Peluang Cuan Saham PTBA di Saat Harga Batu Bara Melesat

Tri Putra, CNBC Indonesia
25 May 2021 16:30
PT Bukit Asam/PTBA. doc PTBA
Foto: PT Bukit Asam/PTBA. doc PTBA

Jakarta, CNBC Indonesia - Tren kenaikan harga batu bara global di sepanjang 2021 bakal menjadi katalis positif untuk kinerja perusahaan tambang batu bara domestik, tak terkecuali emiten pelat merah PT Bukit Asam Tbk (PTBA).

Saat harga batu bara anjlok di tahun 2020 akibat maraknya lockdown di berbagai negara, kinerja PTBA sebagai salah satu emiten yang sektornya siklikal juga ikut tergerus. Meski demikian PTBA masih mampu membukukan laba bersih yang cukup tebal, di saat beberapa perusahaan tambang lain malah mencatat kerugian.

Tahun lalu laba bersih PTBA turun 42% (yoy) menjadi Rp 2,4 triliun. Dividen yang disetorkan kepada pemegang saham pun tak sebanyak sebelumnya. Penurunan laba perusahaan tambang batu bara BUMN diakibatkan oleh dua faktor yaitu rata-rata harga jual (average selling price/ASP) yang turun 15% (yoy) dan volume penjualan yang drop 6% (yoy).

Pada kuartal pertama laba bersih PTBA juga tercatat masih turun 44,6% (yoy) menjadi Rp 501 miliar. Meskipun terjadi peningkatan pada ASP, tetapi produksi tercatat mengalami penurunan sebesar 18,6% (yoy) akibat cuaca yang tak bersahabat.

Hujan lebat dan banjir yang mengguyur berbagai wilayah Tanah Air turut menghambat aktivitas operasional tambang. Di sisi lain beban penjualan perusahaan juga meningkat sebesar 48,4% (yoy).

Total produksi pada kuartal pertama tahun ini tercatat mencapai 4,5 juta ton atau sekitar 15,2% dari target 29,5 juta ton sepanjang 2021. Apabila dilihat dari pangsa pasar ekspor perusahaan pada kuartal pertama juga mengalami penurunan yang tajam sebesar 24% (yoy). Sementara itu penjualan domestik hanya turun 9% (yoy) saja.

Manajemen PTBA menargetkan ekspor di sisa kuartal tahun 2021 bakal meningkat seiring dengan target yang dinaikkan menjadi 45% dari tahun lalu yang hanya 31%. Manajemen juga mematok volume penjualan meningkat hampir 18% (yoy) menjadi 30,7 juta ton.

Guna menunjang pertumbuhan, perusahaan berupaya untuk meningkatkan kapasitas infrastruktur terutama untuk jalur transportasi di Tanjung Enim-Kertapati menjadi 7 ton pada 2021 dari sebelumnya 5 ton tahun lalu. Untuk jalur Tanjung Enim - Tarahan rencananya juga ditingkatkan menjadi 25 juta ton. Proyek ini diharapkan bakal rampung di kuartal ketiga tahun ini.

Dengan kenaikan harga batu bara termal Newcastle yang kini tembus US$ 100 ton di kuartal kedua, harapannya bakal meningkatkan Harga Batu Bara Acuan (HBA) yang pada akhirnya berujung pada terdongkraknya ASP PTBA. Bersama dengan kenaikan volume produksi dan efisiensi biaya operasional, laba perusahaan tambang BUMN ini juga diperkirakan bakal naik tahun ini.

Dalam riset yang dirilis pada 3 Mei lalu, BRI Danareksa Sekuritas memperkirakan laba bersih PTBA sepanjang tahun 2021 mencapai Rp 3,1 triliun atau mengalami kenaikan sebesar 29% (yoy) dibanding tahun 2020.

Apabila menggunakan metode valuasi Discounted Cash Flow (DCF) nilai wajar PTBA menurut BRI Danareksa Sekuritas mencapai Rp 3.300/unit. Pada perdagangan kemarin harga saham PTBA ditutup melemah 1,4% di Rp 2.120. Artinya masih ada potensi upside yang besar sekitar 55,7%. Bahkan dengan target valuasi tersebut masih lebih tinggi dibandingkan dengan level tertinggi harga saham yang pernah dicapai tahun ini di Rp 3.040/unit.

Mengacu pada data Refinitiv, jika menggunakan metode valuasi forward price to earning (P/E) saat ini harga saham PTBA ditransaksikan di 7,4x laba per sahamnya atau satu standard deviasi di bawah rata-rata P/E dalam 10 tahun terakhir di angka 9,93x. Artinya bisa dibilang sekarang saham PTBA masih terdiskon.

Sebagai informasi selain batu bara, PTBA saat ini sedang berupaya untuk mendiversifikasi bisnisnya melalui proyek hilirisasi batu bara. Salah satunya adalah konversi batu bara menjadi bahan bakar substitusi LPG yaitu dimetil eter (DME). Saat ini pembangunan fasilitas kilang DME di Tanjung Enim masih terus diupayakan dan ditargetkan beroperasi kuartal kedua tahun 2024.

Proyek kerja sama antara PTBA, Pertamina dan Air Products ini ditargetkan bakal mengkonsumsi kurang lebih 6 juta ton batu bara termal yang bakal dipasok PTBA untuk dikonversi menjadi 1,4 juta ton DME.

Dengan arus kas perusahaan yang sehat dan rasio utang (net gearing) yang rendah serta konsisten di kisaran 3%-6% lima tahun terakhir, besar peluangnya proyek ini akan berjalan. Apalagi jika ditambah dengan nantinya bakal ada stimulus dari pemerintah berupa royalti nol persen khusus untuk batu bara yang digunakan untuk hilirisasi, Setidaknya 15% dari cash cost yang biasanya digunakan untuk setoran royalti bisa diamankan.

Apalagi jika soal kemampuan mencetak laba, PTBA seharusnya sudah tak diragukan lagi. PTBA merupakan salah satu perusahaan tambang dengan rasio marjin laba bersih terbesar dibandingkan dengan kompetitornya. Kemampuan perusahaan untuk memperpendek jarak transportasi dari tambang ke stok mampu meningkatkan efisiensi biaya sebesar 15% sehingga semakin meningkatkan daya saingnya.


TIM RISET CNBC INDONESIA


(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pengumuman! Laba PTBA Lompat 58% Jadi Rp12 T di 2022

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular