
Beri Sinyal Ngamuk! Pasar Tunggu Komando 'Naga-naga Thamrin'

Sentimen pada perdagangan hari ini tentu saja yang pertama dari bursa acuan global Paman Sam yang ditutup di zona positif dini hari tadi yang kemungkinan besar akan membawa hawa segar ke pembukaan bursa Asia termasuk Indonesia.
Selanjutnya dari dalam negeri ada kabar baik yakni optimisme dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang memprediksi perekonomian Indonesia pada kuartal II-2021 bisa tumbuh hingga 8,3%. Ramalan ini melesat dibandingkan kuartal I-2021 yang masih negatif 0,74%.
"Proyeksi kami di kuartal II antara 7,1% sampai 8,3%," ujarnya dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI, DPR RI, Senin (24/5/2021).
Perekonomian kuartal II tumbuh melesat didorong oleh berbagai faktor penopang perekonomian yang mulai pulih dibandingkan dengan tahun dan kuartal sebelumnya. Terutama konsumsi rumah tangga yang sejak April hingga Mei dilihat semakin meningkat.
Secara keseluruhan, Sri Mulyani memperkirakan pertumbuhan ekonomi di tahun ini tumbuh 4,5-5,3 persen. Perkiraan ini juga lebih tinggi dibandingkan tahun lalu yang minus 2,1 persen.
Sementara itu, untuk keseluruhan tahun ini perekonomian diprediksi masih sama dengan sebelumnya yakni 4,5%-5,3%.
"Untuk full years kami masih modest karena kuartal I ada koreksi karena Covid meningkat. Kita berharap kuartal III dan kuartal IV masih akan terakselerasi," tegasnya.
Selanjutnya hari ini, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dan rekan akan menggelar dan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode Mei 2021 pada 24-25 Mei. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan suku bunga acuan masih bertahan di 3,5%.
Pelaku pasar memperkirakan Bank Indonesia (BI) masih mempertahankan suku bunga acuan pada bulan ini. Wajar, karena MH Thamrin menunggu komitmen perbankan untuk menurunkan suku bunga kredit lebih dalam lagi.
Sejak pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) mengobrak-abrik perekonomian nasional, BI tidak tinggal diam. BI 7 Day Reverse Repo Rate diturunkan 200 basis poin ke 3,5%. Ini adalah suku bunga acuan terendah dalam sejarah Indonesia merdeka.
Selain itu, BI juga memberikan pelonggaran makroprudensial. Konsumen yang ingin mengambil Kredit Pemilikan Rumah (KPR) maupun Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) tidak perlu menyiapkan uang muka, cukup bayar angsuran bulanan.
Semua ini dilakukan untuk memberi 'pelumas' agar perekonomian Tanah Air bisa bergerak lebih mulus. Namun sepertinya perbankan belum bergerak dalam irama yang sama.
Perbankan sudah sangat menikmati penurunan suku bunga acuan dalam wujud biaya dana yang lebih murah. Sejak awal 2020 hingga Maret 2021, suku bunga deposito satu bulan (yang menjadi acuan biaya dana) sudah turun 225 bps, lebih tajam dari penurunan BI 7 Day Reverse Repo Rate.
Akan tetapi, tidak demikian dengan suku bunga kredit. Per Maret 2021, rata-rata suku bunga Kredit Modal Kerja (KMK) rupiah di bank komersial adalah 9,06%. Dibandingkan posisi awal 2020, baru turun 102 bps.
Oleh karena itu, BI tentu akan menunggu komitmen perbankan untuk menurunkan suku bunga lebih lanjut, terutama suku bunga kredit. Kalau BI 7 Day Reverse Repo Rate dipangkas lagi tetapi perbankan masih belum juga menurunkan suku bunga kredit dengan lebih agresif, buat apa?
"Ini bukan berarti BI tidak lagi dovish, tetapi lebih fokus untuk memantau transmisi kebijakan moneter terutama ke suku bunga kredit. Selain itu, BI sudah memberikan kebijakan lain untuk mendorong pertumbuhan kredit seperti uang muka KPR dan KKB," sebut Radhika Rao, Ekonom DBS, dalam risetnya.
(trp/sef)