
Usai Perjanjian Diteken, Ini Langkah PTBA Kebut Proyek DME

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Bukit Asam Tbk (PTBA) bersama konsorsium PT Pertamina (Persero) dan Air Products telah menandatangani amandemen perjanjian kerja sama proyek gasifikasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME) dan menyepakati Processing Service Agreement pada 10 Mei 2021 lalu.
Direktur Utama PTBA Suryo Eko Hadianto mengatakan, setelah perjanjian ini ditandatangani, kini proyek tengah dalam tahap mempersiapkan desain rinci teknis (Front End Engineering Design/ FEED) dan dilanjutkan dengan masa konstruksi sekitar 3-4 tahun.
Setelah konstruksi tuntas, maka dilakukan proses uji coba operasi selama satu tahun. Bila selama setahun uji coba, operasional berjalan baik dan sesuai dengan uji kelayakan (Feasibility Study/ FS), maka PTBA berpotensi memiliki saham hingga 40% di proyek DME ini. Saat ini proyek DME masih 100% dipegang oleh Air Products selaku pembawa teknologi.
"Ini sudah dipelajari dan diimplementasikan di China dan Air Products sebagai pelaku usaha dan investor, kami yakin mereka bisa operasikan pabrik ini," tuturnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (27/05/2021).
Dia mengatakan, kajian FEED juga termasuk mencocokkan kualitas batu bara yang dipasok dan teknologi pemrosesan yang akan digunakan.
"Ini perlu dipelajari lebih detail. Kita yakin bahwa produksi ini akan sustain (berkelanjutan)," ujarnya.
Dia mengatakan, setelah 10 tahun beroperasi, PTBA berpotensi menguasai 100% proyek DME ini. Namun opsi kepemilikan 100% proyek ini masih dalam wacana.
"Kalau kita sudah masuk, ada opsi berikutnya setelah 10 tahun bisa 100%, tapi ini masih wacana. Tapi yang satu tahun setelah beroperasi (bisa punya saham 40%), sudah tertulis," ungkapnya.
Namun demikian, dia mengakui, proyek ini tak terlepas dari sejumlah tantangan, terutama karena bagi Indonesia ini merupakan proyek baru yang belum pernah dikuasai sebelumnya.
"Tantangan pertama adalah sampai saat ini teknologi belum dikuasai sumber daya manusia Indonesia, jadi kami ini learning by doing, bicara text books. Ini tantangan utama di proyek pertama, sehingga nanti copy paste berikutnya bisa cepat dan bisa mendanai proyek ini sendirian," paparnya.
Selain itu, pihaknya juga berharap agar saat proses konstruksi nantinya tidak ada kesalahan, sehingga produktivitas sesuai dengan kajian yang telah dilakukan di awal.
Tantangan lainnya, menurutnya yaitu terkait kepastian kebijakan insentif maupun subsidi pemerintah terkait proyek DME bisa berlangsung dalam jangka panjang. Misalnya, imbuhnya, royalti batu bara 0% untuk batu bara yang dijadikan proyek gasifikasi batu bara ini diharapkan berlaku untuk jangka panjang.
"Butuh regulasi jangka panjang bagi investor, dia butuh kepastian tidak ada perubahan kebijakan. Misalnya, sekarang nggak ada royalti (batu bara), takutnya lima tahun berikutnya ada 5%, 10%. Kalau itu terjadi, mereka bisa jadi ragu. Makanya, jangka panjang kelayakan insentif ini lah yang dibutuhkan," tuturnya.
Seperti diketahui, pada 10 Mei 2021 waktu Amerika Serikat PTBA bersama Pertamina dan Air Products telah menandatangani amandemen kerja sama dalam proyek DME ini. Perjanjian ini sekaligus menjadi kesepakatan Processing Service Agreement.
Penandatanganan amandemen perjanjian ini dilakukan secara virtual antara Indonesia dan Amerika Serikat dan disaksikan oleh Menteri BUMN Erick Thohir di California, Amerika Serikat.
Menteri BUMN Erick Thohir menyambut baik kerja sama ini. Erick menilai, gasifikasi batu bara merupakan salah satu wujud meningkatkan perekonomian nasional secara umum. Selain memaksimalkan potensi yang dimiliki, proyek ini juga akan menghilangkan ketergantungan terhadap proyek impor.
"Gasifikasi batu bara memiliki nilai tambah langsung pada perekonomian nasional secara makro. Akan menghemat neraca perdagangan, mengurangi ketergantungan terhadap impor LPG, dan menghemat cadangan devisa," kata Erick yang mengikuti acara ini dari California, Amerika Serikat, dalam keterangan resminya, Selasa (11/5/2021).
Proyek DME ini menjadi bagian dari Proyek Strategis Nasional yang telah ditetapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada akhir 2020 lalu. Proyek ini akan dibangun dan beroperasi di Tanjung Enim, Sumatera Selatan selama 20 tahun, dengan mendatangkan investasi asing dari Air Products sebesar US$ 2,1 miliar atau setara Rp 30 triliun.
Dengan utilisasi 6 juta ton batu bara per tahun, proyek ini dapat menghasilkan 1,4 juta DME per tahun untuk mengurangi impor LPG 1 juta ton per tahun, sehingga ditargetkan dapat memperbaiki neraca perdagangan RI.
Selain itu, proyek ini diharapkan dapat memberikan efek berganda, antara lain menarik investasi asing lainnya dan penggunaan porsi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) di dalam proyek juga dapat memberdayakan industri nasional dengan penyerapan tenaga kerja lokal.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bos PTBA: Hilirisasi Batu Bara Bisa Sampai ke Petrokimia
