PPKM Darurat, Bahana: Investor Saham Mulai Ubah Strateginya

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
05 July 2021 13:55
Kompetisi jual beli saham Oppo Stocks in Your Hand di Bursa Efek Indonesia, Senin (18/2/2019). kompetisi jual beli saham Oppo Stocks in Your Hand (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Kompetisi jual beli saham Oppo Stocks in Your Hand di Bursa Efek Indonesia, Senin (18/2/2019). kompetisi jual beli saham Oppo Stocks in Your Hand (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Bahana TCW Investment Management, anak usaha Holding BUMN Perasuransian dan Penjaminan Indonesia Financial Group IFG), menilai penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang berlaku pada 3 Juli 2021 hingga 20 Juli 2021 akan berdampak terbatas terhadap perekonomian dan pasar saham.

Chief Economist Bahana TCW Budi Hikmat menilai, memang kebijakan itu akan berimbas kepada sektor jasa dan ritel akan menjadi sektor yang paling terdampak PPKM tersebut.

Namun, investor telah banyak belajar dari pembatasan sosial sebelumnya dengan mempertimbangkan sektor lain yang akan membawa return yang baik selama PPKM seperti energi, teknologi, dan lainnya. Investor akan lebih merespon PPKM ini dengan mengubah strategi investasi.

"Penurunan ekonomi dan kinerja pasar akibat lonjakan kasus yang tinggi akan dipersepsikan cukup positif oleh pelaku pasar," kata Budi Hikmat, dalam keterangan resmi, dikutip Senin (5/7/2021).

"Gangguan di aktivitas ekonomi kemungkinan hanya akan terjadi selama dua bulan, selebih dari itu, kondisi akan membaik sejalan dengan vaksinasi yang terus meningkat. Sehingga, dampaknya tidak akan signifikan terhadap prospek ekonomi Indonesia secara umum."

Budi menambahkan, dampak lonjakan kasus Covid 19 tidak akan berefek sedalam lonjakan pertama saat awal-awal pandemi.

Merujuk pada data Satgas Penanganan COVID-19, pada Selasa lalu (29/6) ada tambahan 20.467 kasus baru virus corona di Indonesia. Tambahan ini mengantarkan total kasus di negara kita menjadi 2.156.465, tertinggi di Asia Tenggara.

"Selain secara fundamental perekonomian kita masih bagus, pelaku pasar telah banyak belajar dari kejadian lonjakan kasus Covid 19 sebelumnya," katanya.

Budi menilai, percepatan vaksinasi terhadap masyarakat Indonesia yang saat ini sedang didorong pemerintah, dipersepsikan sebagai sentimen positif oleh pelaku pasar.

Sebagai gambaran, rencana pemerintah dalam melakukan percepatan vaksinasi di Indonesia telah berada dalam jalur yang baik.

Hingga akhir Juni 2021, pemerintah telah berhasil mencapai 42 juta vaksinasi Covid 19. Diversifikasi vaksin dari berbagai produsen untuk mempercepat vaksinasi juga telah dilakukan.

Terbaru, Pemerintah telah mendatangkan 14 juta dosis baru vaksin Sinovac, yang akan dilanjutkan dengan kedatangan vaksin gratis Covax/GAVI, AstraZaneca dan Pfizer yang akan mulai masuk Agustus yang akan datang.

Langkah diversifikasi vaksin ini dipandang akan mampu meredam lonjakan kasus akibat varian Delta (B.1.617.2) yang memiliki tingkat penyebaran lebih tinggi dibanding varian sebelumnya dan telah dilaporkan ada 160 kasus varian Delta di Indonesia.

Pemerintah telah menetapkan target vaksinasi yang akan dilakukan, dimana di Juli ditargetkan 34 juta dosis, Agustus 43,7 juta dosis, kemudian September 53 juta dosis, Oktober 84 juta dosis, November 80,9 juta dosis dan Desember 71,7 juta dosis.

Dengan didukung kecukupan pasokan vaksin, diperkirakan pada akhir tahun akan ada 181,5 juta orang yang telah divaksin.

Budi Hikmat menambahkan, kecukupan pasokan vaksin dari berbagai negara produsen dipercaya akan terjaga, karena negara-negara produsen utama vaksin telah mencapai vaksinasi yang tinggi, seperti Amerika Serikat yang telah mencapai 54%, Inggris telah mencapai 65%, dan India sudah di 20%.

Dengan demikian, kedatangan vaksin dari berbagai negara-negara produsen utama vaksin hingga akhir tahun akan terjaga dan dapat memenuhi kebutuhan dosis vaksin di Indonesia.

"Jika rencana kedatangan vaksin ini berjalan sesuai rencana, kami memperkirakan 70% masyarakat Indonesia akan mendapatkan vaksin (sesuai acuan WHO)," ujarnya.


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Booming Commodity, Ekspor Rekor & Rupiah yang Perkasa

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular