BUMN 'Zombie' & Kesusahan Menteri Erick Thohir

Monica Wareza, CNBC Indonesia
28 September 2021 06:50
Menteri BUMN Erick Thohir

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri BUMN Erick Thohir mengungkapkan alasannya terkait dengan desakan terhadap Kementerian BUMN untuk segera menutup atau melikuidasi perusahaan pelat merah yang sudah masuk kategori mati suri, 'zombie', 'hantu' dan label lain yang mencerminkan perusahaan tersebut tidak beroperasi lagi.

Erick menegaskan bahwa perusahaan-perusahaan BUMN tersebut dinilai memang sudah tidak memiliki proses bisnis dan seharusnya sudah ditutup.

Namun sayangnya Kementerian BUMN kesulitan untuk melakukan intervensi terhadap perusahaan ini.

Untuk itu dia meminta kepada DPR untuk bisa memberikan peran kementerian menjadi lebih besar dalam pengelolaan perusahaan pelat merah, terutama dalam hal menutup hingga merestrukturisasi perusahaan.

Hal ini diajukan sejalan dengan tengah dilakukannya pembahasan amandemen UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN.

"Tapi dalam konteks kami diberi kesempatan bersama Komisi VI untuk bisa menutup atau merestrukturisasi, toh kita bersama-sama yang mengawal ini yang saya rasa di rencana UU BUMN itu perlu mendapat penekanan dan power lebih untuk kami melakukan," kata Erick dalam Rapat Kerja bersama dengan Komisi VI DPR RI, Rabu (22/9/2021) pekan lalu.

"Tidak semata-mata untuk menambah kekuatan [kewenangan Kementerian BUMN]. Tapi di sinilah justru yang ditekankan tadi, tidak lain, kami juga menjadi pressure yang baik untuk para direksi kami," lanjutnya.

Dia menilai saat ini sudah banyak BUMN yang tidak beroperasi maksimal, bahkan ada yang sudah tidak beroperasi sama sekali, namun hingga saat ini masih belum bisa ditutup.

Dengan demikian, diharapkan dengan amandemen UU tersebut bisa menjadi jalan keluar bagi permasalahan tersebut.

Kementerian BUMN mencatat saat ini setidaknya terdapat tujuh perusahaan pelat merah yang sudah tak beroperasi sejak lama dan seharusnya sudah ditutup.

Namun, sayangnya untuk menutup perusahaan ini, kementerian BUMN terkendala dengan aturan yang seharusnya bisa diringankan.

Hal ini juga sudah mendapatkan perhatian dari Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Darmadi Durianto.

"Yang hantu ada tujuh yang sering dibicarakan, sudah lama kan nggak bisa dilikuidasi. Mohon Pak Menteri bisa kasih kita tahu bahwa sebetulnya masalahnya ada dimana sebetulnya," kata Darmadi, dalam kesempatan tersebut.

Ketujuh BUMN yang dimaksud antara lain PT Kertas Leces (Persero), PT Merpati Nusantara Airlines (Persero), PT Industri Gelas (Persero)/Iglas, dan PT Kertas Kraft Aceh (Persero).

Lalu ada PT Industri Sandang Nusantara (Persero), PT Istaka Karya (Persero), dan PT Pembiayaan Armada Niaga Nasional (Persero)/PANN.

Menurut sumber CNBC Indonesia, beberapa waktu lalu, terdapat tujuh perusahaan sudah tidak beroperasi, ada yang tidak memiliki karyawan bahkan tidak memiliki manajemen.

Ketujuh BUMN ini tengah dalam proses restrukturisasi. Proses pembubaran juga akan dilakukan dengan tidak memberikan dampak yang luas, seperti pemutusan hubungan kerja (PHK).

Erick mengatakan BUMN yang dimaksud sudah tidak beroperasi sejak 2008 lalu sehingga pembubaran menjadi salah upaya yang yang diambil kementerian.

"Jadi itu dari 2008 mati beroperasi. Nah, kita akan dzolim kalau gak ada kepastian. BUMN yang sekarang pun dengan perubahan ini harus siap bersaing. Apalagi yang udah kalah bersaing," kata Erick di kantor Kementerian BUMN, Selasa (4/5/2021).

Perusahaan yang saat ini dalam proses pembubaran ini tengah ditangani oleh PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero)/PPA.

Sebagai catatan, Merpati misalnya, maskapai yang didirikan pada 6 September 1962 dan ditutup sejak 1 Februari 2014. Kemudian Kertas Kraft Aceh dibangun pada tahun 1985 dan mulai beroperasi pada 1989 pada akhir 2007 sampai saat ini resmi berhenti beroperasi.

NEXT: Apa Kata Tanri Abeng soal BUMN 'Zombie'?

Menteri BUMN periode 1998-1999 Tanri Abeng menyebutkan rencana penutupan BUMN yang sudah tidak beroperasi yang akan dilakukan oleh Menteri BUMN petahana Erick Thohir bukanlah kebijakan baru.

Langkah ini sebenarnya sudah digagas sejak 23 tahun lalu. Kebijakan ini sudah dimulai sejak terjadinya krisis di Indonesia pada 1998 yang sudah dipetakan di era kepemimpinannya, bersama dengan rencana profitisasi, penggabungan dan holdingisasi perusahaan pascakrisis.

"Yang keempat itu [BUMN] itu divestment, artinya BUMN yang menjadi beban dan tidak mungkin kita turn around [membalikkan keadaan], tidak mungkin kita perbaiki itu harus dilepas saja, di-divest, apakah dijual, apakah ditutup, apakah itu diserahkan kepada karyawan," kata Tanri dalam wawancara dengan CNBC Indonesia TV, Senin (27/9/2021).

"Dan itu 1998 seperti Sandang [PT Industri Sandang Nusantara (Persero)], Iglas [PT Industri Gelas (Persero)], Trading, Leces [PT Kertas Leces (Persero)] sudah dipetakan waktu itu. Jadi bukan barang baru. Tetapi aksi yang baru oleh kementerian baru ini Pak Erick Thohir punya keberanian untuk melakukan hal-hal yang harus dilakukan itu," lanjutnya.

Mantan Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) ini mengatakan sudah seharusnya penutupan BUMN yang sudah tak operasional ini dilakukan, bahkan saat ini sudah dinilai terlambat karena sudah digagas sejak dahulu.

Sayangnya, kata dia, hal ini tidak menjadi prioritas bagi menteri-menteri BUMN sebelumnya. Hal ini yang menjadi sebab divestasi maupun penutupan BUMN yang ini tak kunjung selesai.

Terlebih, selama ini tak banyak menteri yang menduduki posisi tersebut hingga masa jabatannya habis atau selama lima tahun.

"Barangkali Menteri BUMN terlalu sibuk dengan yang lebih besar dampaknya terhadap pencapaian kinerja BUMN sehingga tidak terpikirkan menuntaskan langkah yang diambil untuk menyelesaikan, membereskan, melakukan divestment, penutupan, ataupun penjualan dari BUMN yang bermasalah itu," ungkapnya.

Kendala lainnya yang juga menjadi perhatian adalah perihal legal. Namun, imbuh dia, kendala ini dinilai bisa dipelajari dan diselesaikan, poin paling penting adalah keputusan untuk menjalankan kebijakan tersebut.

"Makanya saya dukung Pak Erick itu ambil keputusan-keputusan, action. Kalau tidak nanti menteri berikutnya masih ada ini barang padahal ini barang yang merupakan problem bukan solusi terhadap BUMN kita. Itu mungkin masalahnya," tandasnya.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular