
Presiden Jokowi Ngeri Sama Tapering, Sehoror Itukah?

Jawabannya ada di tahun 2013. Sebelum tahun ini, The Fed pernah melakukan tapering di tahun itu dan hasilnya gejolak di pasar finansial global. Tapering The Fed memicu lonjakan yield obligasi AS (Treasury), sebab pasar setelah QE berakhir, maka langkah selanjutnya yang akan diambil adalah menaikkan suku bunga.
Alhasil, terjadi capital outflow yang sangat besar dari negara-negara emerging market termasuk Indonesia dan kembali ke Amerika Serikat. Pasar finansial global seketika terguncang, aset-aset berisiko berguguran, dolar AS menguat sangat tajam. Fenomena tersebut disebut taper tantrum.
Rupiah menjadi salah satu korban tapering. The Fed saat itu mengumumkan tapering pada pertengahan 2013, dan berdampak pada pelemahan rupiah hingga tahun 2015.
Di akhir Mei 2013, kurs rupiah berada di level Rp 9.790/US$ kemudian terus melemah hingga mencapai puncaknya pada 29 September 2015 menyentuh level terlemah Rp 14.730/US$, artinya terjadi pelemahan lebih dari 50%.
Jebloknya kinerja rupiah berdampak besar dan buruk bagi Indonesia. Pertumbuhan ekonomi menjadi melambat, beban pembayaran utang pemerintah juga jadi membengkak.
Di kuartal II-2014, produk domestik bruto (PDB) Indonesia tumbuh 4,94% year-on-year (YoY). Untuk pertama kalinya sejak kuartal III-2009, Indonesia mencatat pertumbuhan ekonomi di bawah 5%. Setelahnya, PDB Indonesia sulit kembali ke atas 5%.
Maka, wajar tapering membuat orang-orang takut seperti kata Jokowi. Tetapi tapering kali ini berbeda, tidak ada taper tanrum seperti di tahun 2013. Penyebabnya, komunikasi yang baik dari The Fed ke pasar finansial global.
Ketua The Fed, Jerome Powell, jauh-jauh hari sudah mengindikasikan akan melakukan tapering, sehingga pasar lebih siap. Pergerakan rupiah pun masih stabil, tidak ada gejolak yang berlebihan di bulan ini.
Tetapi, bukan berarti semua aman-aman saja. Pasar obligasi Indonesia mengalami capital outflow yang cukup besar di bulan ini.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, terjadi capital outflow lebih dari Rp 23 triliun pada periode 1 - 15 November.
Capital outflow tersebut berisiko terus berlanjut sebab The Fed diprediksi akan agresif menaikkan suku bunga di tahun depan.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> The Fed Bisa 3 Kali Menaikkan Suku Bunga