Harga Nikel to The Moon, Saham ANTM Cs Bergerak Liar

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
16 July 2021 09:45
A worker poses with a handful of nickel ore at the nickel mining factory of PT Vale Tbk, near Sorowako, Indonesia's Sulawesi island, January 8, 2014. REUTERS/Yusuf Ahmad
Foto: REUTERS/Yusuf Ahmad

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham-saham emiten tambang nikel kompak melonjak pada awal perdagangan pagi ini, Jumat (16/7/2021). Penguatan ini terjadi di tengah reli kenaikan harga komoditas nikel dalam sepekan terakhir. Selain itu, naiknya saham-saham nikel juga cenderung dibarengi oleh aksi beli bersih (net buy) asing.

Berikut pergerakan saham nikel, pukul 09.19 WIB:

  1. Timah (TINS), saham +3,38%, ke Rp 1.680, net buy Rp 3,09 M

  2. Harum Energy (HRUM), +2,35%, ke Rp 5.450, net buy Rp 620,51 juta

  3. Central Omega Resources (DKFT), +2,13%, ke Rp 144, net buy Rp 800,80 ribu

  4. Trinitan Metals and Minerals (PURE), +2,06%, ke Rp 99, net buy Rp -

  5. Vale Indonesia (INCO), +1,91%, ke Rp 5.325, net buy Rp 5,91 M

  6. PAM Mineral (NICL), +1,89%, ke Rp 324, net buy Rp 20,76 juta

  7. Aneka Tambang (ANTM), +1,15%, ke Rp 2.640, net sell Rp 5,61 M

  8. Pelat Timah Nusantara (NIKL), +0,48%, ke Rp 1.040, net buy Rp 3,98 juta

Menurut data di atas, saham TINS menjadi yang paling menguat dengan kenaikan 3,38% ke Rp 1.680/saham. Asing tercatat ramai-ramai membeli saham TINS dengan nilai net buy Rp 3,09 miliar. Ini membuat saham TINS berhasil mencatatkan reli penguatan 3 hari beruntun, dengan kenaikan 2,76% dalam sepekan.

Sepanjang 3 bulan pertama 2021 TINS membukukan laba bersih di kuartal I-2021 sebesar Rp 10,34 miliar. Perseroan membukukan perbaikan kinerja setelah pada periode yang sama tahun lalu, mengalami kerugian Rp 412,85 miliar.

Perseroan berhasil menekan beban keuangan menjadi Rp 98,56 miliar rupiah dibandingkan Rp 214,36 miliar tahun lalu, walau penjualan menurun 44,77% menjadi hanya Rp 2,44 triliun rupiah saja dibandingkan Rp 4,43 triliun rupiah di kuartal pertama tahun lalu.

Di posisi kedua, ada saham emiten milik pengusaha Kiki Barki, HRUM, yang menanjak 2,35% ke Rp 5.450/saham, setelah kemarin stagnan di harga Rp 5.325/saham. Dalam seminggu saham ini melesat 5,34%.

Sepanjang 3 bulan pertama 2021, laba bersih HRUM tercatat melonjak secara signifikan sebesar 2.044,38%.

Angka tersebut tumbuh dari US$ 821,38 ribu atau setara dengan Rp 11,50 miliar (asumsi kurs US$ 1 = Rp 14.000) pada triwulan I 2020, menjadi US$ 17,61 juta atau setara dengan Rp 246,58 miliar pada periode yang sama 2021.

Namun, melesatnya laba bersih perusahaan diiringi dengan penurunan penjualan dan pendapatan usaha sebesar 6,72% menjadi US$ 57,08 juta (Rp 799,12 miliar) pada 3 bulan pertama 2021.

Tidak ketinggalan, duo INCO dan ANTM juga ikut naik, masing-masing, sebesar 1,91% dan 1,15%. Dalam sepekan saham keduanya naik secara berturut-turut sebesar 3,37% dan 1,54%.

Sementara, harga komoditas nikel dengan kontrak pembelian 3 bulan di London Metal Exchange (LME) mengalami reli penguatan alias selalu naik dalam sepekan terakhir. Per Kamis (15/7), secara persentase kenaikan harga nikel dalam sepekan sebesar 3,64% ke harga kontrak 3 bulan US$ 32.782/ton. Sementara dalam sebulan harga nikel sudah naik sebesar 5,01%.

Sentimen terbaru untuk saham-saham emiten nikel adalah terkait PT Industri Baterai Indonesia atau Indonesia Battery Corporation (IBC) yang mulai menyampaikan rencana investasi pembuatan pabrik baterai kendaraan listrik

Diwartakan sebelumnya, Direktur Utama IBC Toto Nugroho, menyampaikan bahwa RI punya cita-cita menjadi pemain baterai kelas dunia dan optimistis bisa dicapai pada 2025 mendatang.

Dia mengatakan, ada dua alasan kenapa RI harus menjadi pemain baterai kelas dunia. Pertama, karena Indonesia dianugerahi cadangan nikel dan menjadi salah satu yang terbesar di dunia.

Tak hanya nikel, Indonesia juga memiliki cadangan komoditas mineral lainnya yang bisa dijadikan bahan baku baterai hingga kendaraan listrik.

Alasan kedua adalah Indonesia memiliki pasar yang besar. Namun potensi pasar baterai tidak hanya di Indonesia, potensi pasar besar juga ada di Asia Tenggara.

"Kita harus jadi perusahaan baterai kendaraan listrik kelas dunia. Cadangan nikel yang besar dan menjadi salah satu yang terbesar di dunia. Pasar besar di Indonesia dan ASEAN region," jelasnya dalam Investor Daily Summit 2021, Rabu (14/07/2021).

Kebutuhan baterai untuk kendaraan listrik (electric vehicle/ EV) di Indonesia pada 2030 diperkirakan bakal mencapai sekitar 11-12 Giga Watt hours (GWh) atau ekuivalen dengan 140.000 unit kendaraan roda empat.

"Pasar di Indonesia sendiri hampir 30 GW dan kami sampaikan baterai ini gak hanya four wheel (roda empat), tapi energy solution di mana kita harus menyimpan sumber listrik renewable," jelasnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, diperlukan investasi yang sangat besar dan pembangunan beberapa fasilitas perlu waktu yang panjang. Menurutnya, saat ini IBC sudah tahap rinci untuk uji kelayakan atau feasibility study (FS) dan mencari sumber pendanaan proyek dengan menggaet dua calon mitra utama.

"Dua calon mitra utama dan kemarin sempat disampaikan Kementerian Investasi, sudah diumumkan 2022 ada satu factory 10 GW break through baterai, di 2024 komponen besar-besar RKEF, HPAL beroperasi, sehingga di 2025 dapatkan baterai skala besar benar-benar produksi di Indonesia," jelasnya.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(adf/adf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Nikel Rekor, Saham Produsennya to The Moon

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular