.

fedFoto: Fedwatch CME Group

Kenaikan pertama sebesar 25 basis poin diperkirakan terjadi pada Juli 2022, dengan probabilitas sebesar 43%, berdasarkan data Fedwatch milik CME Group. Kenaikan kedua diperkirakan di September 2022, dan sekali lagi di penghujung tahun.

Jika skenario tersebut terjadi, ada risiko capital outflow yang besar dari dalam negeri. Oleh karena itu, pasar saat ini menanti respon dari Bank Indonesia (BI), bagaimana outlook kebijakan moneternya. Apakah ahead the curve atau behind the curve?

Ahead the curve, merupakan jargon yang sering kali disebutkan Gubernur BI Perry Warjiyo pada tahun 2018 lalu.

Jargon ahead the curve yang dimaksud Perry mengacu kepada sikap hawkish yang diterapkannya dalam merespons normalisasi tingkat suku bunga acuan yang dilakukan bank sentral AS (The Fed). Saat itu Perry sangat agresif dalam menaikkan suku bunga.

Tetapi, jika BI mendahului The Fed menaikkan suku bunga, dukungan kebijakan moneter untuk mendongkrak laju pertumbuhan ekonomi akan berkurang. Sehingga tahun 2022 akan menjadi tantangan bagi perekonomian Indonesia.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular