
RI Lanjut Resesi, Dolar Australia yang Loyo Balik Perkasa

Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Australia kemarin anjlok tajam melawan rupiah, tetapi pada perdagangan Rabu (5/5/2021) keadaan berbalik. Indonesia yang mengalami resesi selama 1 tahun membuat dolar Australia berbalik arah.
Pada pukul 14:06 WIB, AU$ 1 setara Rp 11.125,05, dolar Australia menguat 0,1% di pasar spot melansir data Refinitiv. Kemarin mata uang Negeri Kanguru merosot hingga 0,86%.
Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini mengumumkan data pertumbuhan ekonomi Indonesia periode kuartal I-2021. Hasilnya, ekonomi Tanah Air masih tumbuh negatif alias terkontraksi.
Kepala BPS Suhariyanto menyebut Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada tiga bulan pertama 2021 tumbuh -0,96% dibandingkan kuartal sebelumnya (quarter-to-quarter/qtq). Sementara dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy), ekonomi Indonesia tumbuh 0,74%.
Realisasi ini tidak jauh dari ekspektasi pasar, bahkan sedikit lebih baik. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan PDB terkontraksi 1,09% qtq, sementara secara tahunan diperkirakan terjadi kontraksi 0,87% yoy.
Dengan demikian, kontraksi PDB Indonesia genap terjadi selama empat kuartal beruntun. Artinya, Indonesia terjebak di 'jurang' resesi ekonomi selama 1 tahun.
Sementara itu dolar Australia sedang terluka setelah kemarin bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) memberikan proyeksi optimistis terhadap pemulihan ekonomi, tetapi menegaskan belum akan menaikkan suku bunga dalam waktu dekat.
RBA mengumumkan suku bunga di 0,1%. Gubernur RBA, Philip Lowe, mengatakan perekonomian Australia bangkit dengan kuat setelah mengalami kemerosotan akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19).
Lowe mengatakan RBA melihat produk domestik bruto (PDB) akan tumbuh 4,75% di tahun ini, dan 3,5% di tahun 2022.
"Pemulihan ekonomi di Australia lebih kuat dari perkiraan dan kami perkirakan akan terus berlanjut," kata Lowe, sebagaimana dilansir news.com.au, Selasa (4/5/2021).
"Pemulihan khususnya terjadi di pasar tenaga kerja, dengan tingkat pengangguran turun menjadi 5,6% di bulan Maret dan jumlah pekerja kini sudah melewati level sebelum pandemi," tambahnya.
Meski demikian, Lowe sekali lagi menegaskan suku bunga tidak akan dinaikkan sampai inflasi mencapai target 2% hingga 3%.
Biro Statistik Australia pada pekan lalu melaporkan Inflasi di kuartal I-2021 turun 0,6%, dari kuartal IV-2020 tumbuh 0,9%. Inflasi di Australia kini sudah turun dalam 2 kuartal beruntun.
"RBA tidak akan menaikkan suku bunga sampai inflasi secara substansial mencapai target 2% hingga 3%. Agar hal tersebut tercapai, pasar tenaga kerja perlu lebih ketat dan menghasilkan pertumbuhan upah yang lebih tinggi dari saat ini,"
"Hal itu tidak akan terjadi hingga tahun 2024" tegasnya.
Artinya suku bunga tidak akan dinaikkan hingga tahun 2024.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Lagi-Lagi Karena China, Dolar Australia Berjaya Lawan Rupiah
