Goldman Pangkas PDB China, Dolar Australia Keok Lagi
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Australia melemah melawan rupiah pada perdagangan Selasa (28/9), setelah bank investasi ternama Goldman Sachs memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi China. China merupakan mitra dagang utama Australia, sehingga pemangkasan tersebut turut berdampak pada pergerakan Mata Uang Negeri Kanguru.
Melansir data Refinitiv, dolar Australia hari ini melemah 0,3% ke Rp 10.349,78/AU$ di pasar spot. Dolar Australia masih berada di dekat level terendah sejak November 2020 lalu.
Ekonom dari Goldman Sachs memangkas proyeksi produk domestik bruto (PDB) China di tahun ini menjadi 7,8% dari sebelumnya 8,4%. Pemangkasn tersebut cukup tajam, sebab China dikatakan akan menghadapi tantangan dari pembatasan konsumsi energi.
"Kendala pertumbuhan yang relatif baru berasak dari peningkatan regulasi untuk target konsumsi dan intensitas energi yang ramah lingkungan," kata ekonom Goldman Sachs dalam sebuah laporan yang dikutip CNBC International.
Presiden China, XI Jinping pada September tahun lalu mengumumkan China akan mencapai puncak emisi karbon pada 2030 dan menjadi bebas karbon pada 2060.
Kebijakan tersebut membuat beberapa perusahaan nasional dan daerah mengurangi produksi batu bara dan proses yang menghasilkan karbon tinggi.
Pemangkasan proyeksi tersebut tentunya memukul Australia yang juga menghadapi pelambatan ekonomi. Bahkan di kuartal III-2021, perekonomian Australia diperkirakan akan kembali berkontraksi.
Gubernur bank sentral Australia (RBA) Philip Lowe, pertengahan September lalu mengatakan lockdown yang dilakukan akibat penyebaran virus corona (Covid-19) akan menyebabkan kontraksi yang dalam ke perekonomian di kuartal III-2021. Tetapi, Lowe optimistis perekonomian akan cepat pulih dalam beberapa bulan ke depan ketika pembatasan sosial dilonggarkan.
Sementara itu Biro Statistik Australia (ABS) kemarin melaporkan di bulan Agustus terjadi pengurangan tenaga kerja sebanyak 145 ribu orang, jauh lebih besar ketimbang median proyeksi Reuters sebanyak 90 ribu orang.
Lockdown yang dilakukan di Sydney dan Melbourne guna meredam penyebaran virus corona menjadi pemicu utama pemutusan hubungan kerja (PHK) tersebut.
Sarah Hunter, kepala ekonomi di BIS Oxford Economics mengatakan di bulan September, PHK besar-besaran juga diprediksi masih akan terjadi.
"Pengurangan tenaga kerja di bulan September masih akan besar, sebagai hasil dari lockdown di wilayah Victoria," kata Sarah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)