Neraca Dagang RI Surplus Lagi, Yield SBN Kembali Naik

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
20 May 2021 18:27
Ilustrasi Obligasi (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi Obligasi (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup melemah pada perdagangan Kamis (20/5/2021), di tengah penguatan pasar saham dalam negeri dan penurunan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) pada pagi hari waktu AS.

Mayoritas SBN acuan cenderung dilepas oleh investor pada hari ini, ditandai dengan kenaikan yield-nya. Hanya SBN bertenor 1 tahun, 10 tahun, dan 30 tahun yang hari ini dikoleksi oleh investor dan mengalami penurunan yield.

Yield SBN berjatuh tempo 11 tahun dengan seri FR0061 turun sebesar 2,3 basis poin (bp) ke level 3,75% dari sebelumnya di level 3,773%. Sedangkan SBN bertenor 30 tahun dengan kode FR0089 juga turun sebesar 0,3 bp ke level 6,888%.

Sementara itu, yield SBN bertenor 10 tahun dengan kode FR0087 yang merupakan acuan obligasi negara juga turun sebesar 0,6 bp ke posisi 5,475% dan cenderung mengikuti penurunan yield obligasi pemerintah AS dengan tenor yang sama.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga kenaikan yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Dari AS, yield obligasi pemerintah AS (Treasury) bertenor 10 tahun yang merupakan obligasi pemerintah acuan dibuka turun sebesar 0,3 bp ke level 1,663% pada pembukaan perdagangan Kamis pagi waktu AS.

Penurunan yield Treasury tenor 10 tahun terjadi setelah risalah rapat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) periode April menunjukkan bank sentral akan mengkaji ulang kebijakan moneter ultra longgar jika ekonomi terus membaik dengan cepat.

Investor global mencerna nota rapat The Fed pada periode April yang mengindikasikan bahwa pengurangan pembelian surat berharga (kebijakan tapering) mulai dijajaki pada pertemuan selanjutnya alias pada rapat Mei ini.

Sementara itu dari dalam negeri, neraca perdagangan Indonesia kembali mencetak surplus di April 2021. Angka surplus terjadi ketika ekspor lebih tinggi dari impor. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan ekspor RI pada April 2021 mencapai US$ 18,48 miliar atau naik 51,94%, sementara angka impor US$ 16,29 miliar atau naik 29,93%.

Dengan ini maka surplus terjadi pada neraca dagang mencapai US$ 2,19 miliar. Surplus ini sudah terjadi dalam 12 bulan beruntun. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor tumbuh 43,92% secara tahunan (year-on-year/yoy) dan impor tumbuh 30,7% yoy. Kemudian neraca perdagangan diramal surplus US$ 1,17 miliar.

Pemerintah juga menargetkan pertumbuhan ekonomi 2022 sebesar 5,2%-5,8% atau lebih tinggi dari proyeksi tahun ini. Target itu sudah mempertimbangkan kondisi pandemi Covid-19 yang masih ada, namun terkendali.

"Pertumbuhan ekonomi diasumsikan sebesar 5,2-5,8%," ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat penyampaian KEM PPKF RAPBN 2022 di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (20/5/2021).

Obligasi pemerintah merupakan aset pendapatan tetap yang dinilai sebagai aset safe haven. Ia diburu (sehingga yield naik) ketika pelaku pasar merasa kondisi ekonomi sedang dalam bayang-bayang krisis.

Jadi, dari kabar surplusnya kembali neraca perdagangan RI tersebut ditambah dengan penguatan pasar saham dalam negeri membuat beberapa investor di pasar SBN kembali melepas kepemilikannya di beberapa tenor SBN.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sambut Stimulus AS dan 'Deal' Brexit, Harga SBN Menguat

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular