
Dikejar Satgas, Siapa Thee Ning Khong yang Nunggak Dana BLBI?

Emiten Thee Ning Khong, JKSW, saat ini sedang disuspensi (penghentian sementara perdagangan) oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) terhitung sejak 2 Mei 2019.
Pihak bursa sendiri telah mengumumkan bahwa JKSW berpotensi didepak alias delisting paksa sehubungan suspensi saham perusahaan sudah mencapai 24 bulan pada 2 Mei 2021.
Terakhir sahamnya diperdagangkan di level Rp 60/saham dengan kapitalisasi pasar Rp 9 miliar.
Berdasarkan Peraturan Bursa Nomor I-I tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting) Saham di Bursa, BEI dapat menghapus saham perusahaan tercatat apabila mengalami kondisi, atau peristiwa, yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha perusahaan tercatat, baik secara finansial atau secara hukum, atau terhadap kelangsungan status perusahaan tercatat sebagai perusahaan terbuka.
Selain itu, perusahaan tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai, hal ini sesuai dengan Ketentuan III.3.1.1 Peraturan Bursa.
Memang, kinerja keuangan JKSW tidak menggembirakan.
Menurut keterbukaan informasi di BEI, sepanjang 2020 perusahaan tidak mencatatkan transaksi penjualan sehingga perusahaan mengalami rugi bersih Rp 1,13 miliar.
Selain itu, pada tahun lalu, JKSW mengalami kekurangan modal berjumlah Rp 496,86 milyar.
Hal tersebut terjadi lantaran pihak JKSW mempertimbangkan kepastian kerugian apabila produksi tetap dijalankan dengan teknologi terpasang saat ini.
"Prediksi akan timbul kerugian yang semakin besar dikarenakan akan terjadi ketidakpastian dalam pemasaran hasil barang jadi Perseroan yang disebabkan harga barang jadi kompetitor lebih murah, mengingat Perseroan masih menggunakan mesin rolling teknologi lama dan tidak mempunyai peleburan bahan baku billet," jelas manajemen JKSW, dikutip CNBC Indonesia, Selasa (14/9/2021).
Manajemen JKSW juga mengatakan, "masih berupaya mencari investor/kerja sama agar dapat menjalankan kegiatannya dan tidak menutup kemungkinan untuk mencari kerjasama di bidang lainnya," tulis manajemen JKSW.
Sementara, menurut laporan keuangan semester I 2021, JKSW berhasil membukukan penjualan sebesar Rp 1,46 miliar, kendati masih mencatatkan rugi bersih Rp 665,12 juta secara tahunan (year on year), lebih rendah dibandingkan rugi bersih semester I 2020 sebesar Rp 989,23 juta.
Namun, perusahaan masih juga mengalami defisiensi modal, yakni sebesar Rp 497,53 miliar, naik dari posisi akhir Desember 2020 sebesar Rp 496,86 miliar.
Saham JKSW sudah lama melantai di bursa. Jakarta Kyoei Steel Works didirikan berdasarkan Undang-Undang Penanaman Modal Asing Republik Indonesia No. 1 tahun 1967 dan memulai produksi komersialnya pada tahun 1976.
Sesuai dengan pasal 3 Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan Perusahaan meliputi industri dan perdagangan besi beton. Kantor pusat dan lokasi utama bisnis Perusahaan terletak di Jl. Rawa Terate II No. 1 Kawasan Industri Pulo Gadung, Jakarta, Indonesia.
Pada tahun 1997 atau 24 tahun silam, perusahaan melakukan penawaran umum sebanyak 50.000.000 saham dengan nilai nominal Rp 500 per saham yang ditawarkan dengan harga perdana sebesar Rp 650 per saham.
Pernyataan pendaftaran untuk penawaran umum saham tersebut telah dinyatakan efektif oleh Bapepam (kini OJK) dalam surat No. S-1453/PM/1997 tanggal 27 Juni 1997. Pencatatan saham tersebut dilakukan pada 6 Agustus 1997.
Thee Ning Khong memiliki kepemilikan pribadi di saham JKSW sebanyak 2 juta saham atau 1,33% dari total saham perusahaan.
Selain Thee Ning Khong, Ada Nirwan & Indra Bakrie
Sebelumnya, Satgas BLBI memanggil 13 nama debitur pengemplang dana BLBI. Selain Thee Ning King, ke-13 nama yang dipanggil di antaranya adalah Andrus Roestam Moenaf, Pinkan Warrouw, Nirwan Dermawan Bakrie, Indra Usmansyah Bakrie, dan Anton Setianto dari PT Usaha Mediatronika Nusantara. Perusahaan diketahui memiliki utang Rp 22,7 miliar.
Mereka harus memenuhi panggilan Satgas BLBI pada Jumat 17 September 2021 di Gedung Syafrudin Prawiranegara Lantai 4 Utara, Kementerian Keuangan RI, Jl. Lapangan Banteng Timur 2-4, Jakarta Pusat pada pukul 09.00 - 11.00 WIB.
Mereka diminta menghadap Ketua Pokja Penagihan dan Litigasi Tim C untuk menyelesaikan seluruh kewajibannya kepada negara.
"Menyelesaikan hak tagih negara dana BLBI setidak-tidaknya sebesar Rp 22.677.129.206 dalam rangka penyelesaian kewajiban debitur Bank Pute Multikarsas," seperti dikutip pengumuman yang ditandatangani Ketua Satgas BLBI Rionald Silaban.
Debitur lainnya yang dipanggil adalah atas nama Thee Ning Khong, The Kwen le, PT Jakarta Kyoei Steel Works Ltd Tbk, PT Jakarta Steel Megah Utama, dan PT Jakarta Steel Perdana Industry.
Dalam hal ini, mereka yang diminta menghadap adalah Thee Ning Khong, The Kwen le, Harry Lasmono Hartawan, Koswara, Haji Sumedi, Fuad Djapar, Eddy Heryanto Kwanto, dan Mohamad Toyib.
Mereka diminta menghadap Ketua Pokja Penagihan dan Litigasi Tim C pukul 13.30-15.00 WIB untuk menyelesaikan hak tagih negara dana BLBI setidak-tidaknya masing-masing sebesar:
- Rp 90.667.982.747 atas nama Thee Ning Khong
- Rp 63.235.642.484 atas nama The Kwen le
- Rp 86.347.894.759 atas nama PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk
- Rp 69.080.367.807 atas nama PT Jakarta Steel Megah Utama
- Rp 69.337.196.123 dalam rangka penyelesaian kewajiban debitur eks Bank Global Internasional atas nama PT Jakarta Steel Perdana Industry
Pengumuman dilakukan melalui dua pengumuman di dalam satu halaman surat kabar nasional. Satgas BLBI menegaskan, apabila ke-13 nama yang dipanggil tersebut tidak memenuhi kewajiban hak tagih negara, pemerintah akan menindak sesuai aturan hukum yang berlaku.
"Dalam hal Saudara tidak memenuhi kewajiban penyelesaian hak tagih Negara, maka akan dilakukan tindakan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Demikian pengumuman ini untuk dipenuhi," bunyi penutup pengumuman tersebut.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
