Bank Sentral Eropa "No Komen" Masalah Tapering

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
11 June 2021 17:45
The logo of the European Central Bank (ECB) is pictured outside its headquarters in Frankfurt, Germany, April 26, 2018. REUTERS/Kai Pfaffenbach
Foto: Bank Sentral Eropa (REUTERS/Kai Pfaffenbach)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB) mengumumkan hasil rapat kebijakan moneternya Kamis (10/6/2021) kemarin. Sama dengan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed, pelaku pasar juga mencari petunjuk kapan ECB akan merubah kebijakan moneternya.

Inflasi yang tinggi di zona euro membuat pelaku pasar melihat kemungkinan ECB akan mengurangi pembelian asetnya. Data awal menunjukkan inflasi di zona euro pada bulan Mei mencapai 2% year-on-year (YoY), sesuai target ECB.

Namun, dalam pengumuman rapat kebijakan moneter kemarin, ECB tidak memberikan sinyal kapan akan mengurangi nilai program pembelian asetnya (quantitative easing/QE).

QE bank sentral ini berbeda dengan The Fed yang bersifat open-ended. ECB menetapkan nilai QE yang disebut Pandemic Emergency Purchase Program (PEPP) senilai 1,85 triliun euro (US$ 2,2 triliun). Sementara open-ended QE nilainya tak terbatas, dan terus dilakukan selama diperlukan.

Selain itu, bedanya lagi PEPP ditentukan akan dilakukan hingga Maret 2022, sementara QE The Fed tidak ditentukan sampai kapan.

Meski nilai PEPP sudah ditentukan, tetapi nilai pembelian aset per bulannya tentu bisa dikurangi atau yang disebut tapering.

Salah satu efek dari tapering yakni penguatan nilai tukar mata uang. Hal tersebut tentunya ingin dihindari oleh ECB, sebab penguatan euro berisiko mengganggu pemulihan ekonomi di blok 10 negara.

Carsten Brzeski, kepala ekonomi makro di ING German, dalam sebuah catatan yang dikutip CNBC International mengatakan sangat jelas ECB menghindari pembicaraan tapering pada pengumuman rapat kebijakan moneter Kamis (10/6/2021).

Sementara itu, kepala ekonomi di Capital Economic Andrew Kenningham memprediksi ECB akan mulai mengurangi QE secara bertahap di semester II-2021, dan masih akan tetap akomodatif dalam waktu yang cukup lama.

"Gambaran besarnya adalah kebijakan ECB akan tetap sangat akomodatif untuk waktu yang lama," kata Kenningham sebagaimana dilansir CNBC International, Kamis (10/6/2021).

Meski inflasi di bulan Mei sudah mencapai 2%, tetapi dalam pengumuman kemarin, ECB mengatakan inflasi masih akan di bawah target 2% dalam beberapa waktu ke depan. Artinya, ECB melihat tingginya inflasi hanya sementara.

"Inflasi menunjukkan kenaikan dalam beberapa bulan terakhir, sebagian besar akan efek basis dasar, faktor yang tidak permanen (sementara) dan kenaikan harga energi. Di semester II tahun ini inflasi masih akan naik sebelum menurun akibat hilangnya faktor yang tidak permanen," kata Presiden ECB, Christine Lagarde, dalam konferensi pers kemarin.

ECB kemarin menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi zona euro menjadi 4,6% di tahun ini dan 4,7% di tahun 2022. Sementara untuk inflasi diprediksi 1,9% untuk 2021 dan 1,5% tahun depan.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar Saham RI & Global Menghijau, Terima Kasih dong ke ECB

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular