Lama Gak Kedengaran, Ini Kabar Buruk buat Saham ANTM-INCO dkk

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
03 November 2021 08:20
nikel
Foto: REUTERS/Yusuf Ahmad

Selasa kemarin (2/11), harga kontrak berjangka (futures) nikel di London Metal Exchange (LME) turun 0,71% ke US$ 19.562,50/ton dibandingkan penutupan hari sebelumnya.

Harga nikel memang masih mengalami aksi ambil untung (profit taking) akhir-akhir ini. Dalam sepekan harga nikel melemah 2,63%.

Namun, dalam sebulan harga nikel masih melesat 9,14%. Lalu, dalam 3 bulan belakangan masih terapresiasi 0,24% dan sejak awal tahun (year to date) melonjak 17,75%.

Harga nikel LME sendiri sempatĀ menyentuh rekor tertinggi selama 7 tahun terakhir pada Rabu (20/10) di US$ 20.963/ton.

Salah satu sentimen positif untuk nikel adalah soal permintaan nikel datang dari penjualan mobil listrik dunia yang terus bertumbuh dengan pesat.

Penjualan mobil listrik dunia pada semester-I 2021 meroket 160% year-on-year (yoy). Fastmarkets memperkirakan penjualan mobil listrik ini akan terus meningkat seiring dengan wacana pengurangan emisi karbon dunia dalam menghadapi perubahan iklim global.

"Penetrasi EV akan mencapai 15% pada 2025, dan kami memperkirakan akan meningkat menjadi sekitar 35% pada tahun 2030. Ditambah dengan pertumbuhan permintaan dari aplikasi seperti sistem penyimpanan energi (ESS), perangkat 5G, dan Internet of Things (IoT)) infrastruktur," kata Fastmarkets dalam laporan baru-baru ini.

Penjualan mobil listrik yang meroket ini menular ke permintaan baterai mobil listrik di mana nikel adalah salah satu kompenen utamanya.

Sementara, menurut data Rystad Energy, permintaan nikel global diperkirakan akan meningkat menjadi 3,4 juta ton (Mt) pada tahun 2024 dari 2,5 Mt tahun ini.

Analisis oleh Rystad Energy menunjukkan, bahwa kendati pasokan global akan terus meningkat stabil dari tahun ke tahun, peningkatan permintaan yang sebagian didorong oleh transisi energi akan menyebabkan kekurangan pasokan nikel dalam waktu kurang dari dua tahun.

Selain itu, krisis listrik yang terjadi berpotensi melemahkan permintaan bahan baku logam untuk diolah sehingga dikhawatirkan akan ada pengetatan pasokan di tengan persediaan yang sudah sangat rendah.

Lebih lanjut, persediaan nikel di gudang LME juga terus terjun ke level terendah sejak Desember 2019. Pada tanggal 15 Oktober 2021, persediaan nikel tercatat 146.022 ton, turun 38,47% year-on-year (yoy) dibanding 15 Oktober 2020.

Rata-rata persediaan nikel pada bulan Oktober 2021 tercatat 150.570 ton, turun 13,52% month-to-month (mom) dibanding rata-rata persediaan September 2021.

Namun, ada pula sentimen negatif untuk nikel, yaitu soal kembali naiknya kasus Covid-19 di China.

Data NHC per 29 Oktober menunjukkan ada 377 kasus Covid-19 transmisi lokal. Dari 17 Oktober, saat klaster baru grup wisata ditemukan, virus corona sudah menyebar di 14 provinsi, dari sebelumnya 11 provinsi.

Kembali merebaknya virus corona di China berpotensi makin memberatkan aktivitas manufaktur negeri tirai bambu yang saat ini sedang lesu.

Aktivitas manufaktur China yang lesu mengaburkan prospek permintaan komoditas industri seperti nikel. China adalah konsumen terbesar nikel di dunia sebesar 1,31 juta ton pada 2020, mengacu data Statista. Dus, aktivitas ekonomi China memiliki pengaruh terhadap laju harga logam.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(adf/adf)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular