
Sedih! Crazy Rich Ini Curhat Rasisme Asia-Kambing Hitam Covid

Jakarta, CNBC Indonesia - Pebisnis dan miliarder Joseph Chung-Hsin Tsai atau biasa disapa Joe Tsai yang juga co-founder Alibaba buka suara soal tekanan rasisme orang Asia yang menjalar di Amerika Serikat.
Menurut dia, dalam sejumlah kejadian buruk atau bencana, seringkali ada seseorang atau sekelompok orang yang dianggap sebagai biang keladi dan kambing hitam. Ini yang seringkali dialami oleh orang keturunan Asia tatkala kekacauan terjadi di negeri Paman Sam ini.
Dalam program Squawk Box di CNBC Internasional, Joe Tsai 'curhat' soal ini pada Selasa kemarin (15/6/2021).
Melansir, dalam acara tersebut, salah satu pendiri (co-founder) dan Wakil Ketua Eksekutif raksasa teknologi China, Alibaba, ini memberikan refleksi pribadi dan historis soal lonjakan serangan rasis terhadap orang Asia-Amerika selama pandemi virus corona.
"Jika ekonomi baik, orang Asia-Amerika bermain sesuai aturan, makmur bersama dengan semua orang, itu bagus," kata Tsai, yang juga pemilik klub basket NBA Brooklyn Nets dan WNBA New York Liberty ini.
"Tetapi jika ada krisis--jika ada pandemi, jika ada perang atau jika ada penurunan ekonomi--orang Asia-Amerika menjadi kambing hitamnya," tambah Tsai, yang orang tuanya berasal dari daratan China ini.
Ia lahir di Taiwan dan datang ke AS pada usia 13 tahun untuk mengenyam pendidikan di sekolah asrama New Jersey. Dia kemudian mendapat gelar sarjana dan hukum di Universitas Yale.
Tsai kemudian mengambil contoh kelakuan rasisme AS terhadap orang Asia.
Pertama, pembatasan terhadap imigrasi orang China yang diberlakukan pada akhir 1800-an dan berlangsung hingga abad ke-20.
Kemudian, tindakan AS memaksa lebih dari 100.000 orang Jepang-Amerika ke kamp-kamp interniran selama Perang Dunia II.
Dia juga mengingat pembunuhan seorang China-Amerika Vincent Chin pada tahun 1982, yang terjadi seiring pabrikan mobil Jepang memperluas operasinya di AS.
Chin diserang di wilayah Detroit oleh dua pekerja mobil kulit putih, yang menyalahkan Jepang atas penurunan yang dialami industri otomotif AS kala itu.
"Ada banyak nada sentimen anti-Asia. Ketika semuanya berjalan lancar, itu baik-baik saja," kata Tsai.
Namun, ia menambahkan, ketika segala sesuatunya buruk bagi semua orang, saat itulah sikap anti-Asia itu muncul.
Meningkatnya kejahatan kebencian baru-baru ini terhadap orang Asia-Amerika dan Kepulauan Pasifik mendorong tindakan anggota parlemen AS.
Pada bulan Mei lalu, Presiden AS Joe Biden menandatangani undang-undang bipartisan yang memberi penegakan hukum instrumen tambahan untuk meningkatkan pelaporan dan investigasi insiden rasis atau semacamnya.
"Semua orang mengira Covid datang dari China, dan sebagai orang China, saya merasakannya sampai ke hati," kata Tsai.
"Ada periode waktu ketika setiap hari Anda bangun, Anda melihat laporan baru tentang kejahatan kebencian anti-Asia," imbuhnya.
Tsai adalah anggota dari Asian American Foundation yang baru dibentuk, yang diluncurkan tahun ini dengan tujuan mendukung orang Asia-Amerika dan Kepulauan Pasifik melalui berbagai kegiatan filantropi.
Co-founder Yahoo Jerry Yang, co-President KKR Joseph Bae dan pendiri Himalaya Capital Li Lu juga ada di jajaran pengurus.
Hal yang paling mendesak, kata Tsai, kelompok itu ingin mulai mengatasi kurangnya yayasan dan program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang secara khusus ditujukan untuk masalah yang dialami orang Asia Amerika dan Kepulauan Pasifik.
Dalam catatan Tsai, ulan lalu, Asian American Foundation mengumumkan telah menerima lebih dari US$ 1 miliar atau sekitar Rp 14,3 triliun (kurs Rp 14.300/US$) dalam bentuk komitmen.
"Tidak semua uang itu akan masuk ke yayasan," kata Tsai.
"Sebagian besar uang itu akan dihabiskan untuk organisasi Asia-Amerika lainnya yang melakukan pekerjaan hebat dalam [perkara] anti-kebencian, membuat orang keluar dan memberikan suara, dan semua pekerjaan hebat yang mereka lakukan."
Dalam wawancara CNBC International di markas Brooklyn Nets, Barclays Center, tersebut, Tsai juga menjawab pertanyaan baru-baru ini tentang mundurnya co-founder Alibaba Jack Ma dari kehidupan publik, seiring dengan rentetan konflik Ma dengan pemerintah China.
"Dia sedang bersembunyi [dari sorotan publik] saat ini. Saya berbicara dengannya setiap hari," kata Tsai, yang menambahkan bahwa Ma fokus pada hobi dan filantropi.
Forbes mencatat Joseph Tsai masuk urutan 189 terkaya di dunia dengan kekayaan bersih US$ 11 miliar per 16 Juni ini, atau setara dengan Rp 157 triliun, turun sebesar US$ 51 juta atau Rp 729 miliar dari posisi sebelumnya.
(adf/adf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Gokil! Investor Rugi Rp 1.900 T Akibat Alibaba Longsor
