Cerita Crazy Rich yang Caplok Rumah Sakit di RI, Mau Apa?

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
16 September 2021 07:11
PT Bundamedik Tbk
Foto: Suasana Ruang Perawatan Covid-19 di RSUD Koja, Jakarta, Senin (30/8/2021). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bisnis rumah sakit di Indonesia semakin ramai dengan masuknya para taipan atau crazy rich yang mulai melakukan konsolidasi atas bisnis sejumlah rumah sakitnya (RS) hingga mencaplok rumah sakit baru yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Ramainya berita bisnis rumah sakit para taipan ini terjadi menyusul Grup Emtek milik Keluarga Sariaatmadja, lewat PT Sarana Meditama Metropolitan Tbk (SAME) berencana mencaplok 66% saham pengelola rumah sakit, RS Grha Kedoya, PT Kedoya Adyaraya Tbk (RSGK).

Rencana ini sudah dilakukan Emtek pada 9 September pekan lalu, kendati baru membeli 167.340.000 saham atau 18% saham RSGK di harga Rp 1.720/saham senilai Rp 287,82 miliar.

Si penjual yakni pemegang saham lama RSGK, PT United Gramedo yang dimiliki oleh para dokter.

Emtek atau PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) yang dipimpin Eddy Kusnadi Sariaatmadja sudah memiliki SAME yang mengelola Omni Hospitals.

"Harga pembelian di Rp 1.720, tanggal transaksi 9 September 2021, status kepemilikan saham langsung," kata Jusup Halimi, Presdir SAME dan Armen Antonius Djan, Direktur SAME, dalam keterbukaan informasi BEI, Senin (13/9/2021).

Sebelumnya SAME sudah memegang 4.511.000 saham atau 0,49% saham SRGK sehingga dengan pembelian itu maka porsi sahamnya menjadi 171.851.000 saham atau 18,49%.

Rencananya, SAME akan mengakuisisi saham RSGK sebesar 66% dan menjadi pengendali.

Agustus lalu, Grup Emtek juga melakukan konsolidasi bisnis sektor ini dengan mekanisme SAME mengakuisisi entitas afiliasinya yakni PT Elang Medika Corpora (EMC) dengan nilai transaksi Rp 1,35 triliun.

Sebelumnya pada 30 November 2020, EMTK mencaplok 71,88% saham SAME. Grup Emtek membeli 4,24 miliar saham emiten itu senilai RP137 per saham dan total Rp 581,01 miliar.

Rencana Sariaatmadja masuk lagi ke bisnis rumah sakit kian menambah daftar crazy rich RI yang juga melihat prospek cuan di sektor tersebut.

Sebut saja, ada Keluarga Riady pemilik Grup Usaha Lippo dengan RS Siloam yang ada di bawah Grup Lippo yakni PT Siloam Internasional hospital Tbk (SILO).

Selanjutnya, ada Dato' Sri Tahir, pemilik emiten pengelola RS Mayapada, PT Sejahteraraya Anugrahjaya Tbk (SRAJ). Ada juga emiten pengelola RS Mitra Keluarga milik pendiri PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) Boenjamin Setiawan PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk (MIKA).

Selain itu, emiten investasi yang didirikan oleh Edwin Soeryadjaya dan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno, PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) juga memiliki portofolio RS, yakni jaringan RS Primaya Hospital.

Primaya Hospital sendiri berada di bawah Awal Bros Group Hospital yang dimiliki oleh pengusaha Arfan Awaloeddin.

Di sisi lain, Kedoya Adyaraya yang bakal dibeli Emtek adalah perusahaan pengelola rumah sakit yang dikendalikan oleh Hungkang Sutedja, anak dari taipan The Ning King.

Satu lagi yakni RS Bunda, yakni PT Bundamedik Tbk (BMHS). Saham BMHS juga ikut dimiliki investor strategis yaitu Northstar Group.

Akasya Investments Limited (AIL), perusahaan investasi milik Grup Northstar yang didirikan Patrick Sugito Walujo dan Glenn Sugita, juga tercatat menggenggam 4,90% saham BMHS.

Mengutip pemberitaan CNBC Indonesia pada 2 Agustus lalu, AIL masuk ke BMHS lewat konversi obligasi menjadi saham perusahaan.

NEXT: Apa Tujuan Para Taipan Caplok RS?

Sekretaris Perusahaan SAME Rahmiyati Yahya menjelaskan alasan perseroan memperluas cakupan bisnis ini dengan akuisisi RS Grha Kedoya tersebut.

"Kami sedang merencanakan dan dalam tahap negosiasi untuk membeli mayoritas saham atau 66% saham yang ditempatkan dan disetor penuh dalam RSGK," katanya dalam keterbukaan informasi di BEI, Kamis (9/9/2021).

"Kami juga dalam negosiasi mengambilalih pengendalian atas RSGK dengan beberapa syarat pendahuluan yang harus dipenuhi terlebih dahulu," jelasnya.

Tujuan dari rencana akuisisi ini adalah untuk memperluas pelayanan kesehatan SAME di Indonesia. Rencana akuisisi ini akan memperluas kegiatan usaha SAME dalam bidang pelayanan kesehatan dengan membangun dan mengelola rumah sakit di Indonesia.

Berdasarkan data Tim Riset CNBC Indonesia, ada sejumlah alasan kenada ini begitu 'seksi' di mata pebisnis nasional.

Pertama, mengenai anggaran kesehatan. Terbaru, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022 menganggarkan dana Rp 255,3 triliun untuk bidang kesehatan. Namun dengan pandemi virus corona alias Covid-19 yang belum berakhir, angka itu masih mungkin naik lagi.

Tahun ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan realisasi anggaran kesehatan akan mencapai Rp 326,4 triliun, naik dibandingkan pagu awal yaitu Rp 169,7 triliun.

Kedua, selain terkait anggaran kesehatan, demografi penduduk Indonesia juga menjadi salah satu pertimbangan utama yang penting.

Mengutip prospektus Kedoya Adyaraya, pertumbuhan penduduk akan menuntut penambahan fasilitas pelayanan kesehatan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk Indonesia diproyeksikan akan terus meningkat, yaitu dari 271 juta jiwa pada tahun 2020 menjadi 294 juta jiwa pada tahun 2030.

Ketiga, aspek lainnya yang menarik untuk dicermati adalah terkait potensi peningkatan pengeluaran kesehatan per kapita Indonesia seiring adanya program JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) dari pemerintah.

Keempat, potensi lain yang belum sepenuhnya digarap adalah terkait ketersediaan infrastruktur kesehatan di Indonesia, yang masih terkonsentrasi di pulau Jawa.

Kelima, kasus Covid-19 yang belum sepenuhnya bisa dikendalikan dan keenam, terkait potensi pertumbuhan sektor telemedicine di Indonesia.

Mengutip riset Ciptadana, survei Mckinsey pada lebih dari 700 pelanggan Indonesia, mengungkapkan pertumbuhan penggunaan telemedicine meningkat sebesar 67% dalam enam bulan terakhir 2020.

Menurut salah satu perusahaan telemedicine Good Doctor yang bekerja sama dengan Grab, selama pandemi Covid-19, trafik pengguna meningkat delapan kali lipat sejak awal Covid-19 di Indonesia, dan 25% di antaranya terkait dengan covid-19.

Sementara, aplikasi saingannya Halodoc yang didukung Gojek menawarkan biaya konsultasi yang terjangkau mulai dari Rp10.000 hingga Rp50.000, tergantung pada jenis dokter (dokter umum atau khusus).

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular