Katanya Indonesia Resesi? Kok Rupiah Menguat?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
06 May 2021 09:19
rupiah
Ilustrasi Rupiah (REUTERS/Willy Kurniawan)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Meski Indonesia sudah sah masih terjebak di 'jurang' resesi, tetapi tidak membuat rupiah ciut nyali.

Pada Kamis (6/5/2021), US$ 1 dibanderol Rp 14.400 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,21% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Kemarin, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan data realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal I-2021. Pada tiga bulan pertama 2021, Produk Domestik Bruto (PDB) Tanah Air tumbuh -0,96% dibandingkan kuartal sebelumnya (quarter-to-quarter/qtq). Sementara dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy), ekonomi Indonesia tumbuh 0,74-%.

Realisasi ini lebih baik ketimbang ekspektasi. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan Produk Domestik Bruto (PDB) terkontraksi 1,09% qtq, sementara secara tahunan diperkirakan terjadi kontraksi 0,87% yoy.

Well, Indonesia memang masih resesi karena kontraksi PDB berlangsung selama empat kuartal beruntun. Sudah genap setahun ekonomi Indonesia terus menyusut.

Namun bukan berarti tidak ada kabar baik. Meski kontraksi masih terjadi, tetapi semakin lama kian landai. Pada kuartal II-2020, ekonomi Indonesia menciut lebih dari 5% yoy dan kuartal I-2021 tinggal di bawah 1% yoy.

Selain itu, data pertumbuhan ekonomi bersifat lagging indicator, sesuatu yang sudah terjadi, sudah lampau, masa lalu nan kelabu. Sekarang kita sudah berada di kuartal II-2021, bahkan sudah hampir separuh jalan. Nah, kemungkinan besar Indonesia sudah tidak lagi resesi mulai kuartal ini.

"Dengan memperhatikan berbagai indikator yang membaik sampai April dan low base effect, kita harapkan ekonomi triwulan II akan tumbuh positif. Dengan catatan, vaksinasi lancar, masyarakat mematuhi protokol kesehatan, dan tumbuhkan keyakinan dunia usaha," kata Suhariyanto, Kepala BPS.

So, Indonesia boleh masih berkubang di 'lumpur' resesi. Namun pada kuartal II-2021 dan seterusnya, kemungkinan besar resesi sudah pergi dan ekonomi Indonesia bakal tumbuh tinggi.

Halaman Selanjutnya --> Dolar AS 'Diramal' Loyo Sampai 3 Bulan Lagi

Selain itu, faktor eksternal juga mendukung keperkasaan rupiah. Kebetulan sang sparring partner yaitu dolar AS sedang melemah. Pada pukul 07:36 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,05%.

Mata uang Negeri Paman Sam belum bisa lepas dari tren depresiasi. Sejak awal kuartal II-2021, Dollar Index sudah anjlok lebih dari 2%.

Berdasarkan jajak pendapat yang digelar Reuters terhadap lebih dari 60 FX strategist di berbagai negara, pelaku pasar memperkirakan dolar AS masih akan menjalani tren depresiasi setidaknya tiga bulan lagi. Weleh, kok lama juga ya...

Pelemahan dolar AS tidak lepas dari memudarnya keyakinan bahwa Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) akan menaikkan suku bunga acuan lebih cepat, tidak 2023 seperti perkiraan selama ini. Meski berbagai data menunjukkan ekonomi AS terus membaik sehingga memunculkan risiko tekanan inflasi, tetapi Ketua Jerome 'Jay' Powell dan sejawat keukeuh bahwa itu belum stabil. Masih temporer, belum berkelanjutan, belum bisa disebut sebagai pola atau tren.

Betul, ekonomi AS pulih dengan lumayan cepat. Namun pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) meninggalkan 'luka' yang teramat dalam sehingga butuh waktu yang tidak sebentar untuk disembuhkan.

Contoh, ADP merilis angka penciptaan lapangan kerja di AS selama April 2021 adalah 742.000. Ini adalah angka tertinggi sejak September tahun lalu.

Namun jangan lupa, jumlah lapangan kerja sempat menyusut 19,39 juta pada April 2020 gara-gara karantina wilayah (lockdown) untuk menekan penyebaran virus yang awalnya mewabah di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China itu. Sejak Mei 2020 hingga bulan lalu, total penciptaan lapangan kerja baru 11,37 juta. So, masih ada lebih dari 8 juta orang yang kehilangan pekerjaan gara-gara pandemi dan belum mendapatkan yang baru.

The Fed tidak hanya punya mandat menjaga inflasi, tetapi juga mendorong penciptaan lapangan kerja yang maksimal (maximum employment). Sekarang kondisinya masih jauh dari itu, sehingga dorongan stimulus moneter masih dibutuhkan. Salah satunya adalah dengan menjaga suku bunga acuan ultra-rendah.

Dengan suku bunga acuan yang rendah, maka berinvestasi di aset berbasis dolar AS (terutama di instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi) menjadi kurang menarik. Masa depan dolar AS pun suram.

"Sepertinya kita masih akan menjalani tren pelemahan dolar AS, dan itu akan terjadi dalam beberapa waktu ke depan. Sekarang pertanyaannya, apakah mata uang lain bisa memanfaatkan itu?" tegas Kit Juckes, Head of FX Strategist di Societe Generale, seperti dikutip dari Reuters.

Nah, para responden memperkirakan mata uang yang bisa memanfaatkan tren pelemahan dolar AS adalah mata uang yang bersifat commodity currency. Artinya, mata uang suatu negara yang mengandalkan komoditas sebagai barang dagangan utama.

kursSumber: Reuters

Rupiah adalah salah satu mata uang itu. Ekspor Indonesia didominasi oleh komoditas, utamanya minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) dan batu bara. Ketika harga dua komoditas itu naik, maka Indonesia akan menikmati pasokan valas yang melimpah sehingga peluang penguatan rupiah jadi lebih besar.

Oleh karena itu, jangan terlalu pesimistis dalam memandang rupiah. Mata uang Ibu Pertiwi punya prospek yang cerah kok...

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular