Pasar Sedang 'Masa Iddah', Rupiah Jadi Lemah

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
28 April 2021 09:20
Gubernur bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve, Jerome Powell (AP Photo/Jacquelyn Martin)
Jerome Powell, Ketua The Fed (AP Photo/Jacquelyn Martin)

Namun bukan itu yang dinanti pelaku pasar. Investor ingin mencari kalimat-kalimat (baik tersurat maupun tersirat) yang menjadi petunjuk arah kebijakan moneter ke depan.

Pasalnya, The Fed tentu akan merespons apabila ekonomi AS semakin kuat. Data ekonomi terbaru semakin memberi konfirmasi bahwa ekonomi Negeri Adidaya semakin membaik, tanda kebangkitan dari keterpurukan akibat pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) kian terlihat.

Indeks harga rumah yang dikeluarkan S&P CoreLogic Case-Shiller pada Februari 2021 berada di 246.04. Melonjak 11,9% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya yaitu 11,1% yoy. Pertumbuhan Februari 2021 menjadi yang terbaik sejak 2014.

Properti adalah sektor yang sangat penting karena terkait dengan bidang usaha lain. Saat properti bergairah, maka permintaan semen, besi-baja, material, perabot rumah tangga, hingga kredit perbankan akan meningkat.

Jadi gairah di sektor properti menandakan ekonomi sudah mulai kuat. Daya beli masyarakat membaik sehingga pengusaha properti berani menaikkan harga. Ini adalah cerminan ekonomi yang sehat.

Oleh karena itu, bukan tidak mungkin laju inflasi di Negeri Stars and Stripes bakal terakselerasi melebihi target 2% yang dicanangkan The Fed. Kalau ini terjadi, maka kemungkinan The Fed akan mulai melakukan pengetatan kebijakan moneter, misalnya dengan menaikkan suku bunga.

"Saya pikir sampai dua bulan ke depan data ekonomi akan terus bagus. Saya memperkirakan The Fed akan mulai membuka wacana dengan berkomentar soal tapering (pengetatan) paling cepat Juni," kata Andy Brenner, Head of International Fixed Income di National Alliance, seperti dikutip dari Reuters.

Nah, petunjuk soal arah kebijakan moneter ke depan seperti ini yang dinanti oleh pelaku pasar. Sebelum ada pernyataan resmi dari Powell, semua masih meraba-raba, masih sangat tidak pasti.

Penantian ini membuat investor memilih untuk wait and see. Arus modal menjauh dari aset-aset berisiko, termasuk di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Akibatnya, rupiah kekurangan 'obat' dan sulit perkasa.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular