
RBA Lakukan Tapering, Saatnya Borong Dolar Australia?

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) memutuskan melakukan tapering atau pengurangan program pembelian obligasi (quantitative easing/QE) pada hari ini. Meski demikian, nilai tukar dolar Australia bukannya menguat malah berbalik melemah.
Pada pukul 14:07 WIB, AU$ 1 setara Rp 10.542,95, dolar Australia melemah 0,33% di pasar spot melansir data Refinitiv. Di saat yang sama, dolar Australia juga melemah 0,23% melawan dolar Amerika Serikat (AS) di US$ 0,7422.
Tapering yang dilakukan RBA belum mampu mendongkrak kinerja mata uangnya, sebab jangka waktunya diperpanjang. Program QE yang dilakukan RBA berbeda dengan yang dilakukan bank sentral AS (The Fed). Setiap bank sentral memiliki caranya sendiri dalam memberikan stimulus moneter melalui pembelian obligasi.
Keduanya memiliki kemiripan, yakni menetapkan nilai QE, jika RBA per minggu The Fed per bulan. perbedaannya QE yang dilakukan RBA memiliki jangka waktu, sementara The Fed tidak. Artinya, The Fed akan terus melakukan QE selama diperlukan, dan sebelum mengakhirinya akan dilakukan tapering. Stimulus moneter ala The Fed tersebut disebut open-ended.
Sementara RBA tidak perlu melakukan tapering terlebih dahulu sebelum mengakhiri program pembelian obligasinya. Disini, QE bank sentral pimpinan Philip Lowe ini memiliki kemiripan dengan bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB). Stimulus moneter ECB disebut Pandemic Emergency Purchasing Program (PEPP) dilakukan hingga Maret 2022, dengan nilai 1,85 triliun euro, Tetapi ECB tidak pernah menyebutkan berapa nilai per bulan atau pun per minggu QE yang dilakukan.
Jadi, QE yang dilakukan RBA nilainya sudah ditentukan per minggunya dan juga ada batas waktunya. RBA melakukan QE pertama kali dalam sejarah pada November 2020 lalu, dengan nilai AU$ 100 miliar, dan dilakukan dengan melakukan pembelian obligasi sebesar AU$ 5 miliar per pekan.
Program tersebut berakhir di bulan ini, jika tidak diperpanjang artinya selesai, tidak perlu ada tapering. Tetapi RBA mengumumkan memperpanjang QE tetapi nilainya dikurangi menjadi AU$ 4 miliar per pekan, artinya melakukan tapering.
Pengumuman perpanjangan QE tersebut sebenarnya sudah dilakukan beberapa bulan lalu oleh RBA, tetapi saat itu menyatakan diperpanjang hingga November 2021.
Namun, dalam pengumuman kebijakan moneter hari ini, RBA memperpanjangnya hingga pertengahan Februari 2022, sekitar 4 bulan lebih lama. Alhasil, dolar Australia pun tertekan.
"Ini yang kita sebut tapering dovish, mereka tetap berkomitmen melakukan pembelian obligasi AU$ 4 miliar, tetapi diperpanjang setidaknya hingga 6 bulan" kata Su-Lin Ong, kepala strategi fixed income di RBC Capital Market, sebagaimana dilansir Reuters.
"Faktanya mereka senang melakukan tapering, tetapi mempertahankannya lebih lama, hal itu menunjukkan kepada anta mereka masih menyuntikkan stimulus yang besar ke sistem finansial," tambahnya.
Semakin besar stimulus berarti jumlah uang yang beredar akan semakin banyak, sehingga menyulitkan dolar Australia untuk menguat. Secara teori, semakin banyak uang beredar, maka nilai tukar akan melemah.
Apalagi, RBA masih belum merubah proyeksinya terkait suku bunga 0,1%. Dalam rapat kali ini RBA sekali lagi menegaskan suku bunga baru akan dinaikkan hingga pertumbuhan upah dan inflasi mencapai target, dan itu diperkirakan baru akan terjadi di tahun 2024.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bank Sentral Eropa "No Komen" Masalah Tapering
