Masuki Libur Lebaran, Investor Lebih Nyaman Pegang SBN

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
11 May 2021 19:11
Ilustrasi Obligasi (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi Obligasi (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup menguat pada perdagangan Selasa (11/5/2021), di tengah pelemahan bursa saham Asia, Amerika Serikat (AS) dan jelang libur panjang dalam rangka perayaan Idul Fitri 1442 H.

Mayoritas SBN acuan kembali dikoleksi oleh investor, ditandai dengan penurunan imbal hasilnya (yield). Hanya SBN bertenor 10 tahun dan 20 tahun yang cenderung dilepas oleh investor dan mengalami kenaikan yield.

Yield SBN berjatuh tempo 25 tahun dengan seri FR0083 naik sebesar 0,9 basis poin (bp) ke level 7,135% dari sebelumnya di level 7,126%. Sementara, yield SBN bertenor 10 tahun dengan kode FR0087 yang merupakan acuan obligasi negara berbalik naik tipis sebesar 0,1 bp ke posisi 6,405%.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga penurunan yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Pasar saham global mayoritas mengalami pelemahan, setelah investor sedikit kecewa dengan hasil data ketenagakerjaan AS periode April 2021. 

Data tenaga kerja AS pada April jauh lebih lemah dari ekspektasi, dengan hanya 266.000 gaji baru atau jauh dari ekspektasi dalam polling Dow Jones yang memperkirakan 1 juta slip gaji baru. Pasar pun bertaruh bahwa kebijakan moneter ekstra longgar bakal dipertahankan.

Adapun yield obligasi pemerintah (US Treasury) kembali mengalami kenaikan pada perdagangan Senin (10/5/2021) waktu setempat. Berdasarkan data dari situs World Government Bond, yield Treasury AS naik sebesar 3 basis poin k ke level 1,604% dari sebelumnya di level 1,574%.

Naiknya kembali yield Treasury kemungkinan dipicu oleh sikap investor yang sedang berhati-hati jelang rilis data inflasi Negeri Paman Sam yang akan dirilis pada Rabu (12/5/2021) waktu setempat atau Kamis (13/5/2021) dini hari waktu Indonesia.

Pasar khawatir jika inflasi meningkat, maka bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan dipaksa untuk mengetatkan kebijakan moneternya guna menghindari dampak buruk kenaikan inflasi terhadap pembukaan ekonomi.

Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) hari ini melaporkan hasil Survei Penjualan Eceran periode Maret 2021. Hasilnya, penjualan eceran yang dicerminkan oleh Indeks Penjualan Riil (IPR) naik 6,1% dibandingkan Februari 2021. Jauh membaik dibandingkan bulan sebelumnya yang -2,7%.

Namun secara tahunan (year-on-year/yoy), penjualan ritel mengalami kontraksi. Pada Maret 2021, IPR turun 14,6% yoy meski membaik ketimbang Februari 2021 yang terkontraksi 18,1% yoy.

Sementara untuk April 2021, BI memperkirakan penjualan ritel akan meningkat baik secara bulanan maupun tahunan. Untuk bulanan, diperkirakan terjadi pertumbuhan 11,4% sementara tahunan naik 9,8%.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sambut Stimulus AS dan 'Deal' Brexit, Harga SBN Menguat

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular