Ngeri, Ini Dampak Jatuhnya Evergrande ke Ekonomi Global

Zefanya Aprilia, CNBC Indonesia
30 January 2024 17:30
FILE PHOTO: The China Evergrande Centre building sign is seen in Hong Kong, China. August 25, 2021. REUTERS/Tyrone Siu/File Photo
Foto: REUTERS/TYRONE SIU

Jakarta, CNBC Indonesia - Pengadilan Hong Kong pada hari Senin waktu setempat telah memerintahkan likuidasi atas Evergrande, raksasa properti Tiongkok yang terlilit utang. Keputusan ini diambil dua tahun setelah perusahaan tersebut mengalami gagal bayar (default).

Hal itu telah memicu krisis keuangan bagi pengembang properti lain dan menambah tantangan bagi negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia. Pembubaran Evergrande juga menimbulkan pertanyaan tentang nasib pemberi pinjaman luar negeri, yang kemudian juga dapat berdampak lebih luas terhadap bisnis asing yang beroperasi di Tiongkok.

Lantas, bagaimana sebenarnya perusahaan itu bisa jatuh?

Mengutip The New York Times, Evergrande pernah dianggap terlalu besar untuk jatuh. Sebab, perusahaan menumpuk utang untuk melakukan ekspansi selama periodeĀ property boom. Masa tersebut menjadikan sektor real estate sebagai pendorong utama pertumbuhan ekonomi Tiongkok.

Namun ketika perekonomian melambat, penjualan properti anjlok, dan regulator Tiongkok mulai membatasi pinjaman dana dan spekulasi yang berlebihan. Evergrande pun berjuang untuk membiayai kembali utangnya, yang telah membengkak hingga lebih dari US$ 300 miliar, dan berulang kali mencari lebih banyak waktu untuk mencapai kesepakatan dengan kreditur.

Hakim yang memimpin kasus kebangkrutan Evergrande kini telah menunda waktu pembayaran setelah pembicaraan selama dua tahun. Saham Evergrande yang terdaftar di Bursa Efek Hong Kong, yang terus diperdagangkan meskipun dalam proses kebangkrutan, anjlok lebih dari 20% sebelum perdagangan dihentikan. Lantas, perusahaan pengembang tersebut hanya bernilai US$ 275 juta atau sebesar Rp 4,34 triliun.

Kreditur kemungkinan besar akan kesulitan mendapatkan uangnya kembali dari Evergrande. Tidak ada tanda-tanda bahwa harga properti di Tiongkok akan segera pulih, atau konsumen akan mulai membeli seperti dulu. Penjualan rumah baru turun 6% tahun lalu, ke tingkat yang terakhir terlihat pada 2016.

Proses ini akan menguji perlindungan bagi investor luar negeri. Hakim Hong Kong telah menunjuk perusahaan restrukturisasi asal Amerika Serikat (AS), Alvarez & Marsal untuk melikuidasi Evergrande. Namun sebagian besar aset perusahaan berada di daratan utama Tiongkok. Maka demikian, dilihat secara historis, likuidator yang ditunjuk oleh pengadilan Hong Kong tidak diizinkan untuk mengambil kendali atas aset tersebut.

Lebih lanjut, nasib Evergrande juga mempunyai implikasi yang lebih luas terhadap bisnis internasional di Tiongkok. Investor asing telah menarik miliaran dolar ke luar negeri, seiring Presiden Xi Jinping memperketat cengkeramannya terhadap perekonomian. Padahal, para pejabat secara terbuka menyatakan bahwa Tiongkok terbuka untuk bisnis.

"Masyarakat akan mengawasi dengan cermat untuk melihat apakah hak-hak kreditur dihormati," kata Dan Anderson, mitra dan spesialis restrukturisasi di firma hukum Freshfields Bruckhaus Deringer, mengatakan kepada The New York Times, dikutip Selasa (30/1/2024).


(mkh/mkh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dulu Terkaya di Asia, Bos Evergrande Kini Tertimbun Utang

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular