
Dulu Terkaya di Asia, Bos Evergrande Kini Tertimbun Utang

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham salah satu raksasa properti China Evergrande Group turun tajam hingga 80% pada Senin (28/8/2023). Anjloknya saham Evergrande terjadi setelah suspensi (penghentian sementara) perdagangan sahamnya dilepas.
Menurut data Refinitiv, saham Evergrande anjlok 79% ke HKD 0,35 per saham per 15.55 WIB, usai sempat ambles 87% di awal perdagangan. Kapitalisasi pasar (market cap) saham Evergrande menyusut menjadi HKD 4,6 miliar dari HKD 21,8 miliar dari saat terakhir diperdagangkan.
Saham Evergrande yang tercatat di Bursa Efek Hong Kong kembali diperdagangkan usai disuspensi selama 17 bulan, seiring dengan perseroan yang telah memenuhi seluruh persyaratan yang ditetapkan oleh Bursa Efek Hong Kong.
Perlu diingat, Evergrande sejak akhir 2021 mengalami serangkaian gagal bayar utang, rumah yang belum selesai dibangun, dan pemasok yang belum dibayar, sehingga menghancurkan kepercayaan konsumen terhadap ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut.
Melansir Reuters, Senin (28/8), kini Evergrande sedang dalam proses mendapatkan persetujuan kreditur dan pengadilan untuk melaksanakan rencana restrukturisasi utang. Namun, gejolak krisis properti ini masih berdampak pada perekonomian negeri tirai bambu ini.
Diketahui Evergrande gagal bayar utang sebesar US$340 atau sekitar Rp 4.400 triliun pada 2021.
Di luar gagal bayar utang jumbo itu, cerita Evergrande tidak lepas dari sosok Hui Ka Yan, selaku pendiri perusahaan. Berikut profilnya:
Profil Bos Evergrande Hui Ka Yan
Hui merupakan mantan teknisi baja. Masa kecilnya dihabiskan di Henan, provinsi bagian barat China, bersama neneknya. Hui kemudian mendirikan Evergrande pada tahun 1996 di kota Guangzhou dan perlahan mengumpulkan pundi-pundi kekayaannya yang ditopang dari penjualan rumah dengan harga murah.
Di bawah kendalinya, pengembang properti tersebut berekspansi secara agresif dengan menambah pinjaman agar dapat membeli tanah dan menjual rumah dengan margin lebih rendah agar perputaran semakin cepat.
Menurut estimasi Majalah Forbes, pada tahun 2017 Hui adalah orang terkaya di Asia dengan nilai kekayaan bersih mencapai US$ 45,3 miliar (Rp 648 triliun). Per Jumat, (1/9/2023), kekayaan bersihnya diperkirakan 'hanya' tersisa US$ 3,1 miliar (Rp 47,29 triliun).
Dilaporkan Reuters, menurut pengakuan karyawan, Hui tidak suka menonjolkan diri di depan publik (low profile) dan gila kerja, yang terkadang menuntut agar karyawan lain mengikuti gaya kerjanya.
Dalam satu kesempatan Hu pernah ditanya oleh wartawan mengenai proyek-proyeknya yang sebagian besar dibiayai dari utang. Akan tetapi dia yakin bahwa omzet dan nilai aset Evergrande cukup untuk menutupi utang usaha.
Teman poker dan utang budi ke negara
Di luar China daratan, Hui juga berbaur dengan para taipan Hong Kong termasuk mendiang pendiri New World Development, Cheng Yu Tung, dan mantan ketua Chinese Estates Holdings, Joseph Lau.
Bersama mereka, ia menjadi anggota inti dari "klub poker", lingkaran erat para taipan yang sering melakukan transaksi investasi bersama, diberitakan Reuters menurut tiga orang yang akrab dengan klub tersebut.
Dari klub poker itu pula lah Evergrande berhasil melalui krisis keuangan global 2008. Cheng merupakan pemodal yang menyuntik Evergrande senilai US$ 150 juta setahun sebelum pencatatan saham perdana (IPO) pada 2009 dilaksanakan di Bursa Hong Kong.
Chinese Estates juga secara terbuka telah berinvestasi selama bertahun-tahun sebesar miliaran dolar dalam kepemilikan saham dan obligasi Evergrande.
Selain diketahui memiliki hubungan erat dengan para taipan Hong Kong, Hui juga dikenal sebagai pebisnis yang mencintai negaranya.
Dia tidak takut menjajal sektor bisnis baru, khususnya yang sejalan dan mendukung tujuan China yang lebih besar. Hui telah mencoba peruntungan di bisnis mobil listrikhingga sepak bola. Kedua hal itu digemari oleh Presiden China Xi Jinping.
Berbicara di China Charity Awards 2018 sebagai pemenang untuk tahun ke-8 berturut-turut, Hui mengatakan Evergrande telah membayar pajak sebesar 185 miliar yuan (Rp 408 triliun) dalam 22 tahun terakhir dan menyumbangkan lebih dari 10 miliar yuan (Rp 22,1 triliun).
Dia pun berterima kasih kepada pemeirntah China karena telah mereformasi pendidikan tinggi yang membuatnya dapat meninggalkan desa. "Tanpa negara memberi saya beasiswa 14 yuan setiap bulan, saya tidak bisa menyelesaikan universitas," kata Hui yang merupakan alumnus Wuhan Institute of Iron and Steel yang sekarang bernama Wuhan University of Science and Technology.
Oleh karena itu menurutnya, semua pencapaian yang ia miliki bersama Evergrande tidak lepas dari jasa negara hingga masyarakat China.
"Tanpa kebijakan negara yang baik untuk melakukan reformasi, Evergrande tidak akan memiliki apa yang dimiliki saat ini," ujarnya.
(mkh/mkh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kata Robert Kiyosaki Ini Waktu Terbaik Jadi Kaya Raya
