Semester I-2021

Adu Kuat Performa Bank Jago-Allo Bank cs, Siapa Paling Joss?

Ferry Sandria, CNBC Indonesia
Rabu, 04/08/2021 07:55 WIB
Foto: Dok Bank Jago

Jakarta, CNBC Indonesia - Belakangan ini saham-saham bank mini alias bank BUKU II (bank umum kelompok usaha dengan modal inti Rp 2 triliun sampai Rp 5 triliun) menjadi instrumen 'panas' untuk dikoleksi. Harga saham yang melesat cukup kencang sejak awal tahun menjadi salah satu alasan tersendiri.

Sentimen bank digital yang diprediksi akan menjadi bagian dari masa depan layanan finansial Indonesia yang tidak bisa dielakkan merupakan awal mula pergerakan liar saham-saham bank mini.

Bank digital yang mampu menawarkan integrasi dalam ekosistem yang sudah ada, baik itu yang konvensional seperti jaringan minimarket hingga ekosistem digital seperti e-commerce dan aplikasi multifungsi ikut membuat para investor kalap.


Apalagi dengan mulai diakuisisinya bank-bank mini oleh start-up dan fintech yang ingin melebarkan jangkauan bisnis demi menawarkan layanan finansial yang lebih inklusif.

Akuisisi ini ramai lantaran bank-bank mini juga tengah mencari modal segar, guna memenuhi ketentuan modal minimum yang diwajibkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yakni Rp 2 triliun tahun ini dan Rp 3 triliun tahun depan.

Sebab itu, sejumlah bank mini menggelar penerbitan saham baru dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau rights issue maupun tanpa HMTED atau private placement guna mendapat suntikan investor baru. Ini yang kemudian menjadi sentimen pula yang mengerek harga saham emiten sektor ini yang naik signifikan.

Di sisi lain, meskipun industri perbankan merupakan salah satu sektor terbesar dengan jumlah 'pemain' yang terus menjamur, kondisi tersebut ternyata belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia.

Menurut studi yang dilakukan oleh Oxford Business Group masih terdapat 83,1 juta penduduk Indonesia yang tidak memiliki rekening bank per November 2019.

Oleh karena itu inklusi keuangan yang ditawarkan oleh fintech dan bank digital bisa jadi hal besar yang mampu merombak lanskap industri keuangan di masa depan.

Apalagi pemerintah terlihat memberikan respons positif dengan OJK yang sedang menggodok peraturan terkait bank umum yang akan mengakomodasi aturan bank digital.

Antusiasme pemerintah juga bukan tanpa dasar, studi World Bank mengungkapkan pertambahan 1% inklusi keuangan mampu meningkatkan pertumbuhan per kapita sekitar 0,03%.

Meskipun emiten bank mini menawarkan janji manis di masa depan, tentu aspek fundamental terkait kinerja finansial tidak boleh serta merta dilupakan begitu saja, karena bisa jadi harga saham yang melambung di semester pertama tahun ini dapat berubah arah secara cepat di waktu yang akan datang.

Tim Riset CNBC Indonesia coba merangkum kinerja keuangan lima emiten bang mini yang telah menyetor laporan keuangan kuartal II-2021.

Kelima perusahaan tersebut adalah PT Bank Jago Tbk (ARTO), PT Bank Aladin Syariah Tbk (BANK), PT Allo Bank Indonesia Tbk(BBHI), PT Bank Capital Indonesia Tbk (BACA) dan PT Bank Victoria International Tbk (BVIC).

Foto: Kinerja keuangan lima emiten bank mini semester I/Ferry Sandria
Kinerja keuangan lima emiten bank mini semester I/Ferry Sandria

Sepanjang paruh pertama 2021, tercatat tiga perusahaan mencatatkan keuntungan, sedangkan dua lainnya masih mengalami kerugian.

Dari segi pendapatan, laba dan total nilai aset Bank Victoria berada di peringkat pertama, sedangkan jumlah ekuitas terbesar dicatatkan oleh Bank Jago.

Dari kelima bank mini tersebut Bank Jago mencetak kerugian paling dalam, yang merupakan perusahaan dengan kapitalisasi pasar terbesar sedangkan Bank Victoria malah menjadi perusahaan dengan valuasi paling kecil di antara kelima bank mini ini.

Kapitalisasi pasar Bank Jago saat ini mencapai Rp 241 triliun, setara dengan tiga kali lipat kapitalisasi pasar gabungan dari empat bank mini yang lain. 

NEXT: Analisis Kinerja Keuangan


(tas/tas)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Pacu Pertumbuhan, Bank Digital Genjot "Fee Based Income"& AI

Pages