Internasional

Wah! Ramai-ramai Crazy Rich Asia Bidik Proyek 'Hijau' di RI

Ferry Sandria, CNBC Indonesia
06 August 2021 07:20
Bos Ayala Corporation Jaime Augusto Zobel de Ayala dan Anchor of Managing Asia CNBC Christine Tan, dok Twitter Christine Tan
Foto: Bos Ayala Corporation Jaime Augusto Zobel de Ayala dan Anchor of Managing Asia CNBC Christine Tan, dok Twitter Christine Tan

Jakarta, CNBC Indonesia - Proyek ramah lingkungan kini menjadi primadona baru dalam ekonomi global, baik itu di bidang infrastruktur, energi hingga transportasi (kendaraan listrik).

Proyek-proyek tersebut tidak eksklusif bagi negara maju saja, kini proyek 'hijau' tersebut juga mulai dibidik oleh konglomerat Asia Tenggara.

AC Energy-perusahaan yang dikontrol oleh miliarder Filipina Jaime Zobel de Ayala, chairman emeritus dan keluarga pendiri Ayala Corp. dan Sunseap Group yang berbasis di Singapura menginvestasikan lebih dari US$ 2,4 miliar atau setara Rp 34,8 triliun (asumsi kurs Rp 14.500/saham).

Investasi itu dibenamkan dalam proyek energi baru terbarukan (EBT) secara terpisah di Asia Tenggara seiring dengan percepatan transisi negara ASEAN menuju masa depan bebas karbon.

Dilansir Forbes, Sunseap--perusahaan yang disokong oleh perusahaan miliarder sektor energi Thailand, Isara Vongkusolkit, Banpu pcl dan entitas investasi negara Singapura Temasek--mengatakan bahwa mereka menandatangani nota kesepahaman dengan Badan Pengusahaan (BP) Batam.

Isara adalah orang terkaya nomor 24 di Thailand versi Forbes tahun ini dengan kekayaan US$ 1,6 miliar atau setara Rp 23 triliun. Dia adalah chairman Mitr Phol Group, produsen gula terbesar di Asia dan sudah berekspansi ke China, Australia, dan Laos.

Isara Vongkusolkit & family, Forbes 2021Foto: Isara Vongkusolkit & family, Forbes 2021
Isara Vongkusolkit & family, Forbes 2021

Adapun Nota kesepahaman atau MoU (memorandum of understanding) itu untuk membangun pembangkit listrik tenaga surya terapung dan fasilitas penyimpanan energi senilai US$ 2 miliar (Rp 29 triliun) di Pulau Batam, Kepulauan Riau, yang berlokasi sekitar 45 menit perjalanan dengan feri dari Singapura.

Pembangkit listrik tenaga surya terapung, yang dapat menghasilkan listrik dengan daya puncak 2,2 gigawatt (GW), membentang 1.600 hektare pada Waduk Duriangkang di bagian selatan Pulau Batam.

"Ini menjadikannya sistem fotovoltaik terapung terbesar di dunia, tulis perwakilan Sunseap, dilansir Forbes, dikutip Jumat ini (6/8/2021).

"Fasilitas penyimpanan energi tersebut juga akan menjadi yang terbesar di dunia, dengan kapasitas lebih dari 4.000 megawatt per jam," tulis pernyataan tersebut.

Berdasarkan rilis resmi BP Batam, disebutkan penandatanganan MoU dilakukan secara virtual Kepala BP Batam, Muhammad Rudi, dengan Co-founder and CEO, Sunseap Group Pte. Ltd., Frank Phuan, pada Senin (19/7/2021).

Muhammad Rudi mengatakan, MoU dengan Sunseap yang merupakan perusahaan asal Singapura ini dengan total investasi mencapai Rp 29 triliun.

"Ke depannya lapangan pekerjaan akan tercipta sekitar 3.000 pekerja lokal tidak hanya Batam, tetapi juga Indonesia," ujar Muhammad Rudi.

Sunseap Group adalah perusahaan penyedia energi bersih terbesar di Singapura yang didirikan pada tahun 2011.

Dalam MoU ini, Sunseap akan menyediakan layanan satu atap untuk solusi energi bersih, yang mencakup elemen-elemen seperti pendanaan, pengembangan, perancangan, teknik dan konstruksi tenaga surya dan pasokan listrik bersih.

NEXT: Siapa di Belakang Sunseap?

Sunseap didirikan pada tahun 2011 dan kian berkembang pesat sebagai produsen energi surya terkemuka, dengan lebih dari 2 gigawatt daya puncak proyek energi ini disewakan di seluruh Asia.

Pada Maret lalu, perusahaan menyelesaikan instalasi sel surya terapung di Singapura, yang mana mereka juga telah memasang panel surya di lebih dari 3.000 atap bangunan.

Dengan Amazon dan Microsoft termasuk dalam daftar kliennya, Sunseap menyatakan mereka mengharapkan pembangkit listrik tenaga surya di Batam dapat menghasilkan lebih dari 2.600 gigawatt jam listrik (GWh) per tahun.

Ini berpotensi mengurangi lebih dari 1,8 juta metrik ton karbon per tahun.

Sebagai gambaran, pengurangan ini setara dengan mengeliminasi lebih dari 400.000 mobil di jalanan setiap tahun.

"Proyek hyperscale [skala raksasa] ini merupakan tonggak penting bagi Sunseap yang dilaksanakan segera setelah [Sunseap] menyelesaikan instalasi sel surya terapung lepas pantai Singapura pertama di sepanjang Selat Johor," kata salah satu pendiri dan CEO Sunseap, Frank Phuan, dalam pernyataan resmi.

"Kami percaya bahwa sel surya terapung akan sangat membantu mengatasi kendala [akan kurangnya] lahan yang dihadapi bagian [wilayah] perkotaan di Asia Tenggara dalam pemanfaatan energi terbarukan," katanya.

Perusahaan-perusahaan lain di wilayah ASEAN juga telah meningkatkan investasi pada sumber EBT karena komitmen pemerintah yang mulai berusaha untuk menghentikan pembangkit listrik yang menggunakan batu bara dan bahan bakar fosil lainnya.

AC Energy, unit usaha energi terbarukan dari konglomerat tertua Filipina, Ayala Corp, mengatakan pada Rabu pekan lalu, bahwa pihaknya menginvestasikan US$ 445 juta (Rp 6,45 triliun) untuk membangun lima ladang angin (serangkaian turbin angin yang berada di lokasi yang sama untuk memproduksi energi dari energi angin) di Vietnam.

Kapasitas tahunannya secara gabungan yang dapat menghasilkan listrik sebesar 440 megawatt (MW).

Perusahaan dan mitranya sudah mengoperasikan pembangkit listrik tenaga surya dan angin di Vietnam, menghasilkan 525 MW per tahun.

Grup memiliki target untuk membangun kapasitas energi terbarukan sebesar 5.000 megawatt di seluruh wilayah Asia Tenggara pada tahun 2025.

Di Asia Tenggara, Filipina adalah salah satu negara yang paling bergantung pada bahan bakar fosil, dengan lebih dari setengah total produksi listrik mereka pada tahun 2020 berasal dari pembangkit listrik tenaga batu bara.

Sebelumnya, salah satu pembangkit listrik terbesar di Filipina, San Miguel Corp, mengumumkan akan menghentikan proyek-proyek batu bara baru dari rencana ekspansinya. Hal ini dilaksanakan dalam rangka mempersiapkan transisi menuju energi rendah karbon di masa depan.

Miliarder yang juga Presiden San Miguel Corp Ramon Ang mengatakan bahwa perusahaannya telah menginvestasikan US$ 1 miliar (Rp 14,5 triliun) untuk membangun 31 fasilitas penyimpanan energi baterai baru, dengan kapasitas terukur 1.000 megawatt, di seluruh negeri.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular