Saham Bank Raksasa Diborong, IHSG Tembus & Kuat di 6.200

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham-saham bank raksasa atau berkapitalisasi pasar besar (big cap) kompak menguat, di tengah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sempat melonjak 1%, pada awal perdagangan hari ini, Kamis (30/9/2021). Seiring dengan kenaikan tersebut, asing cenderung mencatatkan beli bersih (net buy) di saham perbankan tersebut pagi ini.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), pada pukul 09.30 WIB, IHSG melesat 0,88% ke 6.217,22. Lima menit sebelumnya, IHSG sempat melejit 1% ke posisi 6.224,20. Di tengah kenaikan IHSG tersebut, investor asing melakukan beli bersih di pasar reguler Rp 276,50 miliar dan jual bersih Rp 2,54 miliar di pasar negosiasi dan tunai.
Berikut kenaikan saham bank besar, berdasarkan data BEI.
Bank Rakyat Indonesia (BBRI), saham +2,14%, ke Rp 3.820, net buy Rp 219,8 M
Bank Mandiri (BMRI), +2,08%, ke Rp 6.125, net buy Rp 21,4 M
Bank Danamon Indonesia (BDMN), +1,95%, ke Rp 2.620, net buy Rp 313,99 juta
Bank Pan Indonesia (PNBN), +1,37%, ke Rp 740, net buy Rp 221,57 juta
Bank Central Asia (BBCA), +1,29%, ke Rp 33.325, net buy Rp 74,3 M
Bank Permata (BNLI), +1,16%, ke Rp 1.740, net sell Rp7,47 juta
Bank CIMB Niaga (BNGA), +1,03%, ke Rp 980, net sell Rp 84,70 juta
Bank Negara Indonesia (BBNI), +0,96%, ke Rp 5.275, net buy Rp 2,44 M
Menurut data di atas, saham bank BUMN BBRI memimpin kenaikan dengan melesat 2,14% ke Rp 3.820/saham. Nilai transaksi saham emiten dengan nilai kapitalisasi terbesar kedua ini mencapai Rp 393,5 miliar, tertinggi di bursa. Sementara, asing pun beramai-ramai masuk ke saham BBRI dengan net buy 219,8 miliar, terbesar di bursa pagi ini.
Kabar teranyar, BBRI, baru saja mencatatkan aksi korporasi penambahan modal melalui penerbitan saham baru dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau rights issue terbesar di Asia Tenggara.
Dengan nilai transaksi yang mencapai Rp 96 triliun, menjadikan rights issue BBRI terbesar dalam sejarah pasar modal Indonesia dan tercatat tertinggi di kawasan Asia Tenggara.
Di bawah BBRI, ada bank pelat merah lainnya, BMRI yang terkerek 2,08% ke Rp 6.125/saham dengan nilai net buy asing terbesar ketiga di bursa, yakni Rp 21,4 miliar. Dalam sepekan saham BMRI masih stagnan, sementara dalam sebulan naik tipis 0,41%.
Saham BDMN pun naik 1,95% ke Rp 2.620/saham, diwarnai aksi beli bersih Rp 313,99 juta. Di bawah BDMN, ada saham PNBN yang bertambah 1,37% ke Rp 740/saham dengan net buy 221,57 juta.
Lebih lanjut, saham emiten dengan nilai kapitalisasi pasar terbesar di BEI BBCA pun naik 1,29% ke Rp 33.325/saham. Di tengah kenaikan ini, asing melakukan beli bersih Rp 74,3 miliar, menempatkan saham BBCA di posisi kedua saham yang paling banyak diborong asing.
Kabar terbaru, BCA yang resmi akan melakukan aksi korporasi pemecahan saham yang beredar (stock split). Aksi korporasi tersebut telah mendapat persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang diadakan, Kamis (23/9/2021).
RUPSLB tersebut memberikan persetujuan atas aksi korporasi stock split dengan rasio 1: 5 (1 saham yang ada saat ini dipecah menjadi 5 saham baru). Nilai nominal per saham BBCA saat ini adalah Rp 62,5, sedangkan nilai nominal per saham BBCA setelah stock split akan menjadi sebesar Rp 12,5.
Tim Riset CNBC Indonesia menilai, untuk perdagangan hari ini, sentimen yang berpeluang untuk menggerakkan pasar antara lain rilis data ekonomi global hingga perkembangan kasus gagal bayar bunga obligasi pengembang properti raksasa China Evergrande.
Biro Statistik Nasional (National Bureau Statistic/NBS) melaporkan data aktivitas manufaktur China yang tercermin pada Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Manager's Index/PMI) periode September 2021 mengalami kontraksi ke angka 49,6, dari sebelumnya pada Agustus lalu di angka 50,1.
Namun, data PMI Jasa China periode September mengalami ekspansi ke angka 53,2, dari sebelumnya pada Agustus lalu di angka 47,5.
Purchasing Managers' Index (PMI) menggunakan angka 50 menjadi ambang batas. Di atas 50 artinya ekspansi, sementara di bawahnya berarti kontraksi.
Sebelumnya, Ekonom dari Goldman Sachs memangkas proyeksi produk domestik bruto (PDB) China di tahun ini menjadi 7,8% dari sebelumnya 8,4%. Pemangkasan tersebut cukup tajam, sebab China dikatakan akan menghadapi tantangan dari pembatasan konsumsi energi.
"Kendala pertumbuhan yang relatif baru berasal dari peningkatan regulasi untuk target konsumsi dan intensitas energi yang ramah lingkungan," kata ekonom Goldman Sachs dalam sebuah laporan yang dikutip CNBC International.
Sementara itu, investor di China saat ini masih menanti rilis data PMI manufaktur periode September 2021 versi Caixin/Markit.
Investor di Asia juga akan memantau perkembangan masalah keuangan China Evergrande, setelah Reuters melaporkan bahwa beberapa pemegang obligasi tidak menerima pembayaran kupon jatuh tempo pada Rabu kemarin.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
Diborong Asing, Saham Bank Kakap RI Bergerak Naik
(adf/adf)