PPKM Mikro Darurat Resmi Mulai 3 Juli, Rupiah 4 Hari Anyep

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
01 July 2021 15:50
Dollar-Rupiah
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah kembali berakhir di zona merah pada perdagangan Kamis (1/7/2021). Artinya, sepanjang pekan ini rupiah tidak pernah menguat selama 4 hari melawan dolar Amerika Serikat (AS). Dolar AS memang sedang kuat-kuatnya, sementara dari dalam negeri,

Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro Darurat sah diumumkan.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka dan menutup perdagangan dengan pelemahan tipis 0,03% ke Rp 14.500/US$. Tetapi sebelumnya rupiah sempat melemah 0,38% ke Rp 14.550/US$. Level tersebut merupakan yang terlemah sejak 19 April lalu.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) hari ini akhirnya mengumumkan PPKM Mikro Darurat dimulai pada 3 Juli 2021 hingga 20 Juli 2021 untuk wilayah Jawa dan Bali.

"Setelah dapatkan banyak masukan, menteri, ahli kesehatan dan kepala darah saya memutuskan untuk memberlakukan PPKM darurat sejak 3 Juli hingga 20 Juli 2021 khusus untuk Jawa Bali," kata Jokowi melalui youtube Sekretariat Presiden, Kamis (1/7/2021). 

Pengetatan yang dilakukan sama dengan kabar yang beredar sejak kemarin. Kegiatan perkantoran wajib 100% work from home (WFH) untuk sektor non esensial, sementara untuk sektor esensial 50% WFH, 50% lagi work from office (WFO).

Untuk supermarket, pasar tradisional, toko kelontong, dan pasar swalayan yang menjual kebutuhan sehari-hari dibatasi jam operasional sampai pukul 20.00 waktu setempat dengan kapasitas pengunjung 50%. Tetapi pusat perbelanjaan/mall/pusat perdagangan ditutup.

Restoran maupun tempat makan lainnya hanya menerima delivery/take away. Kemudian kegiatan belajar mengajar dilakukan secara online/daring, dan rumah ibadah ditutup. Pengetatan aturan juga terjadi dalam penggunaan transportasi udara begitu juga darat, serta transportasi umum dalam kota.

Sementara itu, lonjakan kasus penyakit virus corona (Covid-19) di Indonesia mulai menggerogoti sektor manufaktur. IHS Markit melaporkan kabar kurang bagus. Aktivitas manufaktur yang diukur dengan Purchasing Managers' Index (PMI) pada Juni 2021 dilaporkan 53,5.

Meski masih menunjukkan ekspansi (angka indeks di atas 50), tetapi menunjukkan pelambatan dari sebelumnya sebesar 55,3 di mana kala itu menjadi rekor tertinggi sepanjang sejarah pencatatan.

"Pertumbuhan sektor manufaktur Indonesia pada Juni mengalami perlambatan akibat gelombang kedua serangan virus corona. Produksi tetap tumbuh dengan kuat meski dampak pandemi perlu dilihat dalam beberapa bulan ke depan.

"Secara umum, dunia usaha masih optimistis dengan masa depan produksi manufaktur. Namun gangguan akibat pandemi mulai menunjukkan tanda-tanda kewaspadaan," jelas Jingyi Pan, Economics Associate Director IHS Markit, seperti dikutip dari keterangan tertulis.

Sektor manufaktur sendiri berkontribusi sekitar 20% terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia, sehingga berlanjutnya ekspansi menjadi sangat penting guna memulihkan perekonomian.

Laju ekspansi tersebut berisiko melambat lebih jauh, sebab PPKM Mikro Darurat berlangsung lebih dari 2 minggu. Namun, bukan PPKM Mikro Darurat, ataupun pelambatan ekspansi manufaktur uang menekan rupiah, melainkan dolar AS yang terlalu perkasa. 


HALAMAN SELANJUTNYA >>> Ini Penyebab Dolar AS Belum Terbendung

 

Dolar AS memang sedang kuat-kuatnya, hingga perdagangan Kamis kemarin mampu mencatat penguatan 6 hari beruntun. Kemarin indeks dolar AS bahkan melesat 0,42% ke 92,436 yang merupakan level tertinggi sejak awal April lalu.

Sementara sepanjang bulan Juni, indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini mampu mencatat penguatan 2,6% dan menjadi kinerja yang terbaik dalam 4,5 tahun terakhir.

Maklum saja, bank sentral AS (The Fed) dalam rapat kebijakan moneter bulan lalu merubah proyeksi kenaikan suku bunganya dari tahun 2024 menjadi 2023 bahkan tidak menutup kemungkinan tahun depan.

Data-data terbaru juga mendukung proyeksi tersebut. Jumat pekan lalu Departemen Tenaga Kerja AS pada Jumat (25/6/2021) melaporkan inflasi inti berdasarkan personal consumption expenditure (PCE) di bulan Mei tumbuh 3,4% year-on-year (YoY). Pertumbuhan tersebut merupakan yang tertinggi sejak tahun 1992.

Inflasi PCE tersebut merupakan salah satu acuan The Fed dalam menetapkan kebijakan moneter. Data lain yang digunakan The Fed adalah pasar tenaga kerja.

Kemarin, Automatic Data Processing Inc. (ADP) melaporkan sepanjang bulan Juni sektor swasta AS mampu menyerap 692.000 tenaga kerja, lebih tinggi dari survei Reuters sebanyak 600.000 tenaga kerja.

Data ini biasanya digunakan untuk memprediksi data tenaga kerja versi pemerintah yang akan dirilis Jumat besok.

Pasar tentunya menanti rilis data tersebut pada Jumat waktu waktu AS untuk melihat seberapa kuat kemungkinan tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) akan dilakukan di tahun ini.

Sebelum menaikkan suku bunga, The Fed akan melakukan tapering terlebih dahulu. Saat ini nilai QE The Fed sebesar US$ 120 miliar per bulan.

"Jika kita melihat data tenaga kerja lebih kuat dari perkiraan, maka narasi The Fed akan mengetatkan kebijakan moneter lebih cepat dari ekspektasi akan semakin menguat. Hal itu akan membuat dolar AS perkasa," kata Erik Nelson, ahli strategi makro di Wells Fargo Securities, sebagaimana dilansir CNBC International, Rabu (30/6/2021).

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular