
Likuiditas Seret, Penyebab Emiten Konstruksi RI Merana

Selanjutnya dari sisi profitabilitas tercatat semua BUMN karya memperoleh laba bersih pada semester pertama tahun ini, meskipun nilainya tidak terlalu besar dengan paling kecil dicatatkan ADHI (Rp 8 miliar) dan terbesar dibukukan PP (Rp 86 miliar). Sedangkan tiga dari empat emiten swasta membukukan rugi, di mana hanya TOTL yang mampu mencetak laba Rp 51 miliar.
Jumlah aset yang fantastis tidak serta merta mampu dimaksimalkan untuk meningkat pendapatan perusahaan. Tercatat total aset gabungan BUMN karya mencapai Rp 262 triliun atau lebih besar nyaris 15 kali dari gabungan emiten swasta.
Akan tetapi total pendapatan BUMN karya hanya senilai Rp 22,38 triliun atau tidak mencapai 6,5 kali gabungan pendapatan emiten swasta.
Working capital dua emiten tercatat negatif - Waskita dan ACST - yang menandakan utang jangka pendek lebih besar dari aset lancar milik perusahaan. Sementara itu emiten lain juga tidak mencatatkan modal kerja yang signifikan, dengan nilai terbesar dicatatkan Wika senilai Rp 8,45 triliun.
Dengan menghitung working capital turnover ratio terlihat bahwa emiten di sektor konstruksi belum beroperasi dengan efektivitas tinggi, tercatat rasio terbesar dicatatkan PP yang mampu menghasilkan pendapatan 2,46 kali lebih besar dari modal kerja yang dimiliki.
Rendahnya rasio tersebut menunjukkan emiten konstruksi masih belum efisien dan efektif dalam mengelola modal kerja demi menjaga kelancaran siklus operasi.
Saat ini memang terdapat banyak faktor eksternal seperti kondisi ekonomi dan pandemi yang membuat perusahaan kesusahan dalam mengelola utang dan menjaga likuiditas. Akan tetapi ke depannya perusahaan tentu perlu berusaha lebih keras lagi mencari jalan keluar demi mengelola perusahaan yang dapat memuaskan kreditor dan pemegang saham khususnya serta pemangku kepentingan lain secara umum.
(fsd/fsd)[Gambas:Video CNBC]