Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Dolar AS memang sedang dalam masa 'istirahat' karena sudah cukup lama perkasa.
Pada Selasa (20/4/2021), US$ 1 setara dengan Rp 14.480 kala pembukaan perdagangan pasar spot. Rupiah menguat 0,45% dibandingkan posisi hari sebelumnya.
Kemarin, rupiah menutup perdagangan pasar spot dengan penguatan 0,1% di hadapan dolar AS. Apresiasi ini membawa rupiah menguat dalam dua hari perdagangan beruntun.
Sebelumnya, rupiah menderita. Mata uang Tanah Air gagal menguat dalam enam hari perdagangan beruntun dengan rincian dua kali stagnan dan empat kali melemah.
Oleh karena itu, rupiah masih punya ruang untuk menguat. Depresiasi yang sudah cukup dalam membuat rupiah memiliki kekuatan untuk mencatatkan technical rebound.
Halaman Selanjutnya --> Dolar AS Sedang 'Prihatin'
Selain itu, peluang penguatan rupiah semakin tinggi karena dolar AS sedang dalam masa 'prihatin'. Pada pukul 07:45 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan mata uang utama dunia) terkoreksi 0,03%.
Dalam sepekan terakhir, Dollar Index melemah 0,88%. Sementara selama sebulan ke belakang, koreksinya mencapai nyaris 1%.
"Sepertinya dolar AS yang begitu berjaya telah menjadi kisah masa lalu. Saat ini dolar AS tengah menjadi periode underperform," kata Valentin Marinov, Head of G10 Research di Credit Agricole, seperti dikutip dari Reuters.
Pelemahan mata uang Negeri Stars and Stripes tidak lepas dari penurunan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS. Pada akhir bulan lalu, yield surat utang pemerintahan Presiden Joseph 'Joe' Biden sempat berada di atas 1,7%. Namun kini 'cuma' di kisaran 1,6%.
Halaman Selanjutnya --> Inflasi Belum Jadi Persoalan
Pelaku pasar mundur teratur setelah Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) kembali menegaskan bahwa inflasi belum menjadi persoalan di Negeri Paman Sam. Chris Waller, Anggota Dewan Gubernur The Fed, menyatakan bahwa memang ada waktunya inflasi bakal tinggi, tetapi belum stabil dan berkelanjutan.
"Saya rasa ekonomi siap menanjak. Masyarakat sudah lebih percaya bahwa pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) relatif lebih terkendali dan kita melihat ada kebangkitan aktivitas ekonomi.
"Akan ada saatnya inflasi melonjak. Namun itu temporer saja, tidak akan bertahan lama," kata Weller dalam wawancara bersama CNBC International.
Artinya, kemungkinan kenaikan suku bunga acuan dalam waktu dekat menyempit. Jadi belum ada alasan untuk mengangkat yield lebih tinggi.
Saat harapan kenaikan yield US Treasury Bonds menipis, investor pun move on dan meninggalkan instrumen tersebut. Arus modal berhamburan ke segala penjuru, termasuk ke aset-aset berisiko di negara berkembang seperti Indonesia. Rupiah pun menikmati berkahnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA