Dolar Australia Liar 2 Hari Terakhir, Kini di Rp 11.035/AU$

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
07 June 2021 12:13
Ilustrasi dolar Australia (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi dolar Australia (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Australia bergerak liar melawan rupiah dalam 2 hari perdagangan sebelumnya, sementara pada perdagangan hari ini, Senin (7/6/2021) lebih kalem. Data ekonomi dari Australia dan Indonesia, serta isu tapering menjadi pemicu pergerakan liar tersebut.

Pada pukul 11:33 WIB, AU$ setara Rp 11.035,52, dolar Australia melemah 0,2% di pasar spot, setelah sebelumnya sempat turun 0,52%, melansir data Refinitiv. Pada perdagangan Jumat lalu, Mata Uang Negeri Kanguru ini melesat 1,1%, tetapi sehari sebelumnya jeblok 1,2%.

Jebloknya dolar Australia pada Kamis sebenarnya melanjutkan pelemahan hari sebelumnya, rupiah menjadi perkasa setelah rilis data aktivitas manufaktur Indonesia yang kembali mencetak rekor tertinggi sepanjang masa.

Rabu (2/6/2021) lalu, IHS Markit merilis data aktivitas sektor manufaktur bulan Mei yang dilihat dari purchasing managers' index (PMI). Data menunjukkan PMI manufaktur Indonesia bulan Mei sebesar 55,3, melesat dibandingkan bulan sebelumnya 54,6.

PMI manufaktur di bulan April tersebut merupakan yang tertinggi sepanjang masa, artinya di bulan Mei rekor tersebut pecah lagi.

Ada kabar baik lain yaitu lapangan kerja mulai semakin tercipta. Dunia usaha akhirnya melakukan ekspansi tenaga kerja untuk kali pertama dalam 15 bulan terakhir untuk memenuhi peningkatan produksi.

Terus meningkatnya ekspansi sektor manufaktur tentunya menjadi kabar bagus bagi Indonesia, dan memperkuat optimisme akan lepas dari resesi di kuartal II-2021. Sektor manufaktur sendiri berkontribusi sekitar 20% terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia.

Sementara itu isu tapering yang semakin menguat membuat rupiah balik terpuruk pada hari Jumat pekan lalu.

Tapering merupakan kebijakan mengurangi nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) bank sentral AS (The Fed). Ketika hal tersebut dilakukan, maka aliran modal akan keluar dari negara emerging market dan kembali ke Negeri Paman Sam. Hal tersebut dapat memicu gejolak di pasar finansial yang disebut taper tantrum.

Indonesia yang merupakan negara emerging market pernah terkena dampaknya dari tapering pada 2013. Hal itu membuat pelaku pasar berhati-hati, rupiah pun merosot dan dolar Australia kembali melesat.

Data yang dirilis dari Australia pekan lalu juga sebenarnya bagus, menunjukkan lepas dari resesi.

Biro Statistik Australia pada Rabu pekan lalu melaporkan produk domestik bruto (PDB) tumbuh 1,1% di kuartal I-2021 dari periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). Pertumbuhan tersebut nyaris 2 kali lipat lebih tinggi dari konsensus di Trading Economics sebesar 0,6% YoY.

Pertumbuhan tersebut merupakan yang pertama setelah mengalami kontraksi (tumbuh negatif) dalam 3 kuartal beruntun.

Suatu negara dikatakan mengalami resesi ketika PDB mengalami kontraksi dua kuartal beruntun secara YoY. Artinya, di kuartal I-2021, dengan PDB yang tumbuh, Australia sudah lepas dari resesi.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tahun Lalu Jeblok 4%, Dolar Australia Turun Lagi di Awal 2022

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular