Nilai Startup ASEAN Bisa Capai Rp 14.500 T, Bakal Banjir IPO!

Ferry Sandria, CNBC Indonesia
16 August 2021 07:10
CEO Bukalapak Rachmat Kaimuddin dan Komisaris Utama Bambang Brodjonegoro, dok Bukalapak, IPO 6 Agustus 2021
Foto: CEO Bukalapak Rachmat Kaimuddin dan Komisaris Utama Bambang Brodjonegoro, dok Bukalapak, IPO 6 Agustus 2021

Asia Tenggara adalah rumah bagi sekitar 400 juta pengguna internet dan 10% dari mereka baru online untuk pertama kalinya pada tahun 2020.

Ekonomi digital di Singapura, Malaysia, Indonesia, Filipina, Vietnam, dan Thailand - enam ekonomi terbesar Asia Tenggara - diperkirakan akan melampaui US$ 300 miliar (Rp 4.350 triliun) pada tahun 2025, menurut laporan industri yang sering dikutip, berdasarkan publikasi dari Google, Temasek Holdings dan Bain & Company.

Tidak terdapat kelangkaan opsi pendanaan yang tersedia untuk perusahaan rintisan di kawasan ini karena investor, termasuk ekuitas swasta, rela menulis cek raksasa. Startup Asia Tenggara dilaporkan mengumpulkan rekor pendanaan sebesar US$ 6 miliar (Rp 87 triliun) dalam 3 bulan pertama tahun ini.

Anand menjelaskan bahwa investor menginginkan "percepatan pertumbuhan" terhadap investasi mereka dibandingkan dengan apa yang diterima dari industri tradisional.

Lingkungan startup di kawasan ini memiliki apa yang dia gambarkan sebagai "keuntungan kontestan terakhir" - yang mana perusahaan mendapat manfaat pembelajaran dari keberhasilan dan kegagalan bisnis serupa di AS, China, dan India.

Jalan keluar investor

Sejumlah perusahaan rintisan terkemuka di Asia Tenggara sedang dalam proses go public atau mencatatkan saham perdana (initial public offering/IPO), dan beberapa di antaranya telah mengumumkan rencana IPO dengan nilai raksasa, dan sudah ada pula yang menyelesaikan proses pencatatan perdananya.

Raksasa ride-hailing Grab mengumumkan pada April bahwa mereka akan go public melalui merger dengan perusahaan SPAC (special purpose acquisition company) senilai US$39,6 miliar (Rp 574,2 triliun), salah satu kesepakatan dengan perusahaan 'cek kosong' terbesar yang pernah ada.

Raksasa teknologi Indonesia yang baru merger, GoTo Group, juga berencana untuk segera go public.

Grup GoTo dikabarkan berdiskusi dengan investor demi mengumpulkan dana US$ 2 miliar atau setara dengan Rp 29 triliun dalam proses IPO di Indonesia dan AS.

Melansir sumber Bloomberg, Rabu (28/7), perusahaan hasil sinergi unicorn raksasa penyedia jasa ride-hailing Indonesia Gojek dan e-commerce Tokopedia pada Mei lalu ini, telah memulai proses penggalangan dana US$ 1 miliar hingga US$ 2 miliar.

"Adapun valuasi pasar nantinya akan mencapai antara US$ 25 miliar dan US$ 30 miliar," kata sumber yang menolak disebutkan identitasnya, dikutip CNBC Indonesia.

Adapun perusahaan real estate yang berbasis di Singapura, PropertyGuru, juga dilaporkan akan go public melalui merger SPAC sementara perusahaan e-commerce Indonesia PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) sudah memulai debutnya pada Jumat (6/8), dengan meraih dana IPO terbesar dalam sejarah di Bursa Efek Indonesia (BEI) Rp 22 triliun.

Go public melalui perusahaan cek kosong akan menjadikan startup masuk dalam pengawasan ketat dari investor - terutama di AS, menurut Michael Lints, mitra di Golden Gate Ventures.

"Saya pikir (investor) sedikit kecewa dengan arah pasar SPAC, jadi, mereka hanya akan lebih kritis terhadap perusahaan target yang akan mendaftar sekarang," katanya kepada CNBC.

Pendiri biasanya menjual startup mereka ke perusahaan yang lebih besar atau membawanya ke publik melalui IPO, sebuah proses yang dikenal sebagai 'jalan keluar'. Sedangkan kesepakatan mega lewat merger dengan SPAC, seperti yang diumumkan oleh Grab, masih relatif jarang.

Lints menjelaskan bahwa nilai perusahaan ketika investor keluar dari startup di Asia tenggara, sebagian besar masih di bawah US$ 1 miliar (Rp 14,5 triliun), dan sebagian besar dilakukan melalui merger dan akuisisi.

Gencar IPO

Anand dari Jungle, yang merupakan pendukung setia perusahaan rintisan yang memilih untuk go public lebih awal, mengatakan bahwa dia mendorong lebih banyak perusahaan portofolio milik mereka di Asia Tenggara untuk melakukan IPO.

"Saya pikir ada banyak (permintaan) di pasar IPO," katanya, seraya menambahkan bahwa investor mencari perusahaan, industri, dan teknologi baru yang dapat menghasilkan pengembalian ekstra dari pasar.

Anand menjelaskan bahwa pasar saham lokal belum memiliki kapasitas untuk menangani IPO raksasa, yang sebagian besar diperkirakan akan terdaftar di AS.

Tetapi nilai yang lebih kecil dari US$ 5 miliar (Rp 72,5 triliun) dapat memperoleh keuntungan dari pencatatan di pasar domestik, katanya, seraya menambahkan tujuan akhir startup besar di Asia Tenggara adalah untuk memiliki IPO dual-listing.

"Pemerintah memiliki banyak pekerjaan yang harus dikerjakan sebelum kita sampai ke sana, tetapi itu akan membuka tingkat likuiditas global (menuju level yang belum pernah terjadi sebelumnya)," katanya.

(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular