Analisis

Tenggat OJK Sebulan Lagi, Ini 5 Saham Bank Mini 'Termurah'!

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
11 November 2021 10:10
Bank Victoria
Foto: Bank Victoria

Jakarta, CNBC Indonesia - Emiten bank mini (khususnya yang memiliki modal inti di bawah Rp 2 triliun) terus diburu waktu untuk memenuhi ketentuan otoritas soal pemenuhan modal minimum Rp 2 triliun.

Adapun tenggat akhir pemenuhan modal minimum tersebut paling lambat akhir bulan depan atau tinggal sebulan lagi.

Akhir 2021 ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memang mengharuskan bank untuk memiliki modal minimal Rp 2 triliun jika tak mau turun kasta menjadi BPR alias Bank Perkreditan Rakyat.

Untuk tahun depan, modal minimal mencapai Rp 3 triliun sebagaimana termaktub dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum.

Kabar baiknya, sebagaimana penjelasan OJK kepada CNBC Indonesia, Jumat (5/11), seluruh pemilik bank mini dengan modal inti di bawah Rp 2 triliun telah berkomitmen untuk memenuhi modal minimum Rp 2 triliun pada tahun ini.

Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III OJK Slamet Edy Purnomo mengatakan hingga saat ini OJK masih menunggu realisasi dari perbankan ini untuk memenuhi ketentuan modalnya ini.

"Semua komitmen bisa penuhi modal Rp 2 triliun, tinggal nunggu realisasinya," kata Slamet dalam pesannya kepada CNBC Indonesia, Jumat (5/11/2021).

Sebelumnya, ketentuan pemenuhan modal inti oleh regulator tersebut, yang kemudian membuat investor berspekulasi soal masuknya investor strategis ke sejumlah bank, turut membuat harga saham bank mini melambung tinggi sejak awal tahun ini.

Ditambah lagi dengan 'bumbu' narasi transformasi bank mini menjadi bank digital. Apalagi, pada akhir Oktober lalu OJK telah meluncurkan cetak biru transformasi digital perbankan dalam upaya mempercepat transformasi digital pada industri perbankan nasional.

Melonjaknya saham-saham bank mini akhirnya mengundang pertanyaan, bagaimana dengan valuasinya? Apakah valuasi bank mini menjadi kemahalan (overvalued) seiring melesatnya harga sahamnya?

Ternyata, tidak semua valuasi bank mini lantas menjadi terlalu mahal seiring lonjakan harga saham. Di bawah ini, Tim Riset CNBC Indonesia menampilkan daftar 5 saham bank mini yang tergolong masih murah (undervalued) dibandingkan dengan valuasi industrinya.

Umumnya, ada dua rasio utama dalam analisis fundamental, yakni Price Earning Ratio (PER) dan Price to Book Value (PBV).

PER merupakan metode valuasi yang membandingkan laba bersih per saham dengan harga pasarnya.

Semakin rendah PER maka biasanya perusahaan juga akan dianggap semakin murah, Untuk PER biasanya secara rule of thumb akan dianggap murah apabila rasio ini berada di bawah angka 10 kali.

Sementara PBV adalah metode valuasi yang membandingkan nilai buku suatu emiten dengan harga pasarnya. Semakin rendah PBV biasanya perusahaan akan dinilai semakin murah. Secara Rule of Thumb, PBV akan dianggap murah apabila rasionya berada di bawah angka 1 kali.

Nilai PBV yang lebih rendah dibanding rerata industri lebih diminati karena menjadi indikator saham yang relatif murah, dan sebaliknya.

Untuk saham sektor keuangan, PBV cenderung dianggap lebih cocok digunakan mengingat mayoritas aset-aset perbankan adalah dalam bentuk kas, surat berharga, dan tagihan, sementara sektor lain bisa memakai PER.

Jadi, dalam kesempatan ini, Tim Riset CNBC Indonesia akan berfokus pada rasio PBV untuk melihat valuasi saham bank mini.

Rasio PBV 5 Bank Mini di BEI

Kode Ticker

Harga Terakhir

% Year to Date (Ytd)

Rasio PBV (x)

BVIC

166

45.61

0.58

INPC

149

115.94

0.66

BKSW

186

75.47

1.09

BACA

302

-19.68

1.28

DNAR

284

60.12

1.30

Sumber: Bursa Efek Indonesia (BEI) |Data per 10 November 2021

Berdasarkan tabel di atas, dari 5 saham yang diamati, ada 2 saham dengan rasio PBV di bawah rule of thumb 1 kali, yakni PT Bank Victoria International Tbk (BVIC) dengan rasio 0,58 kali dan PT Bank Artha Graha Internasional Tbk (INPC) dengan rasio 0,66 kali.

Sementara, 3 saham lainnya memiliki rasio PBV di atas 1 kali, yaitu PT Bank QNB Indonesia Tbk (BKSW) dengan rasio 1,09 kali, PT Bank Capital Indonesia Tbk (BACA) dengan rasio 1,29 kali, dan PT Bank Oke Indonesia Tbk (DNAR) sebesar 1,30 kali.

Akan tetapi, apabila dibandingkan dengan rerata rasio PBV industri yang sebesar 6,19 kali, kelima saham tersebut masih tergolong murah.

NEXT: Simak Rapor Keuangan Bank Mini!

Sementara itu, apabila menilik kinerja, rapor keuangan kelima bank mini tersebut cenderung beragam.

Bank Victoria, misalnya, berhasil membukukan kenaikan laba bersih secara signifikan sebesar 395,53% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp 42,44 miliar hingga akhir September 2021.

Hal tersebut, ditopang oleh pertumbuhan pendapatan bunga syariah bersih sebesar 88,44% secara tahunan menjadi Rp 269,08 miliar per akhir kuartal III tahun ini.

Namun, penyaluran kredit serta pembiayaan dan piutang syariah, yakni ke pihak ketiga, hanya tumbuh sedikit sebesar 0,51% pada 30 September 2021 menjadi Rp 14,68 triliun dibandingkan dengan posisi akhir tahun lalu di Rp 14,61 triliun.

Berbeda nasib, Bank QNB Indonesia tercatat masih mencatatkan rugi hingga September 2021, kendati semakin mengecil.

Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, rugi bersih Bank QNB Indonesia tercatat mengecil dari Rp 662,29 miliar pada 9 bulan pertama 2020 menjadi Rp 601,70 miliar pada periode yang sama 2021.

Seiring dengan menciutnya rugi bersih, pendapatan bunga bersih bank milik Qatar Nasional Bank (QNB) tercatat naik 25,98% secara tahunan menjadi Rp 254,26 miliar per akhir September 2021.

Penyaluran kredit QNB tercatat turun menjadi Rp 10,84 triliun hingga triwulan ketiga 2021, dari Rp 11,92 triliun per 31 Desember 2020. Adapun total simpanan dari nasabah pihak ketiga tercatat sebesar Rp 10,45 triliun, lebih rendah dari posisi akhir tahun 2020 sebesar Rp 11,49 triliun.

Tidak hanya Bank QNB Indonesia, Bank Capital juga membukukan kinerja jeblok sepanjang 9 bulan pertama tahun ini.

Bank Capital mencatatkan penurunan laba bersih secara tahunan sebesar 65,35% menjadi Rp 20,95 miliar pada 30 September 2021.

Di tengah penurunan laba bersih, pendapatan bunga bersih Bank Capital minus secara tahunan, yakni sebesar negatif Rp 379,09 miliar per kuartal III 2021.

Adapun Bank Oke juga mengalami penurunan laba bersih 15,16% secara yoy menjadi Rp 11,26 miliar per kuartal III 2021. Kendati laba turun, pendapatan bunga bersih Bank Oke tercatat tumbuh 27,09% menjadi Rp 218,74 miliar hingga 30 September tahun ini. Per kuartal III 2021, penyaluran kredit kepada pihak ketiga pun naik 16,64% menjadi Rp 4,98 triliun dibandingkan dengan posisi 31 Desember 2020.

Catatan saja, hanya INPC yang belum melaporkan kinerja keuangan per akhir September 2021.

Nah, dengan menilik data di atas, selain soal valuasi kelima saham tersebut yang tergolong murah, investor juga sebaiknya perlu melihat kinerja keuangan serta strategi bisnis bank ke depannya untuk mendapatkan gambaran yang lebih luas dalam berinvestasi.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular