Kasus Covid-19 di Australia Melonjak 4.600%, Dolarnya Keok!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
26 August 2021 15:33
An Australia Dollar note is seen in this illustration photo June 1, 2017. REUTERS/Thomas White/Illustration
Foto: Dolar Australia (REUTERS/Thomas White)

Jakarta, CNBC Indonesia - Saat negara lain berhasil melandaikan penyebaran kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19), Australia justru mengalami lonjakan hingga ribuan persen. Bahkan terus mencetak rekor tertinggi selama pandemi. Alhasil, kurs dolar Australia kembali melemah melawan rupiah.

Melansir data Refinitiv, dolar Australia hari ini melemah 0,21% ke Rp 10.450,77/AU$ di pasar spot, setelah sebelumnya membukukan penguatan 4 hari beruntun.

Australia hari ini melaporkan penambahan kasus Covid-19 sebanyak 1.112 orang, yang merupakan rekor terbanyak selama pandemi. Berdasarkan data dari Worldometer, rata-rata penambahan kasus selama 7 hari hingga Kamis (26/8/2021) sebanyak 902 kasus, bandingkan dengan rata-rata pada 26 Juni lalu yang hanya 19 kasus. Artinya, ada lonjakan hingga lebih dari 4.600% dalam dua bulan terakhir.

Alhasil banyak negara bagian yang menerapkan kebijakan lockdown. Hal ini membuat perekonomian Australia terancam kembali mengalami kontraksi di kuartal III-2021.

Selain itu, dolar Australia juga tertekan akibat ambrolnya harga bijih besi hingga 40% sejak Mei lalu.

Bijih besi merupakan komoditas ekspor utama Australia, berkontribusi sekitar 15% dari total ekspor, sehingga ketika harganya yang melesat tentunya akan meningkatkan pendapatan ekspor.

Selain itu, sektor pertambangan juga berkontribusi 10,4% terhadap produk domestik bruto (PDB) Australia, menjadi yang paling besar dibandingkan sektor lainnya.

Di awal tahun ini harga bijih besi terus menanjak hingga berkali memecahkan rekor tertinggi, membuat dolar Australia begitu perkasa. Rekor harga bijih besi US$ 233/ton yang dicapai pada Mei lalu, tetapi kini sudah berada di kisaran US$ 139/ton artinya ambrol sekitar 40%.

Scott Philips, kepala investasi di Motley Fool mengatakan jebloknya harga bijih besi membuat laba perusahaan menurun begitu juga dengan pendapatan negara.

"Pertama, itu (penurunan harga bijih besi) akan melukai lama perusahaan. Kedua, akan menurunkan pendapatan negara, yang pada akhirnya menekan dolar Australia," kata Philips, sebagaimana dilansir Sky News Australia, Selasa (25/8/2021).

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Lagi-Lagi Karena China, Dolar Australia Berjaya Lawan Rupiah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular