Kapitalisasi Pasar Rp 100 T

Diam-diam Bank Jago Pepet Astra, Market Cap BCA-BRI Merosot!

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
12 July 2021 13:10
Dok: Bank Jago
Foto: Dok: Bank Jago

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil mencatatkan kinerja positif pada pekan lalu (5-9 Juli). Meski tertatih-tatih, namun IHSG mampu menguat secara mingguan.

Pekan lalu, IHSG menguat 0,28% secara point-to-point. Bahkan bisa dibilang, IHSG menjadi yang terbaik dibandingkan dengan bursa Asia lainnya pada pekan lalu.

Memulai pekan lalu di level 6.023,01, IHSG menutup pekan lalu finish di 6.039,84 atau stagnan.

Selama sepekan, investor melakukan aksi jual bersih (net sell) di pasar reguler sebesar Rp 540 miliar.

Dari data kapitalisasi pasar (market cap) pada akhir pekan lalu, Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat total 10 besar saham berkapitalisasi terbesar (big cap) kembali turun menjadi Rp 2.842 triliun, dari pekan sebelumnya sebesar Rp 2.856 triliun.

Market Cap Emiten Big Cap 10 Besar (RP T)

No.Emiten9 Juli 2021No.Emiten2 Juli 2021No.Emiten25 Juni 2021
1.Bank Central Asia/BBCA7351.Bank Central Asia/BBCA7441.Bank Central Asia/BBCA755
2.Bank Rakyat Indonesia/BBRI4642.Bank Rakyat Indonesia/BBRI4872.Bank Rakyat Indonesia/BBRI487
3.Telkom/TLKM3133.Telkom/TLKM3043.Telkom/TLKM322
4.Bank Mandiri/BMRI2674.Bank Mandiri/BMRI2754.Bank Mandiri/BMRI273
5.Astra/ASII1995.Astra/ASII2025.Astra/ASII199
6.Bank Jago/ARTO1966.Unilever/UNVR1966.Unilever/UNVR191
7.Unilever/UNVR1817.Bank Jago/ARTO1817.Bank Jago/ARTO186
8.Chandra Asri/TPIA1778.Chandra Asri/TPIA1748.Chandra Asri/TPIA179
9.Emtek/EMTK1699.Emtek/EMTK1529.Emtek/EMTK155
10.DCI Indonesia/DCII14110.DCI Indonesia/DCII14110.DCI Indonesia/DCII141

Sumber: BEI, berdasarkan data harga saham, Jumat (9/7/2021)

Berdasarkan data di atas, secara mayoritas pergerakan big cap pada akhir pekan lalu masih mengalami penurunan. Hanya empat saham yang market cap-nya naik dan satu saham yang market cap-nya stagnan.

Market cap saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) pada akhir pekan lalu mencapai Rp 735 triliun, turun sebesar Rp 9 triliun dari pekan sebelumnya yang sebesar Rp 744 triliun.

Sedangkan market cap PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) pada akhir pekan lalu juga turun sebesar Rp 23 triliun menjadi Rp 464 triliun. Penurunan market cap BBRI menjadi yang terbesar pada akhir pekan lalu.

Sedangkan untuk market cap saham PT Bank Jago Tbk (ARTO) kembali menyusuli market cap PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) pada akhir pekan lalu. Market cap ARTO kembali berada di posisi ke-6 dengan jumlah mencapai Rp 196 triliun, naik Rp 15 triliun. Kini market cap ARTO dekati PT Astra International Tbk (ASII).

Sementara untuk market cap UNVR terdepak ke posisi 7 dengan jumlahnya mencapai Rp 181 triliun atau turun sebesar Rp 15 triliun.

Adapun untuk penambahan market cap terbesar terjadi di saham PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) yang bertambah sebesar Rp 17 triliun menjadi Rp 169 triliun pada akhir pekan lalu.

Kapitalisasi pasar atau market cap adalah nilai pasar dari sebuah emiten, perkalian antara harga saham dengan jumlah saham beredar di pasar, semakin besar nilai market cap emiten maka pengaruh pergerakannya juga besar terhadap pergerakan IHSG.

NEXT: Review Pasar Sepekan

Pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) yang kembali mengganas di Indonesia membuat investor memburu saham-saham emiten kesehatan.

Per Jumat (9/7/2021), jumlah pasien positif Covid-19 mencapai 2.455.912 orang. Bertambah 38.124 orang dari hari sebelumnya.

Sepanjang pekan lalu, jumlah pasien positif bertambah 226.974 orang. Ini adalah rekor penambahan kasus mingguan sejak pasien pertama diumumkan pada 1 Maret 2020.

Rumah sakit semakin penuh, bebannya meningkat sehingga terlalu berat. Ini tercermin dari jumlah kasus aktif yang terus meningkat. Kasus aktif adalah jumlah pasien yang masih dalam perawatan, salah satunya di rumah sakit.

Per 9 Juli 2021, angka kasus aktif corona di Indonesia adalah 367.733 orang. Bertambah 8.278 orang dari hari sebelumnya.

Tingginya permintaan terhadap layanan rumah sakit membuat investor merasa emiten seperti PT Bundamedik Tbk (BMHS) yang baru listing pekan lalu punya peluang untuk mencetak laba tinggi. Persepsi ini membuat pelaku pasar memborong saham Bundamedik sampai terbentur auto rejection batas atas (ARA) berhari-hari.

Selain itu, tingginya kasus Covid-19 membuat masyarakat berbondong-bondong melakukan tes supaya hati lebih tenang ketika berinteraksi dengan orang lain. Jumlah tes Covid-19 naik pesat ke angka lebih dari 100.000 per hari.

Akibat tes yang semakin banyak, maka semakin banyak pula kasus yang ditemukan. Kasus positif yang selama ini terpendam jadi terungkap terang-benderang setelah diuji.

Tingginya permintaan akan tes Covid-19 membuat emiten laboratorium kesehatan seperti PT Prodia Widyahusada (PRDA) berpotensi mencetak laba tinggi. Harapan cuan ini yang membuat investor tertarik dan masuk ke saham Prodia.

Sementara itu dari Amerika Serikat (AS), bank sentral (Federal Reserve/The Fed) berkomitmen untuk terus melanjutkan kebijakan moneter ultra-longgar. Kebijakan ini akan berlangsung sampai terdapat tanda yang jelas bahwa perekonomian Negeri Paman Sam sudah pulih betul dari dampak pandemi Covid-19.

Dalam notula rapat (minutes of meeting) The Fed edisi Juni 2021, terungkap bahwa para peserta rapat sepakat bahwa ekonomi Negeri Paman Sam belum pulih betul dari dampak pagebluk virus corona.

Jika sudah ada tanda-tanda yang jelas bahwa laju inflasi terakselerasi secara konsisten, maka The Fed akan baru akan bertindak.

"Para peserta rapat merasa bahwa pandemi masih membawa ketidakpastian. Oleh karena itu, dibutuhkan kesabaran untuk mengubah kebijakan. Namun memang sebagian besar peserta rapat menilai sudah ada risiko inflasi yang mengarah ke atas sehingga The Fed perlu bersiap untuk melakukan tindakan jika risiko itu terwujud," tulis notula itu.

"Secara umum, para peserta rapat sepakat bahwa pengurangan pembelian aset (quantitative easing), jika sudah diperlukan, membutuhkan perencanaan yang matang. Salah satunya adalah ketika target-target yang dicanangkan Komite sudah tercapai."

The Fed yang sepertinya kurang hawkish membuat laju penguatan dolar AS tertahan. Tanpa sentimen pengetatan kebijakan (tapering off) berarti suku bunga tetap akan rendah sehingga imbalan berinvestasi di instrumen berbasis dolar AS menjadi kurang menarik.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular