
Pasar Sedang 'Masa Iddah', Rupiah Jadi Lemah

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah di perdagangan pasar spot pagi ini. Maklum, pelaku pasar sedang harap-harap cemas menanti hasil rapat bulanan bank sentral Negeri Paman Sam (The Federal Reserve/The Fed).
Pada Rabu (28/4/2021), US$ 1 dihargai Rp 14.480 kala pembukaan pasar spot. Sama persis dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya atau stagnan.
Namun beberapa menit kemudian rupiah masuk zona merah. Pada pukul 09:05 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.490 di mana rupiah melemah tipis 0,07%.
Hari ini, kegalauan sepertinya akan menjadi tema di pasar. Ini sudah terlihat di bursa saham New York yang seakan kurang gairah.
Dini hari tadi waktu Indonesia, tiga indeks utama di Wall Street bergerak tipis-tipis saja. Dow Jones Industrial Average (DJIA) menguat 0,01%, S&P 500 melemah 0,02%, dan Nasdaq Composite berkurang 0,34%. Volume transaksi melibatkan 9,7 miliar unit saham, di bawah rata-rata 20 hari perdagangan terakhir yaitu 9,9 miliar unit saham.
Pelaku pasar sedang dalam masa iddah, masa penantian akan kepastian hasil rapat Komite Pengambil Kebijakan The Fed (Federal Open Market Committee/FOMC). Ketua Jerome 'Jay' Powell dijadwalkan membacakan hasil rapat pada Kamis dini hari waktu Indonesia.
Pasar memperkirakan suku bunga acuan masih akan bertahan di 0-0,25%. Mengutip CME FedWatch, peluangnya mencapai 97,2%.
![]() |
Halaman Selanjutnya --> Ekonomi AS Bangkit, Tapering di Depan Mata?
Namun bukan itu yang dinanti pelaku pasar. Investor ingin mencari kalimat-kalimat (baik tersurat maupun tersirat) yang menjadi petunjuk arah kebijakan moneter ke depan.
Pasalnya, The Fed tentu akan merespons apabila ekonomi AS semakin kuat. Data ekonomi terbaru semakin memberi konfirmasi bahwa ekonomi Negeri Adidaya semakin membaik, tanda kebangkitan dari keterpurukan akibat pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) kian terlihat.
Indeks harga rumah yang dikeluarkan S&P CoreLogic Case-Shiller pada Februari 2021 berada di 246.04. Melonjak 11,9% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya yaitu 11,1% yoy. Pertumbuhan Februari 2021 menjadi yang terbaik sejak 2014.
Properti adalah sektor yang sangat penting karena terkait dengan bidang usaha lain. Saat properti bergairah, maka permintaan semen, besi-baja, material, perabot rumah tangga, hingga kredit perbankan akan meningkat.
Jadi gairah di sektor properti menandakan ekonomi sudah mulai kuat. Daya beli masyarakat membaik sehingga pengusaha properti berani menaikkan harga. Ini adalah cerminan ekonomi yang sehat.
Oleh karena itu, bukan tidak mungkin laju inflasi di Negeri Stars and Stripes bakal terakselerasi melebihi target 2% yang dicanangkan The Fed. Kalau ini terjadi, maka kemungkinan The Fed akan mulai melakukan pengetatan kebijakan moneter, misalnya dengan menaikkan suku bunga.
"Saya pikir sampai dua bulan ke depan data ekonomi akan terus bagus. Saya memperkirakan The Fed akan mulai membuka wacana dengan berkomentar soal tapering (pengetatan) paling cepat Juni," kata Andy Brenner, Head of International Fixed Income di National Alliance, seperti dikutip dari Reuters.
Nah, petunjuk soal arah kebijakan moneter ke depan seperti ini yang dinanti oleh pelaku pasar. Sebelum ada pernyataan resmi dari Powell, semua masih meraba-raba, masih sangat tidak pasti.
Penantian ini membuat investor memilih untuk wait and see. Arus modal menjauh dari aset-aset berisiko, termasuk di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Akibatnya, rupiah kekurangan 'obat' dan sulit perkasa.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Sedang Tak Berharga, Dolar Makin Banyak 'Dibuang'
