
Kisah Ancaman Bangkrut Evergrande China & Efeknya Nan Dahsyat

Mengutip Asia Markets, seorang sumber menyebut bahwa Partai Komunis China sedang mendiskusikan sebuah cara untuk memecah perusahaan yang berutang Rp 4 ribu triliun itu menjadi tiga entitas terpisah. Hal ini disebut akan memuluskan Evergrande menjadi perusahaan BUMN.
"Kesepakatan itu dirancang untuk melindungi warga negara China yang telah membeli apartemen dari Evergrande, seperti yang Anda lihat memprotes di jalanan dan juga mereka yang telah berinvestasi dalam produk manajemen kekayaan Evergrande," kata sumber tersebut.
"Tetapi hal besar adalah membendung dampak aliran ekonomi yang meluas yang akan menyebabkan kebangkrutan pada ekonomi China."
Untuk meredakan panasnya pasar keuangan dalam negeri, bank sentral China, yaitu The People's Bank of China (PBOC) mengguyur uang ratusan triliun yuan ke sistem keuangan China. Hal ini dilakukan untuk menekan kekhawatiran pelaku pasar terhadap krisis perusahaan properti raksasa China, Evergrande Group.
Selain itu, pemerintah China juga memutuskan untuk mengumpulkan sekelompok ahli akuntansi dan hukum untuk memeriksa keuangan raksasa properti China Evergrande Group.
Mengutip Al Jazeera, regulator di Provinsi Guangdong disebut telah mengirim tim dari King & Wood Mallesons, sebuah firma hukum yang spesialisasinya mencakup restrukturisasi. Selain itu, atas perintah Beijing, mereka juga mengirimkan penasihat keuangan dan akuntan tambahan untuk menilai pengembang.
Diberitakan Bloomberg, Rabu (22/9/2021), PBOC menyuntikkan 120 miliar yuan (US$ 18,6 miliar) atau Rp 264 trilun lebih ke sistem perbankan lewat reverse repurchase agreements. Secara net, suntikan yang diberikan PBOC mencapai 90 miliar yuan.
Aksi ini membuat sentimen menjadi positif, apalagi unit bisnis properti Evergrande juga berencana membayar bunga utang yang jatuh tempo Kamis ini.
"Injeksi dari PBOC mungkin bertujuan untuk meredakan kekhawatiran di pasar akibat Evergrande. Namun di samping itu ada juga kebutuhan untuk mencegah dampak ke ekonomi dan sektor lain," ujar Analis dari DBS Bank Singapura, Eugene Leow.
