Likuiditas Seret, Penyebab Emiten Konstruksi RI Merana

Feri Sandria, CNBC Indonesia
08 October 2021 17:45
Rapat Kerja Komisi VI DPR RI dengan Menteri BUMN Erick Thohir (Tangkapan Layar Youtube DPR RI)
Foto: Pembangunan Jalan Tol Serpong – Balaraja. (Dok. Kementerian PUPR)

Dari sisi utang usaha, selain ACST, emiten swasta memiliki tingkat utang yang relatif jauh lebih rendah dan 'aman' dibandingkan dengan emiten BUMN karya.

ACST mencatatkan rasio utang terhadap ekuitas (debt to equity rasio/DER) terbesar, yakni mencapai 16,21x dengan total utang tercatat sebesar Rp 2,75 triliun.

Selanjutnya diikuti oleh empat emiten karya dengan DER di atas 2,7x, angka terbesar dicatatkan ADHI yang nilai utang usaha mencapai 5,97 ekuitas perusahaan. Adapun nilai DER terkecil emiten karya dicatatkan oleh WIKA (2,73x) dan dikuti oleh PTPP (2,92x). Waskita sendiri memiliku DER 5,75x dengan jumlah utang terbesar dari semuanya atau mencapai Rp 89,73 triliun.

Sementara tiga emiten swasta lain, nilainya bervariasi dari 0,62x hingga 1,32x jumlah ekuitas perusahaan.

Tingginya nilai DER ini dapat diartikan bahwa pertumbuhan perusahaan sebagian besar disokong oleh utang usaha. Semakin tinggi nilainya semakin besar perusahaan mendanai proyek dan bisnis yang dimiliki.

Selanjutnya jumlah utang yang besar tersebut tentu akan membuat pusing manajemen, utang jangka pendek merupakan yang paling krusial karena jika tidak diselesaikan dapat mengganggu kegiatan operasi.

Tingkat likuiditas juga dapat diukur dari kemampuan perusahaan membayar utang jangka pendek menggunakan aset lancar yang dimiliki. Dari kedelapan emiten tersebut hanya Waskita dan ACST yang current rasio nya tidak mencapai 100%, artinya utang jangka pendek yang dimiliki kedua perusahaan tersebut lebih kecil dari aset lancar.

Dari BUMN konstruksi Wika kembali mencatatkan nilai terbaik dengan rasio mencapai 126%, sedangkan secara keseluruhan JKON yang merupakan perusahaan swasta memiliki rasio hingga 184%.

Rasio yang kecil seperti Waskita (69%) dan ACST (80%) memang dapat mengindikasi masalah keuangan, akan tetapi rasio yang terlalu besar juga tidak sepenuhnya 'bagus', karena perusahaan memiliki aset yang berlebih yang hanya duduk diam, dan tidak memberikan keuntungan lebih.

Likuiditas dan profitabilitas emiten konstruksiFoto: Feri Sandria
Likuiditas dan profitabilitas emiten konstruksi

Terakhir dari segi kemampuan perusahaan membayar utang jangka pendeknya hanya menggunakan kas atau setara kas yang dimiliki kembali emiten swasta mempunyai kinerja yang lebih bagus, dengan nilai quick rasio tiga emiten swasta berada level 40% lebih dengan SSIA (58%) sebagai juara.

Sementara itu jika harus melunasi utang jangka pendek hanya dari kas perusahaan emiten karya akan mengalami kesulitan, paling parah dialami ADHI yang kas perusahaan hanya mampu membayar 2,42% utang jangka pendek, disusul oleh Waskita (5,75%), sedangkan PP dan Wika memiliki kondisi lebih baik yang nilainya secara berurutan sebesar 17,99% dan 22,82%.

(fsd/fsd)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular