Kurs NDF Menguat, Rupiah Bisa Makin Dekati Rp 14.200/US$?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
07 June 2021 12:43
Ilustrasi Dollar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Dollar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah mampu mempertahankan penguatan melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga pertengahan perdagangan Senin (7/6/2021). Meredupnya isu tapering membuat dolar AS tertekan, dan rupiah mampu mendekati RP 14.200/US$.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,28% ke Rp 14.250/US$. Penguatan semakin terakselerasi hingga ke Rp 14.230/US$ atau 0,42%. Level tersebut merupakan yang terkuat bagi rupiah pada hari ini.

Rupiah setelahnya memangkas pelemahan, dan berada di Rp 14.265/US$, menguat 0,17% pada pukul 12:00 WIB.

Meski di pasar spot pelemahan rupiah terpangkas, tetapi di pasar non-deliverable forward (NDF) justru lebih kuat siang ini ketimbang beberapa saat sebelum pembukaan perdagangan pagi tadi. Hal ini memberikan peluang rupiah kembali mendekati Rp 14.200/US$.

PeriodeKurs Pukul 8:54 WIBKurs Pukul 11:54 WIB
1 PekanRp14.239,00Rp14.227,1
1 BulanRp14.374,00Rp14.275,0
2 BulanRp14.325,00Rp14.321,7
3 BulanRp14.378,00Rp14.374,4
6 BulanRp14.542,00Rp14.532,5
9 BulanRp14.693,00Rp14.684,0
1 TahunRp14.875,00Rp14.856,8
2 TahunRp15.614,70Rp15.579,1

NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.

Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.

Dolar AS berbalik tertekan setelah rilis data tenaga kerja pada Jumat pekan lalu. Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan sepanjang bulan Mei terjadi penambahan tenaga kerja di luar sektor pertanian sebanyak 559.000 orang, di bawah estimasi survei Dow Jones terhadap para ekonom yakni 671.000 orang. Sementara tingkat pengangguran turun menjadi 5,8% dari sebelumnya 6,1%.

Meski data tenaga kerja AS cukup solid, tetapi banyak analis yakin data tersebut masih belum cukup membuat bank sentral AS (The Fed) untuk mengurangi nilai program pembelian asetnya (quantitative easing/QE) atau yang dikenal dengan istilah tapering.

Presiden The Fed wilayah Cleveland, Lorreta Mester, juga menyatakan data tenaga kerja AS bagus tetapi masih belum cukup untuk merubah kebijakan moneter.

"Saya melihat ini sebagai kemajuan yang terus dibuat pasar tenaga kerja, tentunya kabar yang sangat bagus. Tetapi, saya ini melihat kemajuan lebih jauh," kata Mester dalam acara "Squawk on the Street" CNBC International, Jumat (4/6/2021).

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Penyebab Rupiah Menguat 4 Pekan Beruntun, Terbaik di Asia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular