Jakarta, CNBC Indonesia - Subsektor pertambangan nikel di Bursa Efek Indonesia (BEI) kedatangan 'anak baru', yakni PT PAM Mineral Tbk (NICL). Pam Mineral melakukan penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) pada Jumat (9/7) pekan lalu.
Emiten yang memiliki blok tambang dengan memakai nama-nama public figure beken--seperti BCL, Raisa, dan Syahrini--ini melepas sebanyak 2 miliar saham baru atau setara 20,7% dari modal ditempatkan dan disetor penuh perseroan, dengan harga IPO Rp 100 per saham, sehingga mengantongi Rp 200 miliar.
Kedatangan NICL di bursa tentu saja sudah ditunggu oleh para pemain lama, seperti emiten pelat merah, PT Aneka Tambang (ANTM) alias Antam dan emiten yang 20% sahamnya dikuasai oleh Inalum, PT Vale Indonesia Tbk (INCO).
Lantas, bagaimana head-to-head kinerja fundamental antara NICL, ANTM, dan INCO?
Dalam tulisan ini Tim Riset CNBC Indonesia akan membahas perbandingan kinerja keuangan ketiga emiten tersebut menggunakan laporan keuangan (lapkeu) tahun 2020, mengingat berdasarkan prospektus perusahaan NICL baru melaporkan kinerja keuangan per akhir Desember tahun lalu.
Kode Ticker | Pendapatan '20 | Pendapatan '19 | Laba Bersih '20 | Laba Bersih '19 |
ANTM | Rp 27,37 T | Rp 32,72 T | Rp 1,15 T | Rp 193,85 M |
INCO* | US$ 764,74 Jt | US$ 782,01 Jt | US$ 82,82 Jt | US$ 57,40 Jt |
NICL | Rp 195,44 M | - | Rp 28,46 M | Rp (14,07 M) |
Sumber: Bursa Efek Indonesia (BEI)
Apabila menilik data di atas, sepanjang 2020, ketiga emiten tersebut berhasil membukukan laba bersih, dengan Antam mencetak lonjakan laba tertinggi secara tahunan (year on year/yoy) di antara yang lainnya.
Antam
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan yang dipublikasikan, tercatat laba bersih ANTM tahun lalu mencapai Rp 1,14 triliun, melonjak 492,90% dibandingkan dengan laba bersih tahun sebelumnya yang senilai Rp 193,85 miliar.
Meski laba 'meroket' pada 2020, kinerja pendapatan mengalami penurunan sebesar 16,34% secara yoy menjadi senilai Rp 27,37 triliun dari posisi 31 Desember 2019 yang senilai Rp 32,72 triliun.
Catatan saja, kendati Antam juga masuk ke bisnis nikel, porsi penjualan emas masih menjadi andalan perusahaan. Pada tahun lalu penjualan emas berkontribusi sebesar 70,72% dari total penjualan perusahaan atau setara dengan Rp 19,36 triliun.
Sementara, penjualan feronikel menyumbang 17,02% atau setara dengan Rp 4,66 triliun dan penjualan bijih nikel berkontribusi sebesar 6,83%. Apabila penjualan feronikel dan bijih nikel digabungkan, maka porsi penjualan keduanya sebesar 23,84%. Ini menunjukkan pendapatan konsolidasi Antam tidak mencerminkan jualan nikel perusahaan.
Adapun per kuartal I 2021, laba bersih Antam senilai Rp 630,37 miliar. Capaian tersebut berkebalikan dari periode yang sama tahun sebelumnya rugi Rp 281,84 miliar.
Kenaikan laba bersih tersebut selaras dengan naiknya pendapatan ANTM di 3 bulan pertama tahun ini sebesar Rp 9,21 triliun, naik 77% dari tahun sebelumnya Rp 5,20 triliun.
Pada periode Januari-Maret 2021, penjualan terbesar perseroan masih disumbang oleh produk emas sebesar Rp 6,59 triliun, naik dari sebelumnya Rp 3,97 triliun. Feronikel tercatat sebesar Rp 1,23 triliun dari sebelumnya Rp 965,95 miliar, sementara pendapatan dari penjualan bijih nikel sebesar Rp 950 miliar.
Vale Indonesia
Seperti Antam, Vale Indonesia juga berhasil mencetak kinerja keuangan yang oke punya sepanjang tahun lalu di tengah penurunan pendapatan perusahaan.
Laba bersih Vale Indonesia mencapai US$ 82,82 juta atau setara dengan Rp 1,16 triliun (kurs Rp 14.000/US$) di tahun pandemi 2020, naik 44,28% dibandingkan dengan tahun 2019 sebesar US$ 57,40 juta atau setara Rp 804 miliar.
Namun, pendapatan usaha turun 2,2% menjadi US$ 764,74 juta atau setara dengan Rp 10,71 triliun per 31 Desember 2020 dari tahun sebelumnya US$ 782,01 juta atau setara Rp 11 triliun.
Menurut keterangan dalam laporan keuangan perusahaan, semua penjualan perusahaan merupakan transaksi dengan pihak-pihak berelasi. Sepanjang tahun lalu, penjualan perusahaan terbesar disumbang oleh penjualan ke Vale Canada Limited (VCL) yang sebesar US$ 612,05 juta.
Asal tahu saja, VCL adalah entitas entitas induk langsung Vale Indonesia. Sementara, entitas pengendali utama Vale Indonesia adalah Vale S.A., sebuah perusahaan yang didirikan berdasarkan hukum Republik Federal Brasil.
Sementara, per triwulan pertama 2021, laba bersih INCO juga naik 16,36% dari US$ 28,96 juta pada 3 bulan pertama 2020 menjadi US$ 33,69 juta. Sejurus dengan itu, penjualan dan pendapatan usaha juga tumbuh 18,26% menjadi US$ 206,56 juta.
PAM Mineral
Kemudian kita ke emiten ketiga.
Menurut prospektus perusahaan, PAM Mineral membukukan pendapatan sebesar Rp 195,44 miliar pada 2020. Namun, perusahaan belum mencatatkan penjualan per akhir Desember 2019. Begitu pula pada 2017 dan 2018 perusahaan juga belum membukukan penjualan.
Menurut penelusuran Tim Riset, hal tersebut lantaran PAM Mineral baru mengakuisisi 99,054% saham PT Indrabakti Mustika (IBM), anak usaha yang bergerak di bidang pertambangan bijih nikel, dengan nilai Rp 27,06 miliar pada 18 Agustus 2020.
Padahal, menurut penjelasan manajemen PAM, kontribusi pendapatan entitas anak IBM terhadap perusahaan adalah sebesar 100% dari pendapatan perseroan karena saat ini perseroan belum berproduksi.
Tetapi, apabila dibandingkan dengan periode 31 Oktober 2020, pendapatan PAM per akhir 2020 melesat 130,87% dari pendapatan per akhir Oktober yang sebesar Rp 84,66 miliar. Menurut pemaparan perusahaan, kenaikan ini disebabkan terdapat peningkatan penjualan ke konsumen melalui IBM.
Adapun laba bersih PAM pada 2020 sebesar Rp 28,46 miliar dari rugi bersih tahun 2019 sebesar Rp 14,07 miliar. Kenaikan laba bersih tersebut disebabkan, kata manajemen PAM, oleh kenaikan penjualan nikel selama periode 2 bulan pada tahun 2020.
Apabila sediit menelisik kinerja anak usaha PAM, IBM, per 31 Oktober 2020 IBM membukukan penjualan Rp 215,91 miliar yang berasal dari penjualan nikel kepada konsumen. Adapun per akhir Desember 2029 perusahaan ini mencetak penjualan sebesar Rp 155,17 miliar atau 8.947,9% dibandingkan periode 31 Desember 2018 yang sebesar Rp 1,72 miliar.
Mengutip penjelasan prospektus, kenaikan penjualan ini terutama disebabkan karena kenaikan volume penjualan nikel kepada pihak ketiga.
Memang, produksi IBM mengalami lonjakan tajam sejak akhir 2019. Pada 31 Desember 2018 volume produksi IBM mencapai 16.530,89 WMT (wet metric ton). Kemudian melonjak 2.265,96% menjadi 391.114,71 WMT pada akhir 2019. Volume tersebut kembali bertambah menjadi 615.034,37 WMT pada akhir Oktober 2020.
Sejurus dengan itu, volume penjualan IBM pun meningkat, dari 4.150,79 WMT pada 31 Desember 2018, 'meroket' menjadi 364.327,80 WMT pada 2019. Lalu, angka tersebut kembali naik menjadi 496.467,34 WMT pada 31 Oktober tahun lalu.
Adapun laba komprehensif tahun berjalan IBM pada 31 Oktober 2020 sebesar Rp 10,06 miliar, turun dari perolehan per 31 Desember 2019 yang senilai Rp 10,69 miliar. Namun, angka tersebut lebih baik ketimbang tahun 2018 yang membukukan rugi bersih Rp 3,62 miliar.
Sekadar informasi, dari IPO, PAM Mineral akan menerima dana segar sebesar Rp 200 miliar.
Dana hasil IPO, sekitar Rp 72 miliar akan dipergunakan untuk pengembangan usaha perseroan dan anak perusahaan, IBM, yakni sebesar 30% untuk eksplorasi penambahan cadangan bijih nikel di area blok kerja perseroan.
Blok kerja tersebut antara lain blok yang diberi nama BCL, Raisa, Kartini, Tiara, dan Syahrini dengan total luas sekitar 51 hektare yang berada di dalam area pertambangan dengan IUP atas nama perseroan di Morowali.
Adapun, sekitar 70% akan dipergunakan oleh entitas anak, IBM, untuk program eksplorasi lanjutan pengeboran spasi detail (infill drilling) penambangan cadangan bijih nikel di area blok kerja Kolaka Cendana, Longori, Silae, Komia, Kuma, Kondole dengan total luas 183 hektare di Konawe Utara. Kedua pengembangan usaha itu direncanakan dimulai pada paruh kedua 2021.
Sementara itu, sisanya akan digunakan sebagai modal kerja untuk operasional perseroan, anak perusahaan, IBM, yakni sebesar 72% untuk modal kerja untuk operasional Perseroan dan sebesar 28% untuk modal kerja untuk operasional Entitas Anak, IBM.
Bersamaan dengan penawaran umum saham ini, perseroan juga menerbitkan Waran Seri I.
Setiap pemegang 10 saham baru perseroan berhak memperoleh 13 waran di mana setiap 1 waran memberikan hak kepada pemegang untuk membeli 1 saham baru perseroan yang dikeluarkan dalam portapel.
Waran yang diterbitkan mempunyai jangka waktu selama 2 (dua) tahun. Adapun dana hasil pelaksanaan waran Seri I akan digunakan untuk penambahan modal kerja.
Kabar teranyar, PAM berencana mengakuisisi perusahaan tambang baru. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan cadangan nikel perseroan.
Rencana ini termasuk dalam jangka menengah dan panjang perseroan. Namun, perseroan belum menetapkan lebih rinci mengenai target harga maupun lokasi tambang baru yang akan diakuisisi tersebut.
"Untuk jangka menengah dan jangka panjang perseroan memiliki strategi menambah cadangan dengan melalui akuisisi atau maupun mencari tambang baru," kata Direktur Utama PT PAM Mineral Tbk, Ruddy Tjanaka, Kamis (15/7/2021).
Rudy menambahkan, pertambangan nikel, terutama yang berkadar rendah diyakini mempunyai peluang sebagai salah satu komponen utama dalam pembuatan baterai untuk kendaraan listrik (electric vehicle). Permintaan bijih nikel juga diperkirakan akan meningkat terutama dari industri kendaraan listrik.
Pasalnya, pangsa pasar kendaraan listrik di tahun 2019 baru mencapai 2,5% dan diperkirakan akan menjadi 10% pada tahun 2025 mendatang. Hal ini juga akan berimbas pada kenaikan pangsa pasar industri EV yang diprediksikan menjadi 28% di tahun 2030 dan 58% di tahun 2040.
Selain itu, pada tahun 2019, konsumsi nikel untuk bahan baku baterai mencapai 7% dari total konsumsi global. Sementara itu, pada tahun 2022, diperkirakan, permintaan nikel akan melebihi pasokan yang ada.
Menurut Rudy, dengan perkembangan ke depan itu kebutuhan ore nikel bisa melebihi 7-8 juta ton per bulan. Sementara itu, dengan eksplorasi perseroan dan perusahaan anak diproyeksikan masih memiliki sumber daya sekitar 28 juta ton lebih bijih nikel.
PAM Mineral merupakan perusahaan pertambangan nikel yang berdiri sejak 2008. PAM Mineral memiliki dua wilayah operasional, yakni di Sulawesi Tenggara Desa Lameruru Kecamatan Langgikima Kabupaten Konawe Utara dan Desa Laroenai Kecamatan Bungku Pesisir, Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah.
Wilayah tambang di Kabupaten Morowali menjadi lahan konsesi milik PAM, sementara sang anak usaha IBM memiliki lahan konsesi pertambangan nikel wilayah operasional di Kabupaten Konawe Utara.
TIM RISET CNBC INDONESIA