Newsletter

Beri Sinyal Ngamuk! Pasar Tunggu Komando 'Naga-naga Thamrin'

Putra, CNBC Indonesia
25 May 2021 06:05
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan dalam negeri kembali berakhir kurang happy pada perdagangan kemarin, Senin (24/5/21). Setelah sempat bergerak di zona hijau, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir kurang menggembirakan. Indeks bursa saham acuan nasional tersebut ditutup melemah 0,16% ke level 5.763,63.

Nilai transaksi hari ini turun tipis menjadi Rp 9 triliun. Namun, investor asing tercatat melakukan aksi beli bersih (net buy) di pasar reguler sebesar Rp 389 miliar.

Mirip dengan IHSG, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di kurs pun berakhir dengan harapan palsu. Rupiah harus puas finis dengan stagnasi.

Saat 'lapak' dibuka, rupiah mampu menguat 0,17% ke Rp 14.325/US$. Namun keperkasaan rupiah hanya bertahan saat pembukaan. Seiring perjalanan pasar, penguatan rupiah terus terpangkas.

Hal ini terjadi hingga penutupan pasar spot, dimana kala itu rupiah berakhir stagnan. Di harga penutupan US$ 1 setara dengan Rp 14.350, sama persis dengan penutupan akhir pekan lalu.

Investor sepertinya dibuat galau oleh perkembangan pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) di Asia. Lonjakan kasus positif membuat sejumlah negara seperti Malaysia, Singapura, hingga Taiwan memperketat pembatasan sosial (social restrictions).

"Covid-19 mungkin akan menjadi risiko paling dominan bagi mata uang Asia untuk saat ini. Tanpa vaksinasi yang memadai, risiko gelombang serangan baru akan selalu ada bahkan ketika aktivitas dan mobilitas masyarakat sudah dibatasi," sebut catatan DBS, seperti dikutip dari Reuters.

Dari dalam negeri, sentimen negatif bagi mata uang Ibu Pertiwi datang dari rilis Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Setelah dua kuartal beruntun membukukan surplus, transaksi berjalan (current account) Indonesia kembali defisit.

Pada kuartal I-2021, neraca barang memang masih surplus US$ 7,91 miliar. Namun sudah tidak bisa menutup defisit di neraca jasa (-US$ 3,42 miliar) dan pendapatan primer (6,92 miliar). Jadilah transaksi berjalan kembali ke zona defisit yaitu minus US$ 996,83 juta atau 0,36% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Sementara itu harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup menguat pada perdagangan Senin (24/5/2021), seiring dari masih menurunnya imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS pada pembukaan perdagangan Senin waktu AS.

Yield SBN bertenor 10 tahun dengan kode FR0087 yang merupakan acuan obligasi negara turun sebesar 6,7 bp ke posisi 6,452%.

Dari pasar modal acuan global AS, pada penutupan perdagangan dini hari tadi sukses ditutup semringah seiring dengan kesuksesan Paman Sam menekan angka corona.

Tercatat tiga indeks acuan Wall Street semuanya sukses menghijau. Di mana indeks Dow Jones tercatat melesat 0,54, indeks S&P 500 lompat 0,99%, dan indeks Nasdaq dengan konstituen saham teknologi naik paling tinggi dengan apresiasi 1,41%.

Kabar bagus datang dari penanganan pandemi, di mana rerata infeksi baru sepekan terakhir tercatat 26.000 atau yang terendah sejak Juni 2020. Bahkan New York City sudah memperbolehkan murid-murid sekolah untuk kembali bertatap muka secara non-daring.

Hal ini memicu optimisme bahwa pembukaan ekonomi bakal segera dimulai. Saham yang diuntungkan dari pemulihan ekonomi pun menguat, seperti emiten peritel Gap dan maskapai penerbangan United Airlines.

Presiden Joe Biden juga dikabarkan akan menandatangani aturan yang akan memperbolehkan perusahaan kapal pesiar untuk kembali beroperasi di wilayah Alaska yang menerbangkan saham-saham pelayaran.

"Kami terus melihat data yang mendukung pandangan kami bahwa pasar saham akan keluar dari level support sekarang dan bakal menguat secara substansial," tulis Kepala Riset Fundstrat Global Advisors Tom Lee, seperti dikutip CNBC International.

Dalam laporan risetnya, JPMorgan menyebutkan mentalitas pembelian di kala koreksi sejauh ini menjaga bursa saham tetap kuat dan mencegah koreksi kecil di pasar saham membesar menjadi lebih buruk, meski ada risiko kebijakan moneter yang cenderung ketat.

Dalam nota rapat April, bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) mengindikasikan bahwa pengurangan pembelian surat berharga (kebijakan tapering) bisa dipertimbangkan untuk dijajaki pada pertemuan selanjutnya alias pada rapat Mei ini, jika ekonomi terindikasi pulih cepat.

"Beberapa peserta mengindikasikan bahwa jika ekonomi terus mencetak kemajuan seperti yang ingin disasar Komite, pada titik tertentu mungkin perlu dimulai diskusi mengenai rencana penyesuaian laju pembelian aset di pertemuan selanjutnya," demikian tertulis di nota rapat.

Pasar juga akan memantau rilis kinerja keuangan kuartal I-2021 beberapa emiten di antaranya Gap, Nvidia, dan Salesforce. Data ekonomi yang dipantau termasuk indeks keyakinan konsumen dan data penjualan rumah baru.

Sentimen pada perdagangan hari ini tentu saja yang pertama dari bursa acuan global Paman Sam yang ditutup di zona positif dini hari tadi yang kemungkinan besar akan membawa hawa segar ke pembukaan bursa Asia termasuk Indonesia.

Selanjutnya dari dalam negeri ada kabar baik yakni optimisme dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang memprediksi perekonomian Indonesia pada kuartal II-2021 bisa tumbuh hingga 8,3%. Ramalan ini melesat dibandingkan kuartal I-2021 yang masih negatif 0,74%.

"Proyeksi kami di kuartal II antara 7,1% sampai 8,3%," ujarnya dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI, DPR RI, Senin (24/5/2021).

Perekonomian kuartal II tumbuh melesat didorong oleh berbagai faktor penopang perekonomian yang mulai pulih dibandingkan dengan tahun dan kuartal sebelumnya. Terutama konsumsi rumah tangga yang sejak April hingga Mei dilihat semakin meningkat.

Secara keseluruhan, Sri Mulyani memperkirakan pertumbuhan ekonomi di tahun ini tumbuh 4,5-5,3 persen. Perkiraan ini juga lebih tinggi dibandingkan tahun lalu yang minus 2,1 persen.

Sementara itu, untuk keseluruhan tahun ini perekonomian diprediksi masih sama dengan sebelumnya yakni 4,5%-5,3%.

"Untuk full years kami masih modest karena kuartal I ada koreksi karena Covid meningkat. Kita berharap kuartal III dan kuartal IV masih akan terakselerasi," tegasnya.

Selanjutnya hari ini, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dan rekan akan menggelar dan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode Mei 2021 pada 24-25 Mei. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan suku bunga acuan masih bertahan di 3,5%.

Pelaku pasar memperkirakan Bank Indonesia (BI) masih mempertahankan suku bunga acuan pada bulan ini. Wajar, karena MH Thamrin menunggu komitmen perbankan untuk menurunkan suku bunga kredit lebih dalam lagi.

Sejak pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) mengobrak-abrik perekonomian nasional, BI tidak tinggal diam. BI 7 Day Reverse Repo Rate diturunkan 200 basis poin ke 3,5%. Ini adalah suku bunga acuan terendah dalam sejarah Indonesia merdeka.

Selain itu, BI juga memberikan pelonggaran makroprudensial. Konsumen yang ingin mengambil Kredit Pemilikan Rumah (KPR) maupun Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) tidak perlu menyiapkan uang muka, cukup bayar angsuran bulanan.

Semua ini dilakukan untuk memberi 'pelumas' agar perekonomian Tanah Air bisa bergerak lebih mulus. Namun sepertinya perbankan belum bergerak dalam irama yang sama.

Perbankan sudah sangat menikmati penurunan suku bunga acuan dalam wujud biaya dana yang lebih murah. Sejak awal 2020 hingga Maret 2021, suku bunga deposito satu bulan (yang menjadi acuan biaya dana) sudah turun 225 bps, lebih tajam dari penurunan BI 7 Day Reverse Repo Rate.

Akan tetapi, tidak demikian dengan suku bunga kredit. Per Maret 2021, rata-rata suku bunga Kredit Modal Kerja (KMK) rupiah di bank komersial adalah 9,06%. Dibandingkan posisi awal 2020, baru turun 102 bps.

Oleh karena itu, BI tentu akan menunggu komitmen perbankan untuk menurunkan suku bunga lebih lanjut, terutama suku bunga kredit. Kalau BI 7 Day Reverse Repo Rate dipangkas lagi tetapi perbankan masih belum juga menurunkan suku bunga kredit dengan lebih agresif, buat apa?

"Ini bukan berarti BI tidak lagi dovish, tetapi lebih fokus untuk memantau transmisi kebijakan moneter terutama ke suku bunga kredit. Selain itu, BI sudah memberikan kebijakan lain untuk mendorong pertumbuhan kredit seperti uang muka KPR dan KKB," sebut Radhika Rao, Ekonom DBS, dalam risetnya.

Berikut beberapa data ekonomi yang akan dirilis hari ini:

  • Indeks Keyakinan Konsumen Gfk Jerman Periode Juni 2021 (13:00 WIB)
  • Indeks Keyakinan Konsumen Italia Periode May 2021 (15:00 WIB)
  • Order Barang Tahan Lama Amerika Serikat Periode April 2021 (19:30 WIB)

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular