
Saham Bank Mini Bergerak Liar, Ada yang Harganya Sentuh ARA

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham-saham bank bermodal cekak alias bank mini kembali terbang. Sentimen bank digital masih jadi pemicu utama dibalik kenaikan harga saham bank yang bermodal inti kurang dari Rp 3 triliun itu.
Pada perdagangan Selasa (14/09/2021), mayoritas bank mini bergerak di zona hijau. PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI) milik pengusaha kondang Chairul Tanjung dengan kode BBHI memimpin penguatan dengan apresiasi lebih dari 20%.
Sebagai informasi dalam dua hari terakhir BBHI berhasil mencatatkan rekor harga saham tertingginya (all time high) setelah ditutup di level auto reject atas (ARA). Antrean beli saham BBHI pun juga membludak.
Katalis positif yang mengerek harga saham BBHI ada dua hal. Pertama adalah diperolehnya izin sebagai bank digital oleh OJK dan informasi prospektus PT Mega Corpora yang memiliki hak untuk mengalihkan HMETD yang menjadi haknya kepada investor strategis yang berkomitmen untuk mendukung permodalan bank.
Selain BBHI, saham bank mini lain yang juga ikut naik adalah saham PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB) yang kini sudah dikuasai oleh fintech lending PT Akulaku Silvr. Sebagai informasi Akulaku merupakan startup yang bergerak di bidang fintech yang dibekingi oleh Ant Financia milik pebisnis asal China Jack Ma. Saham BBYB tercatat menguat lebih dari 3%. Bahkan hampir 4%
Kemudian di posisi top gainer ketiga ada PT Bank IBK Indonesia Tbk (AGRS) yang naik 3,03%. Barulah ada PT Bank Bumi Artha Tbk (BNBA) yang naik 2,08%.
Bank mini lain tercatat mengalami apresiasi yang cenderung kurang signifikan. Berikut ini adalah daftar bank mini yang mengalami apresiasi pada perdagangan kali ini :
Bank | Kenaikan (%) |
BBHI | 24,08 |
BBYB | 3,83 |
AGRS | 3,03 |
BNBA | 2,08 |
BKSW | 1,82 |
NOBU | 1,65 |
BINA | 1,49 |
BSIM | 1,49 |
INPC | 1,27 |
DNAR | 1,22 |
BMAS | 1,16 |
Model bank digital diharapkan bakal membuat bank jauh lebih efisien dalam operasionalnya dan mampu menjadi agile dalam memperluas segmen pasar terutama bagi kalangan yang masih unbanked di Tanah Air dengan potensi besar.
Selain itu kebutuhan kecukupan modal yang baru sebagaimana tercermin dari POJK nomor 12 tahun 2021 yang mensyaratkan bank harus punya modal inti minimal Rp 3 triliun per akhir 2022 jika memang tidak ada parent company berupa bank lain yang menaungi membuat bank-bank mini ini harus mencari pendanaan.
Banyak yang mencari investor strategis baik dari dalam maupun luar negeri untuk menjadi bank digital dengan pertumbuhan paling pesat. Adanya aksi korporasi berupa caplok mencaplok bank oleh bank lain startup hingga investor strategis asing menjadi katalis posirtif untuk pergerakan harga sahamnya.
Di sisi lain di masa pandemi masyarakat yang semakin agresif dalam mengadopsi teknologi digital juga menjadi pendorong lain. Transaksi mobile banking meningkat pesat. Dengan adanya bank digital diharapkan fee based income bisa ditingkatkan.
Strategi untuk meraup dana murah sehingga menurunkan biaya dana (Cost of Fund/CoF) jadi arena pertempuran para bank digital. Jika hal itu berhasil dicapai maka secara operasional semakin efisien dan profitable. Market yang cenderung forward looking mencoba mem-priced-in fenomena tersebut saat ini. Apalagi setelah ada kejelasan dari OJK.
(hps/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Awal Tahun, Saham Bank Mini Ngacir Berjamaah