Harga Batu Bara Ngamuk, Produksi RI Malah Jauh dari Target

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada perdagangan perdana pekan ini harga batu bara kembali 'ngegas'. Dalam sehari harga kontrak futures (berjangka) batu bara termal ICE Newcastle melesat 4,85%.
Senin (7/6/2021), harga kontrak batu bara termal acuan global yang aktif diperjualbelikan tersebut ditutup di US$ 115,6/ton. Untuk saat ini level US$ 110/ton menjadi support batu bara dan level resisten terdekat adalah di US$ 115/ton.
Pada perdagangan terakhir pekan lalu Jumat (4/6/2021), harga kontrak batu bara termal Newcastle turun 2,09% ke US$ 110,25. Jika dihitung secara mingguan harga batu bara turun 7,3%.
Kenaikan harga batu bara yang fantastis tak terlepas dari adanya spekulasi terkait disrupsi rantai pasok di pasar di tengah prospek kenaikan permintaan terutama di kawasan Asia Pasifik.
Kasus infeksiCovid-19 di India yang terus melandai membawa harapan permintaan bakal berangsur membaik. Peningkatan permintaan batu bara China yang tak diimbangi dengan pasokan mencukupi serta ancaman turunnya output serta disrupsi rantai pasok akibat memasuki periode musim hujan menjadi upside risk untuk harga batu bara.
Selain China, fundamental pasar batu bara di Korea Selatan dan Jepang juga semakin kuat. Melansir Argus Media, kenaikan harga batu bara Korea Selatan didukung oleh prospek permintaan batu bara yang lebih kuat menyusul pemadaman yang tidak direncanakan pada reaktor nuklir Shin Kori 4 1.4GW.
Downtime diperkirakan akan berlangsung selama sekitar satu bulan, kata sumber di operator Korea Hydro and Nuclear Power. Pemadaman selama sebulan akan memotong ketersediaan nuklir Korea Selatan sebesar 3,2GW dibandingkan dengan pembangkitan aktual 19,5GW pada Juni tahun lalu.
Argus memperkirakan ini akan menambah dampak pemulihan permintaan listrik secara keseluruhan, dan kemungkinan akan meningkatkan pembangkitan dari batu bara dan gas bulan ini dibandingkan dengan Juni 2020.
Pembatasan pembangkit listrik tenaga batu bara Jepang juga secara bertahap dilonggarkan, yang dapat mendukung penggunaan batu bara yang lebih besar dalam beberapa minggu dan bulan ke depan. Hal ini jelas menjadi katalis positif untuk harga batu bara.
Gangguan rel di Kolombia dan Rusia dan pemeliharaan rel mendatang di Afrika Selatan telah memperketat prospek fundamental batu bara berkalori tinggi, sementara pemuatan di Newcastle tetap kurang dari kecepatan tahun lalu pada tahap yang sama.
Naiknya harga LNG terkait minyak di Asia timur laut mungkin juga mendukung permintaan batu bara lintas laut, karena bahan bakar ini akan semakin kompetitif untuk pembangkit listrik seiring berjalannya tahun.
Ketika harga batu bara mengalami kenaikan tajam, produksi batu bara RI masih jauh dari target. Pemerintah menargetkan produksi batu bara Indonesia mencapai 625 juta ton tahun 2021.
Namun Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam hal ini Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara mencatat sampai dengan Mei 2021, produksi batu bara nasional telah mencapai 237 juta ton, atau sebesar 38% dari target produksi batu bara tahun ini.
Capaian tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin.
Dia mengatakan, dalam mengejar target produksi ini, badan usaha sempat mengalami kendala, yakni saat terjadinya bencana banjir dan juga tingginya curah hujan pada awal tahun 2021.
Hal ini semakin membuktikan bahwa disrupsi rantai pasok juga menjadi faktor yang berperan dalam meningkatkan harga batu bara mengingat Indonesia merupakan salah satu produsen terbesar batu bara termal.
[Gambas:Video CNBC]
Ngamuk! Harga Batu Bara Dekati US$ 85/Ton
(twg/twg)