Rupiah Masih Perkasa, Tapi Tetap Harus Waspada!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
30 April 2021 09:29
mata Rupiah
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot pagi ini. Namun, rupiah wajib waspada karena berbagai sentimen siap membuat dolar AS bangkit dari keterpurukan.

Pada Jumat (30/4/2021), US$ 1 dibanderol Rp 14.400 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,31% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Kemarin, rupiah menutup perdagangan pasar spot dengan apresiasi 0,34% di Rp 14.445/US$. Ini adalah posisi penutupan terkuat sejak 29 Maret 2021.

Penguatan rupiah disebabkan oleh hasil rapat Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed). Soal suku bunga acuan, seperti ekspektasi, tidak berubah di 0-0,25%.

Namun bukan itu yang ditunggu pelaku pasar, melainkan petunjuk mengenai arah kebijakan moneter ke depan. Apakah masih akan tetap longgar atau mulai ada wacana pengetatan karena ekonomi Negeri Paman Sam yang semakin membaik?

"Sekarang belum saatnya untuk mendiskusikan soal perubahan kebijakan. Lapangan kerja masih 8,5 juta di bawah posisi Februari 2020. Kita masih jauh dari tujuan, perlu waktu," kata Jerome 'Jay' Powell, Ketua The Fed, dalam konferensi pers usai rapat, seperti dikutip dari Reuters.

Laju inflasi, lanjut Powell, memang terakselerasi. Itu wajar karena bagaimanapun situasi mulai membaik. Namun bukan berarti tekanan inflasi ini bersifat persisten sehingga membuat suku bunga acuan harus dinaikkan dalam waktu dekat.

"Dengan perkembangan vaksinasi anti-virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) dan berbagai kebijakan yang mendukung, berbagai indikator ekonomi dan ketenagakerjaan semakin kuat. Namun jalan menuju pemulihan ekonomi akan sangat tergantung dari perkembangan pandemi," tutur Powell.

Menurut Powell, masih ada kemungkinan virus corona kembali menggila di Negeri Paman Sam saat liburan musim panas. Demikian pula saat musim dingin nanti. Keduanya adalah momentum peningkatan interaksi antar-manusia yang bisa membuat virus menyebar lebih cepat dan luas.

"Ada kemungkinan kita akan mengalami lonjakan pada musim panas, dan kemungkinan juga pada musim dingin. Namun kami akan terus berjuang untuk mencapai target inflasi dan penciptaan lapangan kerja," sebut Powell.

Kalimat Powell tidak bersayap, tidak tersirat. Kalimat itu tegas, lugas, cetha wela-wela. Untuk saat ini jangan ngomong dulu soal pengetatan, belum ada perubahan posisi (stance). The Fed tetap ultra-longgar.

"The Fed masih sangat hati-hati dan menunda langkah menuju normalisasi kebijakan moneter. Suku bunga rendah di tengah ekonomi yang semakin baik adalah resep pelemahan dolar AS," kata Joseph Capurso, Head of International Economics di CBA, seperti dikutip dari Reuters.

Halaman Selanjutnya --> Jalan Rupiah Sepertinya Tidak Mulus

Akan tetapi, sepertinya perjalanan rupiah hari ini tidak akan semulus kemarin. Terlihat dari Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) yang menguat 0,1% pada pukul 07:34 WIB.

Well, bagaimana pun dolar AS memang punya peluang untuk bangkit. Pasalnya, dolar AS sudah cukup lama menjalani tren depresiasi.

Sejak awal bulan ini, Dollar Index anjlok nyaris 3%. Sementara dalam sebulan terakhir depresiasinya lebih dari 2%. Oleh karena itu, dolar AS menyimpan potensi untuk mencatatkan technical rebound.

Kemudian, dolar AS juga bakal mendapatkan 'bensin' untuk melaju dari kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS. Pada pukul 07:47 WIB, yield surat utang pemerintahan Presiden Joseph 'Joe' Biden untuk tenor 10 tahun naik 1,6 basis poin (bps) menjadi 1,6557%.

Tidak hanya yang 10 tahun, kenaikan yield juga terjadi di seluruh tenor. Berikut perkembangan yield obligasi pemerintah AS pada pukul 07:48 WIB:

Tenor

Yield (%)

Perubahan (Poin)

 US 1M T-BILL

0.0101

+0.005

 US 2M T-BILL

0.0127

+0.003

 US 3M T-BILL

0.0177

+0.005

 US 6M T-BILL

0.0380

+0.008

 US 1Y T-BILL

0.0583

+0.007

 US 2Y T-NOTE

0.1680

+0.002

 US 3Y T-NOTE

0.3458

+0.006

 US 5Y T-NOTE

0.8828

+0.016

 US 7Y T-NOTE

1.3462

+0.021

 US 10Y T-NOTE

1.6593

+0.019

 US 20Y T-BOND

2.2097

+0.016

 US 30Y T-BOND

2.3213

+0.011

Sumber: Refinitiv

Kenaikan yield didorong oleh rencana Biden untuk menggelontorkan stimulus baru bernilai US$ 1,8 triliun. Biden menyebutnya dengan nama American Families Plan. Sumber pendanaan stimulus ini rencananya datang dari kenaikan tarif pajak, terutama untuk badan dan orang kaya.

"Sudah saatnya perusahaan AS dan 1% orang terkaya membayar jatah mereka. Membayar jatah yang adil," tegas Biden dalam paparan di hadapan Kongres, seperti dikutip dari Reuters.

 

Namun tentu tidak akan seluruhnya datang dari pajak. Akan ada bagian di mana pembiayaan bakal datang dari utang, utamanya penerbitan obligasi.

Jadi ke depan pasokan US Treasury Bills dan US Treasury Bonds akan semakin melimpah. Untuk menarik minat investor, cuan harus dimaksimalkan. Ini kemudian mendorong yield ke atas.

Kenaikan yield obligasi pemerintah AS akan membuat investor melirik. Permintaan terhadap instrumen ini akan meningkat karena iming-iming yield tinggi. Otomatis permintaan terhadap dolar AS ikut terangkat.

Oleh karena itu, rupiah perlu waspada. Sebab, dolar AS bisa menyalip kapan saja.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular